Ben pun segera memasukkan kertas merah itu ke dalam saku celananya. Ia tidak ingin ibunya ataupun Liam sampai melihat kertas ancaman ini.
Jantung Ben berdetak dengan sangat cepat hingga ia pikir, ia akan meledak menjadi debu. Jangan-jangan, ibunya sedang dalam bahaya sekarang.
Ben segera keluar dari ruangan itu setelah memastikan tidak ada lagi kertas merah bertuliskan ancaman. Ia agak setengah berlari menuju ke pintu lift. Ia pun menyusul ibunya ke ruang hemodialisa.
Ben melihat Liam yang sedang duduk di ruang tunggu. Hatinya langsung lega. Liam menoleh padanya sambil tersenyum.
"Duduk sini, Ben." Liam menepuk kursi di sebelahnya. Ben pun segera menghampiri dan duduk di sana. "Mom sudah masuk dan sedang melakukan tindakan cuci darah."
Ben mengangguk. "Syukurlah."
"Kenapa wajahmu pucat sekali? Tidak apa-apa, Ben." Liam mengusap bahu Ben sambil menautkan alisnya. "Kamu tidak perlu khawatir begitu. Mom pasti baik-baik saja."