Chereads / Garis Takdir The Series / Chapter 6 - Bukan Pria Baik-baik

Chapter 6 - Bukan Pria Baik-baik

Di perjalanan, gemericik air langit turun membasahi bumi dengan deras. Keduanya masih ada di perjalanan membelah jalan kota metropolitan.

Bahkan bukan hanya keduanya saja yang terkena air hujan kendaraan masing-masing juga terkena guyuran hujan.

Tapi beda dengan pria itu meskipun sudah basah kuyup, ia masih merasa kehangatan dalam tubuhnya tengah di peluk seorang perempuan dengan dagu di pundaknya.

"Mau turun?" teriaknya, karena hujannya masih deras.

"Gak usah Galen, bentar lagi mau nyampe," Galen hanya mengangguk saja.

Tidak kurang lebih lima belas menit, keduanya telah sampai di kediaman rumah perempuan yang bersamanya.

Motor Galen sudah ada di halaman depan rumah Zea.

"Kamu jangan pulang dulu. Lagian di luar hujannya masih deras."

Mereka kini sudah ada di daun pintu Utama rumah perempuan itu.

"Gak ada penolakan!"

Bibir pria itu mengatupkan rapat. Jari lentik perempuan itu memegang pergelangan Galen, lalu Langkah kaki keduanya masuk ke dalam rumahnya.

Suara wanita paruh baya memekakan di penjuru dalam rumah terdengar nyaring di telinga keduanya, sedang pria paruh baya hanya menggelengkan kepalanya dengan tingkah laku istrinya ini.

"Ya ampun sayang!... kamu kok basah kuyup gini? yaudah kamu ganti bajunya jangan lupa mandi juga pake air hangat ya sayang," ucap Kamila.

Mata Kamila melirik ke pria remaja itu, mungkin umurnya sama dengan anaknya, pria itu diam saja tanpa mengucapkan sekatapun.

"Kamu siapa?" tanyanya, masih menatap pria itu tubuhnya sama basah kuyup seperti anaknya.

"Noel, Tante."

Pria paruh baya yang di samping istrinya menaikan satu alisnya, ia sedikit terkejut dengan ucapan pria muda itu dengan nada datarnya, sama seperti ia jaman dulu waktu mudaya tapi sampai sekarang juga sih.

Kamila mendengarnya berdecak pinggang, ternyata ia mengenal satu spesies seperti suaminya.

"Kamu datar banget nak kayak suami tante," ucapnya gemas, "ya udah kamu juga ganti bajunya milik suami tante aja. Biar kamu gak sakit."

"Mas boleh kan?" Gagah hanya mengangguk saja.

"Ya udah Zea, kamu sana bersih-bersih."

"Iya mah, ya udah aku mau keatas dulu, aku duluan Galen," Keduanya paruh baya hang berbeda gender itu mengerutkan keningnya, bukannya nama pria itu Noel ya? Tapi kenapa anaknya memanggil nama pria itu beda.

"Tante mengambil baju dulu ya?" Tanpa basa basi, wanita paruh baya itu masuk dalam kamarnya lantai dasar saja, Letaknya tak jauh dari ruang tamu.

Kedua pria yang berbeda generasi itu hanya diam saja, enggan bermulai untuk bercengkrama atau lebih tepatnya saling berbicara.

Memang sama-sama terkenal ucapannya irit dan tak suka basa basi.

Wanita paruh baya memangkas jarak pada kedua pria itu pun berdecak tak percaya, terlihat kaku sekali keduanya.

"Nih nak, kamu ganti di ruang tamu sekalian mandi juga, biar gak sakit nantinya." Galen mengangguk kepalanya.

"Oh iya tante lupa, kamu gak tau kamar tamunya." sambil menepuk keningnya, "kamu jalan lurus lalu belok dan di situ kamar tamunya," ucapnya lagi.

"Iya Tan." setelah Galen mengucapkan kata itu, ia beranjak pergi.

Mata wanita paruh baya itu mengekori setiap langkah pria itu.

Wanita itu menggelengkan kepalanya heran masih saja ada orang yang kaku seperti suaminya. "Mas liat itu? Persis seperti kamu, kaku."

"Bagus dong."

"Ih kok bagus. Bagus gimana? Kamu sama anak muda itu sama saja."

"Kita kaum wanita terkadang gak ngerti sama laki-laki kaku, saat berbicara."

"Kamu berlebihan sayang." "Berlebihan gimana?"

Tangan Gagah menjawil hidung mancung milik Kamila. "Sudahlah sayang, jangan marah-marah, Dari pada marah kita wudhu sebentar lagi mau maghrib," ucap Gagah, lalu tangan Kamila di ngenggam lembut.

Memang suami idaman.

***

Keduanya pun sudah mengganti pakaian, tak lupa solat maghrib sudah dilaksanakan

Habis solat maghrib mereka menghidangkan makanan yang ada di rumah besar ini.

Setelah itu mereka berkumpul di ruang tamu, pria itu juga bergabung di keluarga Gagah.

Keempatnya terdiam kaku, tak ingin suasana canggung. salah satu dari mereka pun ada yang sudah mermulai berbicara.

"Bun, Galen ini teman kelas aku," Interupsi Zea, sang empu yang menjadi objeknya hanya diam kaku dengan wajah datarnya.

Kenapa ada yang mengganjal hatinya.

Wanita paruh baya itu memangut-mangut kepalanya, sedangkan Gagah hanya bersedekap saja dan duduk di samping istrinya.

"Oh begitu, kayaknya kamu baru kenalin bunda, teman kelas kamu ini apalagi cowok?"

"Ya gak pa-pa dong bun, aku rasanya nyaman kalo deket sama dia. makanya aku temenan sama dia gak pa-pa kan bun? Dia itu beda gitu, pokoknya nyaman deh gak bisa di jelasin," jawabnya antusias, memang Zea ini kelewat jujur sekali.

"ya gak pa-pa dong sayang, bunda juga gak melarang kamu temanan sama siapa aja asalkan baik dan gak neko-neko. dan kayaknya teman kamu ini salah satunya" ujar Kamila.

Memang saat ini pria itu tidak memakai antingnya. Entalah ia ingin saja tidak memakai anting saat ini.

Hati pria itu mencelos.

Bagaimana kedua orang tua perempuan itu tahu jika dirinya bukan pria baik-baik.

Kehidupan ia begitu gelap.

Apakah ia pantas menjadi teman baiknya Zea?

Jika semua keluarga Gagah benar-benar tahu jika dirinya bukan laki-laki baik, apakah ia akan kehilangan Zea saat itu juga.

Kenapa hatinya berdenyut nyeri?

"Oh iya salam kenal ya Noel, oh iya apakah tante boleh tau nama panjang kamu, soalnya anak tante manggil nama kamu kayaknya khusus gitu," imbuhnya.

Lamunan Galen memudar saat mendengar ucapan wanita paruh baya itu.

"Udah tau juga namanya." bukan sang empu yang menjawab melainkan Zea duduknya tak jauh dari ayahnya.

Kamila berdecak, "bunda ngomong sama Noel Io sayang," geramnnya.

Zea hanya cekikikan pada bundanya yang mulai geram.

Sedangkan kedua pria berbeda generasi itu hanya tersenyum tipis.

Sebenarnya ia merasa iri dengan keluarga perempuan itu, ada secuil ia ingin merasakan rukunnya keluarga.

Tapi ia tahu itu adalah Kemustahilan, baginya jangankan keluarga yang berbahagia, ia saja tak pernah di anggap oleh papanya.

Miris bukan?

la berdiri sendiri walaupun keadaannya terpuruk, padahal ia tak sekuat itu.

Ia tersenyum kecut, dengan takdir yang membawanya seperti ini, tapi ia bersyukur apapun kehidupannya. Ia yakin pasti akan ada orang yang menerima kekurangan yang ada di dalam dirinya.

Dan suatu saat nanti juga ia yakin ada kebahagian yang datang pada kehidupannya.

Meskipun memang mustahil

"Nak Noel kamu kenapa?" Galen mengangkat kepalanya saat lamunannya buyar dengan suara bundanya Zea.

"Tan, kayaknya hujan udah reda, saya pamit pulang dulu,"

"O-oh gitu... Gak mau nginep aja Noel? Sekarang udah jam sembilan malem loh nak."

"Gak Tan, seragam saya ada di apartement."

"Kamu punya apertement?" Galen menganggukan kepalanya.

"Ya udah kalo gitu, tante gak maksa." "Makasih Tan."

Mereka menyelesaikan perdebatannya, pria itu berdiri lalu mencium tangan punggung kedua orang tuanya Zea.

"Zea, kamu antar temen kamu ke depan," Zea yang di perintahkan hanya mengangguk saja.

Kamila merasa ada kesedihan di

mata pria itu, pemuda itu pandai sekali menutupi kesedihannya lewat dengan raut wajah datarnya.

Keduanya sudah ada di teras depan rumah Zea.

Galen berjalan menuju motornya yang terparkir di garasi pekarangan rumah Zea.

Lalu pria itu menaiki motor miliknya.

"Galen, hati-hati di jalan ya" ucapnya, seraya tersenyum manis.

Hati Galen menghangat.

Perempuan itu melambai tangannya sambil tersenyum manis.

Di balas senyuman juga oleh Galen. Tak lama Motor Galen melenggang pergi.

Zea bergeming di tempat.

la melihat senyuman tulus pria itu. Yang jarang di lihat oleh kebanyakan orang.

Mengapa Galen begitu tampan? Sampai ia tak sadar pipinya sudah memerah merona.

Zea menggelengkan kepalanya, ia tak mungkin tertarikan? Pasti, karana hanya Axel saja yang ia cintai.

Tanpa sadar Zea adalah orang yang beruntung mendapatkan senyuman itu selain omanya. Untuk pertama kalinya Pria itu senyum dengan senyuman tulus yang di berikan untuk Zea.

***