"Kapten ...", find mendekap tubuh maurice dengan aliran darah segar yang terus mengalir dari tubuh maurice. " siapa kau .." seru layen von der pada max yang sedari tadi menyender pada batu besar tidak jauh dari posisi mereka. Max menyeringai, ia sadar jikalau posisinya tidaklah baik baik saja setelah datang bantuan pasukan kavaleri " kalian juga pasukan grover ?" max membuka mulutnya walau darah kembali keluar dari mulutnya setelah kalimat itu terselesaikan. " grover ? " adrian balik bertanya pada max, ia tidak mengerti maksud perkataan max. selang beberapa menit setelah adrian berujar tubuh max berangsur menelongsor kebawah di ikuti batuk yang keras " ukhu.. ukhu.." tubuh max lunglai dengan mata tertutup rapat .
"dia sudah tewas ?" tanya lagash pada adrian, " oh, biar aku periksa" Langkah kaki adrian perlahan mendekati tubuh max yang temaran di terangi cahaya obor, adrian merabah tubuh max mencari titik nadi yang ada di tubuh laki-laki itu." tidak, laki-laki ini hanya pingsan " ujar max pada semua setelah selesai ia periksa.
"apa yang harus kita lakukan, malam sudah sangat larut, kapten maurice terluka parah, apa tidak masalah menyelahkan obor seperti ini " ujar layen kepada find. " arasia, apa kau membawa ramuan obat anti racun ?" ujar find." Kita akan di sini dahulu, tidak mungkin kita bisa mengangkut mereka semua sekaligus, ataupun meninggalkan salah satu dari mereka, matikan obor sisakan satu saja" find menyambung ucapannya. Arasia merogok tas kecil yang ia sandang di tubuhnya mencari beberapa ramuan yang ia bawa " aku hanya membawa akar mongoose, apa ini cukup" jawab arasia sembari memberikan akar tanaman mongoose yang sudah sangat kering. " lakukan apapun yang kau bisa arasia" ujar find yang berharap arasia dapat meringankan luka maurice.
Arasia mengambil sebotol air yang mereka bawa untuk perbelakan, ia mememasukkan akar kering itu kedalam air merendamnya selama beberapa detik kemudian menyuapi maurice dengan ramuan itu. Sedikit mengejutkan air itu terasa hangat padahal tidak ada bekas perapian untuk sekedar memanaskan api. Lagash melangkah keatas bukit ia mencoba melihat dari kejahuan, bulan yang sedari tadi terselimut awan memunculkan batang hidungnya hingga lagash mampu melihat tamaran keberadaan musuh mereka di bawah.
Bekas bakaran yang masih menyisahkan asap redup sisa pertempuran tadi siang menjadi pemandangan yang di tangkap mata lagash. Sedangkan layen, arasia juga lagarde mencoba sebisa mereka menyelamatkan jiwa max dan maurice, di posisi penyelamat selanjutnya adalah find, geria dan adrian menempatkan pasukan yang tertidur di atas matras agar mereka tidak terpisah sekaligus mengoleskan salab luka pada tubuh mereka.
"mengejutkan, mereka semua masih selamat " ujar lagash pada find yang baru saja sampai di tempat lagash berdiri. " ya, maurice itu.... " find mengencak pingang dengan kedua tangannya, " dia laki-laki hebat, bahkan setelah luka yang serius" kembali find menyambung kalimatnya. "em, ngomong-ngomong bagaimana jika kau melihat prediksi esok pagi hhehhe", find sedikit terkekeh, padahal ia serius mengatakan hal itu pada lagash. " kau bercanda, memangnya aku dukun!" jawab lagash ketus, walau dalam hatinya sangat ingin menerawang kejadian esok hari." Aku tidak bisa " lagash kembali berujar dengan wajah lesu.
" ah, sudah ku duga kau memang suka merancau" jawab find yang merebahkan pingulnya untuk duduk di atas batuan seukuran kambing dewasa. lagash terseyum kecut, " aku serius mengatakan itu !" ujarnya membela diri. Dalam hati lagash timbul banyak sekali pertanyaan, kenapa saat itu ia melihat gambaran mengerikan, anak-anak ingatannya kembali bertandang, masih segar dalam pandangan lagash, tubuh 40 manula itu di tutupi salju putih dengan kulit yang membiru di atas kapal yang sama sekali tidak berjalan. Air sungai rosean membeku menengelamkan semua kehidupan dalam kedinginan.
Esok harinya, hewan subuh sudah mulai mengeluarkan suara. lingkaran mata lagash dan find terlihat memenuhi sisi kedua mata mereka, kedua anggota gansa ini tidak tidur sama sekali semalaman. Mereka menjaga kemungkinan datangnya serangan balasan dari dabbat, perlahan namun pasti bulan menuruni tahtanya di gantikan sinar matahari yang memulai aktivitasnya.
Lagarde mengambil seongok danging kering dari tas mereka, mencincangnya kecil-kecil lalu di masukkan dalam wadah kuningan dari atas kudanya, ia memberikan pada arasia untuk di panaskan mengunakan kekuatan magis arasia. Setelah panas, daging itu kembali mengembang, sarapan pagi sekaligus makan siang mereka telah di siapkan. Setiap orang dalam pasukan kavaleri mendapat satu potong ketika mereka bergantian terbangun. Kecuali sang kapten dan max yang tidak menampakkan tanda-tanda terbangun hari ini.
Setelah semua bangun, pagi pagi sekali find telah mengantikan sang kapten mengambil alih jalannya peperangan babak kedua, " bagaimana pasokan yang tersisa dari pertarungan kemarin ? ". Ujar find "misium masih cukup untuk 6 kali letusan sedang tapi sayang, jaring kita hanya tingal 4 " ujar ruwiq. " jaringku masih ada tiga di dalam kotak peralatan " jawab lagash. " yosh, kita lakukan penyerangan saat matahari memasuki kaki bukit, tapi sebelum itu lagash dan adrian bisakah kalian menuruni bukit lebih dahulu ?, aku ingin kalian membaca pergerakan dabbat, hanya kalian yang memiliki kecepatan di bandingkan yang lain " pinta find pada kedua anggota gangsa itu. " siap !".
Adrian dan lagash segera menyanggupi permintaan find, mereka bergerak menuruni lereng bukit dengan hati hati sekali. Dabbat yang masih tertidur terdengar mengerikan walaupun hanya suara orokkannya saja. Lagash mengarahkan tangannya kekanan memberikan isyarat pada adrian untuk berpencar, adrian akan melihat pergerakan dabbat dari luar sedangkan lagash memasuki kerumunan lebih dalam. Alasan ini memang masuk akal, walaupun lagash masuk jauh kedalam kemampuan regerasinya memiliki keuntungan lebih ketimbang adrian yang bisa saja terkapar saat terkena serangan dabbat.
Lagash memasuki sebuah tenda di belakang pasukan dabbat di arah timur, terdapat pasukan berbaju serba hitam yang terlihat berbeda dari dabbat biasanya ataupun manusia pada umumnya, mereka telah bangun dan berkumpul mengikuti arahan seorang komandan
"komandan max tidak kembali hingga saat ini, kemungkinan besar jika beliau telah terjebak pasukan musuh, kita harus waspada akan serangan kejutan mereka" ujar komandan itu meski agak terdengar samar di telinga lagash.
"apakah laki-laki yang terluka tadi malam komandan pasukan ini ?" guman lagash dalam benaknya. Lagash kembali berjalan mengendap-endap, menuju tenda kecil yang tersembunyi, tenda itu sedikit aneh, tidak ada satupun penjagaan ataupun dabbat yang berkeliaran. Lagash mencoba mengintip dari sela-sela kulit yang terjait semberono sebagai dinding tenda.
Dari atas bukit dan kaki bukit telah terdengar seruan peperangan lanjutan, matahari juga telah menyinari dengan sempurna, pasukan hitam yang di lihat lagash tadi telah beranjak dari tempatnya. "kurasa adrian berhasil memberikan laporannya"batin lagash. "huaaam" dari dalam tenda terdengar suara laki-laki menguap membuat lagash membalikkan tubuhnya dengan waspada, " apakah mereka menyerang lagi ?" suara itu kembali terdengar seperti sebuah percakapan antara dua orang, " max sepertinya sedikit kesulitan mengatasi mereka" ujar laki-laki yang lain.
Lagash menempelkan kupingnya di dinding kulit agar percakapan mereka terdengar jelas di telinganya. "mengatasi manusia seperti itu saja kalian kesulitan, baiklah aku akan memimpin penyerangan hari ini" suara itu terdengar menegang, samar samar bayangan laki-laki dengan dua tanduk di kelapanya bangkit mengenakan pakaian dan perlengkapan perang di tangkap oleh mata lagash dari balik tenda. " gawat, sepertinya penyerangan kali ini cukup sulit" guman lagash.
Lagash bermaksud meninggalkan tenda itu menuju keatas bukit melaporkan apapun yang telah ia lihat, tetapi saat hendak melangkah lagash di kejutkan dengan sosok yang tegap cukup menyeramkan dari bawah tapi laki-laki itu memiliki rupa yang cukup menawan dari atas telah berdiri di hadapannya. "siapa kau ?" ujar laki-laki itu memandang lagash heran. Lagash yang ketahuan segera mengeluarkan pedangnya hendak menyerang laki-laki itu dengan satu tebasan.
Laki-laki itu mengelak, kemudian menyambut pedang lagash dengan pedangnya. Pertarungan di antara mereka terjadi cukup sengit, lagash dengan lincah memainkan pedangnya di sambut sang laki-laki juga dengan keahlian yang tak kalah dari lagash.
Dentingan pedang yang beradu di luar membuat yang empunya tenda keluar mencari sumber keributan. Tubuh cakap, dua tanduk di kelapa dan satu tombak dengan tiga cula menjadi perlengkapan saat laki-laki itu berjalan.