CHAPTER 22
Allea Thimson, kini ia menatap gedung yang menjulang tinggi di hadapannya. Sudah selesai kegiatan berjalan-jalan yang ia lakukan, sampai pada akhirnya ia sedikit menyerah untuk hari ini dan sampai di perusahaan ayahnya yang sudah pindah kelola oleh putra pertama, alias kakaknya.
Ini hari ketiga ia mencari Sean, namun belum ada tanda-tanda apapun. Apa alat canggihnya sama sekali tidak berfungsi untuk melacak dimana keberadaan Sean?
"Menginjakkan kaki di kehidupan orang-orang kantor yang membosankan."
Allea adalah tipe wanita yang aktif. Bahkan, ia selalu mengikuti kegiatan bela diri, taekwondo, karate, kung fu, dan lain-lainnya. Juga, terkadang ia mengikuti kelas menjadi pencuri bayaran. Ya memang terdengar bodoh karena bisa di bilang ia adalah kriminal bebas dan berlindung di balik nama Albert, tanpa Albert, ia adalah Allea biasa yang keberadaannya mungkin di incar.
"Dan selamat datang di kehidupan ku yang akan jomplang seratus persen."
Meskipun begini, Allea tidak pernah memperlihatkan jati diri ke orang-orang, bisa di bilang tidak akan ada yang tau seorang Allea Thimson adalah seorang kriminal.
"Selamat siang, Nona Allea, selamat datang." seorang doorman menyapanya.
"Siang." Allea dengan tatapan datar, masuk dengan menyapa sesekali jika ada yang menyapanya dan yang ia lakukan tanpa ekspresi.
Rasa dendam berkumpul di relung hati Allea, dan kini rasanya ia harus buru-buru mengetahui keberadaan Sean supaya semua ini semakin jelas.
Masuk tanpa memberikan senyuman. Dengan celana jeans berwarna biru, membentuk kedua kakinya yang terlihat ramping, crop top berwarna putih pun menjadi pilihan atasan dan di padukan dengan blazer. Ia tenang saja masuk ke perusahaan dengan memakai pakaian seperti ini, karena semua orang disinj juga mengenalnya sebagai putri dari pemegang perusahaan yang sudah tewas beberapa hari lalu.
Dunia kejam, banyak sekali pembunuhan berencana yang di adakan orang bayaran atau orang biasa sekalipun.
Intinya, kedudukan penting, pasti memiliki banyak cobaan. Seperti Albert, yang padahal hanya mengamankan chip penting perusahaan lain yang berada di luar NYC.
Kini Allea memasuki lift, tidak ada yang bertujuan sama dengannya karena ini masih jam kerja. Menuju lantai atas, setelah sampai pun langsung keluar dari lift dan kakinya melangkah dengan cepat untuk ke ruang kerja yang dulu di tempati Albert, kini menjadi milik kakaknya.
Walau terkesan tidak peduli, Allea tetap saja harus mengetuk pintu sebelum masuk ke ruangan yang ada di hadapannya.
Tok
Tok
Tok
(ketukan pintu)
"MASUK!"
Setelah mendengar perintah itu, Allea langsung masuk ke ruangan milik CEO, mendorong pintu dan kembali tertutup secara otomatis.
Allea dapat melihat dengan jelas ada laki-laki yang berdiri di samping jendela dengan cangkir di tangannya. "Sedang mengintip apa? Wanita sexy dengan pinggul mereka yang bergoyang?" Ia bertanya sambil melempar tubuhnya ke sofa. Setidaknya, sofa adalah tempat paling nyaman untuk merebahkan diri.
Laki-laki berperawakan tinggi, namun badannya besar, bisa di bayangkan bagaimana tubuhnya jika tidak ada sehelai benangpun yang menutupi dada, pasti terlihat jelas tubuhnya yang berotot. Ia menolehkan kepala ke sumber suara, ia tau kalau yang datang adalah adiknya.
"Saya melihat kedatangan mu dari lantai atas, sudah ku peringati untuk tidak berpakaian seperti itu saat ke kantor."
Mendapatkan teguran yang baginya terasa setuja kali ini pun Allea hanya memutar kedua bola matanya. "Apa? Aku berpakaian sesuai kenyamanan ku, bukan kenyamanan mu. Lagipula juga aku pulang dari pencarian, jadi tutup mulut mu dan jangan sok tau."
"Masih ingin mencoba mencari Sean? Kita semua tau kalau dia sulit di cari, lebih baik menyerah."
"Iya, memang sulit di cari, tapi aku tidak akan menyerah dan pasti mendapatkannya."
Sedangkan di sisi lain …
Di salah satu pinggir jalan, berdirilah seorang laki-laki dengan jelana jeans dan kaos oblong hitam yang di pakai ke tubuhnya. Ia memakai kacamata hitam, tak lupa kepalanya di tutupi oleh topi yang menjadikan orang yang melihatnya tidak dapat melihat atau bahkan menebak bagaimana wajahnya.
"Harus menggunakkan penyamaran yang kuno?"
Gadis di sebelahnya yang tengah mengantri membeli hotdog yang kerap kali menjadi kegemarannya jika melewati jalan ini bersama kedua temannya —astaga, ia sampai lupa belum mengabari Xena dan Orlin mengenai keadaan yang menimpanya—. Ya, dia adalah Erica.
Lalu, siapa lagi laki-laki di sebelahnya kalau bukan Sean? Sean, si laki-laki dengan penyamaran yang di katakan 'kuno' oleh wanita di sampingnya.
"Laki-laki yang kuno ini adalah assassin nomor satu di dunia, tolong di ingat." Sean menjawab sambil mencodongkan tubuh untukm berbicara setara bisikan kepada sang kekasih.
Erica juga berbicara dengan pelan, lagipula di sekitarnya ramai. Banyak pejalan kaki yang berlalu lalang yang artinya ada banyak obrolan yang meredam perkataannya.
Memajukan langkah karena posisi antrean berkurang yang artinya semakin dekat ia dengan pemesanan hotdog, lalu setelahnya kembali menatap Sean dengan tatapan penuh keberanian. Hei, sifatnya adalah pembangkang, apalagi pada laki-laki di depannya ini.
"Menatap ku seperti itu? Yakin? Kalau bisa, aku akan mencium—"
"Masum, enyahlah!" Erica langsung memukul perut Sean dengan dompet yang ada di tangannya.
Sean hanya terkekeh, bahkan tidak peduli kalau aksi mereka berdua terkadang menjadi arah pandang orang-orang. Mereka hanya mengobrol dan sedikit bercanda, bukan mengacaukan dunia, benar? Jadi tidak perlu merasa tak enak jika banyak yang melihat ke arah mereka.
Sean sedikit limbung, namun dengan cepat mengembalikan posisinya yang kembali mencodongkan tubuh, seolah tidak kapok dengan apa yang ia lakukan. "Mesum hanya untuk kamu," Sean menjawab dengan kedua alis yang di naik turunkan, namun ia tidak yakin kalau wanita di hadapannya ini dapat melihat gerakan alisnya.
Kenapa sekarang mereka bisa jalan-jalan keluat apartemen? Karena ini atas permintaan Erica itu sendiri, ini semua karena pembicaraan Sean yang mengatakan kerja sama dengan seorang mafia untuk meningkatkan kemampuan kriminalitasnya. Dengan alasan lain, Sean ingin mencoba hal baru selain membunuh, membunuh, dan membunuh.
Cuaca siang hari ini sangat cocok, berawan dan tidak menampilkan cahaya yang menyengat kulit sedikitpun. Sekalian refreshing otak karena kalau tidak, Erica rasanya ingin mencabik wajah tampak Sean dengan peralatan yang ada di mansion laki-laki tersebut.
"Sini aku aja yang antri, kamu cukup duduk manis disana dan gak perlu keluar tenaga."
Sean menarik tubuh Erica, dan ia menggantikan posisi berdiri wanita itu.
Sedangkan Erica? Ia mengerjapkan kedua matanya, bahkan tidak sangka kalau Sean memang se-peka itu. Atau jangan-jangan, ada salah satu sistem tubuh Sean yang rusak, ya? Maksudnya, kenapa sistem kepekaan laki-laki tersebut sangat tajam?
"Sekarang kau lebih mirip babu ku daripada kekasih ku, Sean, maaf harus mengatakan ini padamu."
…
Next chapter