Chereads / Cruel System / Chapter 4 - Kemarahan

Chapter 4 - Kemarahan

"Ke-kenapa dia Boss? Dia terlihat sedikit menakutkan". Tanya pria yang memegang pisau kecil itu ke pria di tengah yang masih tenang.

Saat ini pria asing yang menyerang Ansel, sedikit menjauhinya. Perasaan aneh yang membuat mereka merinding datang dari Ansel yang terluka.

Aura samar bewarna merah kehitaman di tubuh Ansel juga mengintimidasi mereka.

"Tidak ada yang perlu kalian takutkan! Dia sedang terluka, sedikit lagi buat dia pingsan. Lalu ikat dia agar bisa menjadi berguna bagi kita". Dorongan di ungkapkan oleh pria di tengah yang di panggil boss itu kepada dua lainnya.

Ansel menyerang dengan sangat cepat dan menggenggam wajah pria dengan tongkat pemukul itu seketika.

Dua lainnya terkejut melihat Ansel yang terasa tiba-tiba di depan teman mereka. Mereka benar-benar tidak dapat mengikuti pergerakan Ansel dengan penglihatan mereka.

'Apa yang sebenarnya terjadi? Bagaimana mana dia sampai berada?'. Pikir si boss itu yang terheran.

"Kau.., dasar kau sialan! Aku akan membalas apa yang telah kau lakukan kepada ibuku". Kata-kata Ansel yang mengancam dengan tekanan yang menakutkan.

Mendengar kata yang di keluarkan Ansel, dua lainnya menjadi heran. Namun mereka jadi berasumsi bahwa ibu Ansel mungkin pernah menjadi barang dagangan mereka. Dan diperkirakan Ansel saat ini ingin membalas apa yang telah terjadi.

Tenggelam dalam pemikiran mereka sendiri, pria yang di panggil boss itu mencoba menyerang Ansel. Suatu nyanyian kecil dengan bahasa yang terdengar aneh di ucapkan olehnya.

Lalu muncul api yang berbentuk bola di udara entah dari mana. Ternyata itu merupakan sebuah sihir yang di keluarkan dengan pengucapan nyanyian mantra.

"Triangle fire ball". Pria tersebut meneriakan dan menunjuk Ansel.

Dalam sekejap ketiga bola api tersebut terhubung dan membentuk segi tiga yang meluncur ke arah Ansel. Ansel yang berada tidak jauh dari pria tersebut tidak sempat menghindarinya.

'Duaaarrr....!!'

Ledakan yang cukup besar tercipta saat bola api itu menyentuh Ansel. Di lihat dari ledakannya, itu sepertinya cukup untuk meledakkan sebuah rumah biasa.

"Aaahahaha, mampus kau!". Ekspresi rasa puas yang di keluarkan oleh pria itu. "Tidak apa-apa jika kita tidak dapat menjualnya. Sebaiknya segera kita tinggalkan mereka, ledakan itu dapat membawa para anjing ke tempat kita".

"Ta-tapi bagaimana dengan teman kita boss?". Sahut pria dengan pisau kecil itu dengan khawatir.

"Tinggalkan saja, pasti dia ikut hancur dengan bocah tadi karena ledakan itu". Teriak boss itu dengan jengkel. Lalu mereka segera berbalik dan meninggalkan tempat itu.

Tapi dari ledakan tersebut, seiring api itu mulai padam, sosok bayangan yang masih berdiri terlihat samar.

Setelah menghilangnya api itu, terlihat jelas Ansel yang masih berdiri. Namun bola api itu benar-benar mengenainya. Matanya hanya tampak putih dan tidak bergerak sama sekali dengan pose masih meremas wajah pria sebelumnya.

Saat dua orang yang mau kabur itu menoleh ke belakang, pandangan itu cukup menghentikan langkah mereka. Mereka terkejut karena Ansel yang masih berdiri.

Dan tiba-tiba mata yang memutih itu kembali menampakkan pupil yang bergerak ke arah dua orang itu. Rupanya Ansel masih hidup dari serangan itu.

Melepaskan genggamannya, Ansel memutar tubuhnya dan dua mangsa selanjutnya sudah di pilih.

Dua pria itu gemetar ketakutan melihat Ansel yang mengarah ke mereka. Mereka mencoba mengeluarkan serangan acak. Bahkan pengguna pisau kecil itu terlihat seperti anak kecil yang mengayunkan mainannya.

"Apakah kalian sudah selesai?". Tanya Ansel yang mengintimidasi mereka sambil menerima serangan-serangan itu.

"Hiii.., Dasar monster sialan!!".

Setelah teriakan parau tersebut, Ansel bergerak ke arah mereka. Seketika menyobek tangan pengguna pisau itu dari tubuhnya. Darah berhamburan muncrat mengenai Ansel.

Lalu terakhir boss yang sudah mengeluarkan air matanya bercampur keringat itu. Dia mulai memohon untuk hidupnya. Perasaan bersalah telah mengganggu Ansel muncul di hatinya. Tapi semua ratapan itu sudah terlambat dan sia-sia.

"Kau hanya tersisa satu orang lagi untuk menyelesaikan quest". Suara Sistem yang terdengar seperti sedang tersenyum bahagia.

Ansel yang seperti kehilangan kesadarannya dan menjadi orang lain itu bersikap untuk mengakhiri questnya. Dia mencekik leher boss itu yang terus mengeliat. Hingga boss itu terdiam lemas dan tidak bergerak lagi.

"Selamat! Kau telah menyelesaikan quest pertamamu. Kau akan menerima hadiah segera". Ungkap Sistem setelah pria yang di cekik itu tidak lagi bernyawa.

Ansel yang perlahan tenang setelah membunuh ketiganya, mulai tersadar akan perbuatannya. Dia terlihat kaget dengan tubuh yang tergeletak dan penuh darah itu. Perutnya mual serasa ingin mengeluarkan isinya yang sedang kosong itu.

Dia mencoba berlari meninggalkan mayat-mayat itu. Sedih, takut, kecewa, marah, bercampur dalam hatinya. Ansel menangis ketika berlari menjauh.

Para penjaga yang datang terlambat hanya menemukan tiga mayat penjual budak tersebut sudah mati. Mereka sudah tidak dapat menemukan Ansel yang telah pergi. Ansel yang pergi tanpa arah akhirnya pingsan di dalam sebuah gang sempit antara rumah penduduk.

Setelah semua yang terjadi, dia kehabisan tenaga dan terkapar. Dia mencoba meminta maaf kepada ibunya sebelum kehilangan kesadarannya. Seperti penyesalan sebelumnya yang tidak mampu melindungi ibunya sendiri.

***

Setelah tertidur cukup lama, Ansel kembali terbangun. Dia membuka matanya dan merasakan seluruh tubuhnya sudah tidak terasa sakit. Itu perasaan aneh setelah luka akibat serangan sebelumnya.

Dia mencoba duduk dan bangun dari kasur tempat tidur. Tubuhnya terbalut kain putih yang mengeluarkan aroma ramuan herbal. Dia heran dan mencoba memahaminya.

Seingatnya, dirinya tidak berada di dalam bangunan, apalagi di atas tempat tidur. Ansel merasa bahwa ada seseorang yang telah membawa dan menyelamatkan dirinya ke sini.

Lalu suara langkah kaki yang terdengar pelan mendekat dari luar ruangan itu. Ansel sedikit waspada dengan langkah itu.

Sosok wanita dengan rambut hitam legam yang tergerai panjang sepinggang dan kulit putih dengan mata lebar masuk ke ruangannya. Bibir kecil itu lalu bergerak setelah melihat Ansel yang terbangun.

"Kamu sudah sadar? Apa kamu baik-baik saja? Sebaiknya kamu jangan bangun dulu". Suara gadis itu mencemaskan Ansel.

Dia bergegas mendekati Ansel dan bermaksud menopang tubuh Ansel dengan tangannya. Itu agar Ansel tidak terhempas saat merebahkan tubuhnya. Dia sangat cantik, begitu pula dengan sifatnya.

Ansel yang hanya terdiam awalnya kembali tersadar akibat rupa gadis itu. Pertama kali baginya merasa tertegun melihat seorang gadis.

"A-aku., aku sudah tidak apa-apa kok".Jawab Ansel yang telat dan terdengar gagap.

Gadis itu melihat Ansel dengan polosnya. Lalu mengkerutkan keningnya dan terus memandang Ansel. Itu seperti ada sesuatu yang salah di wajah Ansel.

Wajah Ansel memerah di pandangi gadis itu selagi heran. Kenapa dia memandang Ansel dengan wajah jengkel begitu. Meski begitu di hati Ansel, dia masih tetap cantik.

"Kamu itu sedang sakit! Seharusnya kamu lebih menghargai tubuhmu. Bagaimana kamu bisa seperti ini sih?". Tanya gadis itu dengan sedikit marah.

"Ehh? i-itu.., aku tidak., maksudku baiklah". Tidak mampu menjawab Ansel hanya setuju dengan gadis itu. Dia menghela nafas karena tidak bisa berkata-kata.

"Hmph, kalau begitu tunggu di sini! Aku akan membawa beberapa makanan untukmu".

"Ba-baiklah". Jawab Ansel yang hanya bisa pasrah. Tapi perutnya memang telah berbunyi karena belum terisi. Memikirkan makanan itu, dia sangat senang mendengarnya.

Dan gadis cantik yang merawatnya juga kelihatan sangat baik. Dia berharap akan mampu membalas kebaikan gadis tersebut. Karena dirinya memang suka membantu orang lain sebelumnya.