"Ya ampun! Muka kamu merah, emang sih hati ini cuacanya terik banget."
Galen tersentak kaget, karena ketahuan wajahnya yang memerah karena perkataan perempuan di hadapannya.
"Kamu kenapa ada di sini?" tanya Zea seraya menatap manik cokelat bening itu.
"Ban bocor, jawab sekenanya.
"Oh bannya bocor, aku tau bengkel di dekat sini," alis sebelahnya terangkat satu, karen ucapan perempuan itu.
"Ayo aku anter." "Gak perlu."
"Ih kamu tuh selalu aja nolak, pokoknya aku gak mau denger tolakan dari kamu."
Lalu perempuan itu menghampiri motor milik Galen yang nangkring ada di pinggir jalan.
Langsung saja Galen menyusul langkah kaki perempuan itu yang tengah menghampiri motornya.
Ditepisnya lengan perempuan itu, "gak perlu."
Perempuan itu meringis kesakitan, sontak saja ia menatap lengan perempuan itu.
"Lo luka." perempuan itu mengipas dengan tangannya supaya luka itu tak terlalu sakit.
"Emang lengan aku luka, pas aku menolong kamu ... -eh Galen kamu mau
ke mana? Ini motornya!!" Ucapan Zea terpotong karena orang dia ajak bicaranya pergi entah ke mana.
Sepuluh menit berlalu Zea melihat Galen sudah membawa pelastik keresek bewarna hitam.
Tak lama laki itu membuka kantong keresek yang isinya air meneral dan juga hansaplast.
Tanpa mengucap sekatapun tangan kiri pria itu memegang botol mineral yang sudah di buka segelnya tangan dan tangan satunya memegang pergelangan tangan Zea.
Galen memiringkan Kepala untuk leluasa melihat luka pada lengan Zea.
Sesekali Zea meringis dan mengigit bibir bawahnya saat menahan sakitnya yang ada di lengannya.
Dibasuhkan luka Zea dengan air mineralnya, sapu tangan miliknya ia keluarkan lalu di usap-usap luka itu sampai bersih dan kering setelah itu memasang hansaplast itu pada lengan Zea.
Zea menatap Galen tanpa berkedip, Zea akui jika wajah pria itu lebih tampan dari pada Axel ya walaupun kekasihnya termasuk deretan orang ganteng. Meskipun begitu Zea tetap mencintai Axel, kekasihnya.
"Udah,
Zea tersadar dari lamunannya lalu matanya beralih menatap lengannya yang sudah di hansaplast.
"Eh iya udah, makasih ya Nik." Galen hanya mengangguk kepalanya.
"Ayok kita dorong motor kamu, deket kok bengkelnya, ucap Zea sambil memegang jok motor belakang.
Galen membiarkan saja, lalu ia juga memegang stang kanan dan kiri nya.
Dijalankannya motor itu dengan tenaga keduanya, berbeda gender itu. Mencari bengkel yang ada di dekat sini.
***
Memang benar apa yang di katakan perempuan itu, tempat bengkelnya tak jauh dari daerah sini.
Mereka sudah sampai ketempat tujuannya, bengkel.
Motor ninja milik Galen yang sudah di urus oleh seorang montir.
Sejak aksi dorong-mendorong motor milik Galen, mereka belum juga menyuarakan suaranya.
Suasana jadi canggung apalagi di depan hanya mereka berdua saja yang ada di sini, orang lain sibuk dengan kuda berbesi beroda duanya.
"Huh... akhirnya motor kamu tertolong juga ya? Ada untungnya juga kamu ketemu
aku:
"Aku udah tau kalo daerah sini ada bengkel," ucap Zea, sambil tangannya memainkan gantungan yang ada di tasnya.
"Dari siapa?"
"dari warga sini, karena waktu Axel ajak aku jalan-jalan gak lamanya ban motor Axel bocor juga di daerah sini."
'Apa mungkin pacarnya, batin Galen.
"Kenapa turun?" Galen membahas topik lain, ada sedikit terasa nyeri ketika Zea membahas pria lain, entahlah ia juga tak tahu kenapa?
"Haa!"cengo Zea, ia tak mengerti apa yang di ucapkan spesies pria tembok ini.
Pria itu berdecak, "kenapa lo turun dari taksi." Zea mengangguk mengerti sekarang dengan ucapan Galen.
"Oh itu, mobil taksi itu mogok," jedanya, sambil menggidikan bahunya. "Ya aku di suruh cari taksi lagi atau bahkan bus, sebenernya ya? Aku tuh gak biasa kalo naik bus tuh." Galen hanya diam saja dengan memperhatikan mimik wajah perempuan itu yang penuh ekspresif.
la menikmati ekspresi perempuan mungil itu.
"Tapi kalo aku gak turun waktu itu dari taksi, mungkin aku gak ketemu kamu, dan aku gak tolong kamu saat itu."
"Aku seneng banget menolong kamu, berarti jasa aku berguna banget, apalagi kamu itu teman sekelas aku," ucapnya lagi, kalimat akhirnya terkekeh lucu.
Pria itu masih saja melihat dengan enggan melepaskan objeknya, seakan jika ia mengalihkan pandangan arah lain objek itu akan hilang. Untung saja perempuan itu kalau berbicara tak menatapnya, perempuan itu melihat kendaraan lain yang ada di jalan.
la tersenyum tipis
la tak tahu harus bagaimana lagi bersikap pada perempuan yang ia pandangi.
Tak ada celah sedikit punia beralasan untuk menjauhi perempuan ini.
Perempuan itu sudah banyak menolongnya ia merasa berhutang budi padanya, perempuan itu juga baik padanya.
Sikap perempuan itu seperti omanya.
Peduli, penyayang, tulus, dan satu lagi perhatiannya.
Ia rasanya tak ingin kehilangan perempuan ini, ia ingin merasakan lagi yang dulu sempat hilang darinya.
Bolehkah ia egois?
Untuk memiliki perempuan itu?
Hanya di dekat perempuan itu ia merasakan jantungnya bekerja dua kali lipat dari biasanya.
Ia juga menikmati rasa asing yang sudah merasuki dalam rongga dadanya, berdesir tak keruan.
Biarlah rasa ini mengalir apa adanya, ia juga sudah menerima perempuan itu didalam hidupnya dan menerima risiko apapun ke depannya.
"Galen, kayaknya sebentar lagi mau hujan deh? Gimana nih aku gak bawa payung."
Lamunan Galen buyar mendengar keluhan perempuan itu yang tengah menatap langit yang sudah berubah berkabut awan.
"Bentar lagi," jawabnya datar, matanya sambil melihat motornya yang sudah di tambal bannya.
"Udah itu."binarnya menatap motor milik pria datar di sampaingnya.
Sedangkan Galen menggelengkan kepalanya sikap lucu perempuan itu.
Tak lama Mereka pun memangkas jarak pada seorang montir yang sudah membenarkan motor Galen.
"Berapa?" Seorang montir itu menggaruk tengkuknya yang tak gatal, pria bertambun itu tak mengerti apa yang diucapan Galen.
pria itu menaikan satu alisnya, tak ada respon dari seorang montir ini.
Zea tahu dengan apa di maksud pria tambun di hadapannya. tentu saja dia tak mengerti ucapan Galen temennya? Ya ia sudah menganggap Galen adalah temannya.
Tangan Zea memukul pelan bahu Galen, sang empu menoleh ke sampingnya menatap heran pada Zea.
"Hmmz... maksudnya berapa yang harus di bayar kalo buat tambal ban," perjelas Zea pada pria itu. akhirnya pria tambun itu mengangguk mengerti.
"30.000 aja." Galen merogoh dompet berkulit hitam di dalam sakunya. Tanpa mengucap satu kata Pria itu memberi uangnya pada montir.
"Kembaliannya ambil aja." orang itu mengucapkan terima kasih pada Galen yang di angguki olehnya.
"Ayo,'ajak pria itu, Galen sudah nangkring di motor ninjanya.
Zea pun dengan senang hati menerima tebengan dari Galen.
Perempuan itu kesusahan untuk menaiki motor itu.
Pria itu peka lalu mengulurkan tangannya dan di sambut baik oleh Zea. Jaket yang di kenakan Galen di serahkan pada perempuan itu.
"Buat apa?" tanyanya, alisnya menukik hampir menyatu, Heran.
"Nutupin paha." rasa panas sudah menjalar di wajahnya, padahal jika di lihat cuacanya ini tengah mendung.
Zea mengigit bagian dalam bibirnya, malu pada Galen, memang pahanya terlihat jelas, tak lama Zea menyambar jaket pria itu untuk menutupi paha putih nan mulus miliknya.
"Pegangan."
"Haa!"
"Pegangan," ulangnya, perempuan di belakangnya masih belum mengerti juga,
"Gua mau ngebut," Tandasnya.
Zea hanya menurut saja, tangan mungil miliknya memeluk pinggang seorang Galen.
***