Semenjak saat itu juga aku tak ingin lagi berbicara dengan Tania. Ucapan Tania yang begitu menusuk hatiku membuat aku tak ingin berbicara banyak dengan orang yang tak terlalu dekat denganku. Semenjak saat itu pula aku tak pernah membahas isi hatiku tentang Tania kepada Ammy. Sebenarnya aku tahu, ada yang aneh di antara mereka berdua. Kelakuan sok misterius mereka membuatku yakin jika mereka berdua sedang merencanakan suatu hal dan terlihat jelas jika mereka tak ingin aku mengetahui rencana mereka itu.
Dan pada akhirnya, Tuhan lah yang telah menunjukkan kebusukan mereka kepadaku. Kemarin saat aku dan Ammy tengah asyik memakan makanan kami di kantin, aku tak sengaja melihat layar handphone Ammy. Ia sedang membuka aplikasi Whatsapp dan tertera nama Tania di dalamnya. Ya, dia sedang ber-whatsapp ria bersama gadis jahat itu. Entah apa yang tengah mereka bicarakan, tampaknya mereka benar-benar tak ingin ada satu orang pun yang tau tentang pembicaraan mereka itu. Aku selalu ingin tahu apa yang Ammy lakukan di belakangku.
Aku pun memutuskan untuk mengambil handphonenya saat ia lengah dan membaca seluruh pesan ia bersama Tania. Dan aku benar-benar terkejut dengan apa yang mereka rencanakan. Kau tau? Tania ingin membunuhku dan Ammy dengan senang hati ingin membantunya. Ya Tuhan, kenapa ini? Kenapa mereka merencanakan hal yang melanggar aturan? Kenapa mereka ingin membunuhku? Apa yang salah denganku? Apa karena aku pendiam? Atau karena nilai mata pelajaran produktifku cukup tinggi? Tetapi bagaimana pun juga, nilai raportku dengan nilai Tania sangatlah jauh. Aku tak mungkin bisa mengejar nilainya yang sangat tinggi itu. Tetapi mengapa mereka merencanakan ini? Kenapa juga Ammy setuju dengan ajakan Tania? Kenapa Tuhan? Kenapa? Mungkin pertanyaan-pertanyaan di dalam otakku ini tak akan terjawab hingga tiba saatnya aku berada di akhir hidupku. Mereka berdua benar-benar sudah merencanakan hal ini dengan matang. Lalu apa yang harus aku lakukan? Pindah dari sekolah ini atau mengadapinya? Atau mengadukan hal ini kepada orang tua dan guru-guruku? Ah aku rasa, aku harus berani menghadapinya seorang diri. Hingga sampai saat ini, aku masih menunggu waktu itu. Waktu dimana aku akan menyelesaikan semua masalahku dan mungkin juga, aku akan menyelesaikan hidupku.
***
Entah kenapa hari ini aku merasakan pusing yang luar biasa. Aku tak bisa mengikuti pelajaran dengan baik. Aku pun meminta izin kepada guru yang saat ini tengah mengajar di kelasku untuk pergi beristirahat di UKS. Untung saja guru itu adalah guru mata pelajaran produktif, ia mengizinkanku pergi ke UKS dengan senang hati. Sekilas aku melihat raut wajah Tania yang mulai kesal, aku hanya bisa menyeringai kepadanya. Ia terkejut dan memukul meja dengan keras. Sementara aku langsung pergi meninggalkan kelas untuk beristirahat di UKS. Sesampainya di UKS, aku melihat tak ada siapapun di sana. Aku pun segera membaringkan tubuhku di ranjang dan mencoba untuk memejamkan mata. Namun tiba-tiba saja aku terkejut saat seseorang membuka pintu UKS dengan sangat keras. Aku kembali terbangun dan melihat siapa orang yang telah mengangguku itu. Tanpa aku duga, Tania tengah berdiri di ambang pintu dengan wajah kesal.
"Heh Sivia, lo jadi orang jangan suka cari perhatian deh!" bentak Tania kepadaku.
"Maksud kamu apa?" tanyaku yang tak tahu apa-apa.
"Jangan sok polos deh jadi orang!" balasnya. Aku pun mengernyitkan keningku karena aku tak mengerti dengan maksud ucapannya itu.
"Lo gak usah sok pinter jadi orang, gak usah narik perhatian Pak Christo. Lo tau sendiri kan kalau gue cewek paling pinter di kelas ini?"
"Iya, Tan. Aku tau kok kamu cewek pinter, tapi aku gak bermaksud sok pinter," bantahku. Jelas aku tak pernah bersikap sok pintar di dalam kelas, aku hanya mengeluarkan segala isi otakku ke dalam tugas yang diberikan. Mana mungkin aku berlagak sok pintar sepertinya. Oh, tunggu! Aku lupa jika ia memanglah PINTAR! Ya dia pintar, bahkan bisa dibilang sangat pintar… Pintar mencari perhatian kepada guru maksudku. Haha.
"Halah gak usah muna deh lo jadi orang!"
"Aku gak muna, emang kenyataannya begitu kok, Tan," ucapku dengan sabar. Sungguh! Aku tak tahan melihat wajahnya yang menyebalkan itu.
"Tukang bohong!" bantak Tania dan ia pun pergi meninggalkanku yang mulai kesal karena ucapannya. Aku rasa, ini adalah saat yang pas untuk memulai pertengkaran hebatku. Aku sudah mempersiapkan diriku, aku juga sudah meminta maaf kepada semua orang terdekat di hidupku, terkecuali Ammy. Biarlah si pengkhianat itu yang meminta maaf kepadaku.
"ASAL KAMU TAU, TAN. KAMU JUGA TUKANG CARI PERHATIAN, SOK CANTIK DAN SOK KEREN!" teriakku kepadanya. Ia yang hampir meninggalkan UKS pun memberhentikan langkah dan membalikkan badan, lalu kembali menghampiriku.
"Apa lo bilang?" tanyanya. Aku pun menunjukkan wajah menantangku.
"Kamu tuli? Aku kan udah teriak kencang banget!" balasku. Ia terlihat kesal dan mengangkat tangannya untuk menamparku, namun aku berhasil menahannya.
"Kurang ajar!" ucapnya kesal. Aku hanya diam sembari menghempaskan tangannya.
"Lo cari mati, hah?" tantangnya.
"Yang mulai duluan kan kamu, berarti yang cari mati pasti kamu kan?" jawabku. Memang benar kan seperti itu? Haha.
"Cewek sialan!" kesalnya sembari mengeluarkan suatu benda dari saku roknya. Astaga, aku terkejut saat ia mengeluarkan sebuah cutter. Lalu menodongkan cutter itu ke arahku. Kau tau? Dia memang gadis yang sering membawa buah-buahan ke sekolah dan memakannya bersama teman-teman yang lain. Tak salah jika ada cutter di sakunya itu.
Aku memundurkan tubuhku hingga punggungku menyentuh dinding. Ku lihat Tania menyeringai jahat, dengan perlahan ia terus mendekatiku.
"Kenapa mundur terus? Lo takut?" tanya Tania. Aku hanya diam saja. Jujur, aku sangat takut jika Tania menancapkan cutter itu ke tubuhku.
"Tan, turunin senjata kamu," pintaku dengan suara yang mulai bergemetar. Tak hanya suara saja, tubuhku kini sudah bergemetar karena takut.
"Haha. Gue yakin lo pasti takut!" ucapnya sembari menusukkan cutter itu tepat ke perutku. Aku merasakan sakit yang luar biasa. Aku melihat darah segar keluar dari perutku. Tania kembali mencabut cutter miliknya. Aku merasakan sesuatu naik ke kerongkonganku dan aku memuntahkan sesuatu yang sudah mencapai mulutku itu. Ternyata darah segar yang keluar dari mulutku. Astaga, begitu banyak dan kental darahku ini.
"Ku… Kurang ajar!" kataku terbata-bata. Ku lihat ia hendak menusukkan cutter-nya lagi ke arahku, namun dengan cepat aku mendorong tubuh Tania hingga ia terjatuh dan kepalanya terbentuk tembok. Ia kembali bangkit dan semakin menggila. Aku mencoba untuk menjauhinya sekuat tenagaku, namun karena darahku yang tak berhenti keluar membuatku terasa lemas dan tak kuat untuk berlari. Aku terjatuh dan terbaring lemah, rasa sakit ini benar-benar membuatku tak berdaya. Aku melihat Tania mulai mendekatiku dan menindih tubuhku lalu menodongkan cutter miliknya ke arah leherku.
***
Bersambung...
[ CERITA INI HANYA FIKSI BELAKA. JIKA ADA KESAMAAN TOKOH, TEMPAT, KEJADIAN ATAU CERITA, ITU ADALAH KEBETULAN SEMATA DAN TIDAK ADA UNSUR KESENGAJAAN ]
Please, jangan lupa vote & comment. Karena vote & comment anda semua berarti untuk saya.