Hari yang ditunggu-tunggu telah tiba. Hari ini, tiba saatnya Adriana menghadiri sidang perceraiannya karena telah menerima surat panggilan dari pengadilan. Dia berangkat dengan naik taxi, ditemani oleh Amanda karena kebetulan tidak kuliah.
Selama dalam perjalanan, Adriana terdiam sambil menatap pemandangan melalui jendela mobil. Semburat kesedihan terukir di wajah cantiknya. Siapapun yang menghadapi perceraian pasti merasa gugup dan sedih. Perceraian lebih menyakitkan dari sekedar putus dengan pacarmu. itulah yang Adriana rasakan.
"Kak, apa kamu baik-baik saja?" tanya Amanda yang melihat gelagat kakaknya yang seolah-olah tidak nyaman. Gadis itu terlihat sangat anggun dalam balutan celana hitam dipadu dengan kemeja dan blazer merah marun serta membiarkan rambutnya yang hitam kecoklatan tergerai begitu saja.
"Aku baik-baik saja, hanya sedikit gugup," jawab Adriana pelan. Wanita yang mengenakan terusan dress abu-abu dipadu dengan dan coat hitam serta menjepit sebagian rambutnya ke belakang itu merasakan jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya. Perasaan itu hampir sama dengan saat dia akan menikah, namun apa yang akan dia hadapi adalah perceraian.
"Kamu terlihat pucat, Kak. Apa kamu tidak ingin bercerai? Apa sebenarnya kamu masih berat dengan keputusan ini? " Amanda bertanya lagi, merasa khawatir dengan sang kakak.
"Aku yang menginginkan ini. Jangan khawatir, aku bisa menghadapi semua ini selama Evan, ibu dan kamu selalu bersamaku," jawab Adriana tersenyum seolah meyakinkannya bahwa dia baik-baik saja. Meski sesungguhnya dia merasa sangat rapuh dan terluka.
Sesampainya di depan tempat tujuan, Adriana dan Amanda langsung turun dari taksi. Mereka masuk ke gedung pengadilan yang cukup megah bergaya klasik berwarna cokelat kehitaman. Mereka berjalan menuju ruang tunggu tempat beberapa pasangan suami istri sedang menunggu giliran untuk mendapatkan keputusan dari hakim.
Adriana menatap Mark yang sedang duduk bersama Dave. Dia pun duduk agak jauh dari suaminya, sambil menunggu panggilan dari petugas pengadilan.
"Kamu tidak mengajak Evan?" tanya Dave pada Adriana. Mereka kebetulan duduk bersebelahan, sedangkan Amanda di sebelah kanan Adriana.
"Tidak, aku takut dia akan sedih melihat perpisahan ini," jawab Adriana tanpa menoleh ke arah Dave.
Dave mengangguk mengerti dan terdiam lagi. Pria yang mengenakan setelan jas hitam itu melirik Amanda yang sudah lama memperhatikannya. Merasa ketahuan diperhatikan, gadis itu langsung memalingkan wajahnya. Dia itu tersenyum tipis melihat tingkah adik Adriana, sedangkan Mark terdiam tanpa sepatah kata pun. Terkadang pria yang memakai setelan jas abu-abu itu meremas jarinya karena dia merasa frustrasi menghadapi sidang perceraian.
____
"Hari ini kami telah memutuskan bahwa Nyonya Greceline Adriana Peterson dan Tuan Mark William Anderson secara resmi bercerai," kata hakim sambil mengetuk-ngetuk palu hitam kecoklatan di meja pengadilan.
dok.. dok.. dok..
Adriana menghela napas kasar, membungkuk, dan memejamkan mata. Setelah keputusan dibuat. Ibu muda itu berusaha menerima kenyataan yang dipilihnya. Dengan bercerai dari Mark, sekarang dia resmi menjadi janda.
Adriana menoleh ke arah Mark yang duduk di sampingnya. Matanya berkaca-kaca saat melihat dengan pria yang pernah menjadi suaminya. Begitu pula, Mark juga tampak sedih melihat ibu dari anaknya yang kini sudah menjadi mantan istrinya.
Mark menggelengkan kepalanya seolah meminta Adriana untuk tidak menangis, sedangkan Dave dan Amanda hanya duduk diam mendengarkan persidangan yang telah diputuskan oleh hakim.
Setelah sidang selesai, saksi-saksi dan hakim pun keluar. Hanya ada Adriana, Amanda, Mark, dan Dave di sana.
Mark mendekati Adriana yang sedang duduk, tak bisa menyembunyikan kesedihannya. Karena setiap perpisahan pasti meninggalkan luka, meski perpisahan sudah menjadi pilihannya.
"Jangan menangis. Ini takdir kita," kata Mark sambil mengelus lembut rambut Adriana. Mantan istrinya diam dan mengangguk, lalu menyeka air matanya yang tidak bisa ditahan untuk jatuh.
Adriana bangkit dari kursi dan menatap Mark yang terlihat sedih, sementara Dave dan Amanda menatap malas pada Mark yang brengsek dan pembohong. Bagi mereka, sekali brengsek tetap brengsek.
"Jaga Evan baik-baik, aku akan sering menemuinya," kata Mark, lalu memeluk Adriana untuk terakhir kalinya.
Adriana menangis tersedu-sedu di pelukan mantan suaminya. Pria itu memejamkan mata dan mencium rambut harumnya seolah berusaha menahan kesedihannya karena inilah jalan yang mereka pilih karena bersama hanya akan terus mengukir luka.
"Jika kamu dalam masalah, telepon aku atau Dave. Evan akan tetap bersamamu tapi dia tetap tanggung jawabku. Aku tidak akan mengambilnya darimu," kata Mark pelan, karena ia tidak tega memisahkan ibu dari anaknya.
Menyadari posisinya kini bukan istri Mark, Adriana langsung melepaskan pelukannya dan mengusap air matanya dengan kasar. "Maaf. Aku terbawa suasana."
"Akulah yang harus minta maaf karena telah menyakitimu. Aku harap kamu bisa menemukan pria yang lebih baik dan tidak brengsek seperti aku." Mark terlihat rendah hati. Tapi tetap saja, dia terlihat seperti bajingan!
"Ya, tentu saja." Adriana tersenyum dan mengangguk. Tentu saja, dia akan mencari pria yang tulus mencintainya, tidak hanya mengasihani dan memberikan cinta palsu.
"Jaga dirimu dan Evan," kata Mark yang masih berlagak peduli. mungkin jika dia bertemu Maura, dia akan melupakan anak dan mantan istrinya itu.
"Kamu tidak perlu khawatir tentang Evan, dia selalu aman dan bahagia bersamaku," jawab Adriana sambil tersenyum tetapi masih ada kesedihan di wajahnya.
"Ya aku tahu, karena kamu adalah ibu yang baik dan penyayang."
Adriana menunduk untuk melihat jari manisnya yang masih terpasang oleh di cincin pernikahan dengan Mark. Dia segera melepas cincin itu, yang mungkin sangat mahal, karena mantan suaminya adalah seorang pengusaha kaya.
"ini cincin darimu, aku akan mengembalikannya," kata Adriana sambil menyerahkan cincin itu.
"Kamu simpan saja," kata Mark, menggelengkan kepalanya untuk menolak cincin itu.
"Untuk apa? kita sudah bercerai?"
"Simpan sebagai kenang-kenangan atau kamu bisa menjualnya jika kamu butuh uang," kata Mark
"Oke, kalau begitu aku pulang sekarang," kata Adriana sambil memasukkan cincin itu ke dalam tas kecilnya. Setelah itu, dia langsung mengajak Amanda keluar dari ruang sidang, lalu naik taksi untuk pulang.
Mark hanya menatap kepergian Adriana. dia memejamkan mata dan memijat keningnya karena merasa pusing, setelah melepaskan wanita yang telah menemaninya selama beberapa tahun.
"Apa kamu menyesal?" Dave bertanya dengan sinis.
"Aku tidak tahu," kata Mark, masih bingung.
"Kamu munafik!" Dave mencemooh. dia segera meninggalkan Mark tanpa mengajaknya pulang. Pemuda itu berjalan menuju mobilnya dan langsung meluncur ke rumah Adriana. Hmm, apakah dia mencoba mendekati mantan kakak iparnya itu?
.