Briella memijat-mijat kepalanya yang berdenyut-denyut. Perutnya serasa dikocok-kocok, seperti botol soda yang sebentar lagi akan meledak.
Mobil pun berhenti dan pria itu membukakan pintu. Briella segera turun dan kemudian muntah di kaki pria itu.
"Iuh! Jorok sekali! Dasar sialan!" umpat pria itu sambil mendorong Briella untuk menjauh darinya.
Temannya yang lain menertawakannya dan kemudian menarik Briella ke dalam gedung itu. Briella benar-benar tidak tahu tempat apa ini. Ia hanya bisa pasrah saat pria itu menariknya melewati berbagai lorong dan pintu yang hanya bisa dibuka dengan menggunakan kartu khusus yang dipegang oleh pria itu.
Akhirnya, Briella pun dibawa ke sebuah ruangan ber-AC yang aromanya jauh lebih baik daripada aroma di mobil tadi. Ruangan itu pun cukup bersih dan nyaman dengan sofa kulit empuk yang sangat menjanjikan.
Galon di dispenser bergolak ketika sang pria menuangkan air ke dalam sebuah gelas. Briella menelan ludahnya. Demi Tuhan, ia haus sekali.
