Chapter 19 - 19) Diculik

"Kejar! Jangan biarkan bajingan itu lari!" teriak orang yang terlihat seperti pemimpin dari kelompok tersebut. Ia menarik salah satu bawahannya, "Kau ikut aku."

Sepertinya dia memiliki sebuah rencana lain. Di saat para bawahannya berusaha mengejar Kevan, ia malah menaiki tangga lain dan bergegas ke lantai teratas dari gedung hotel ini.

Ia dan satu bawahannya terus menaiki tangga hingga tiba di sebuah pintu yang sepertinya menuju ke lorong di lantai teratas gedung hotel.

"Bos, sepertinya pintu ini dihalangi oleh sesuatu di sisi lain."

Si pemimpin itu menatap bawahannya dengan tatapan geram, "Lalu kau ingin bilang bahwa lebih baik kita kembali saja?"

"Ti-tidak, bos. Aku akan mencoba membukanya."

Bukk ... Bukk ... Bukk ...

"Aku tidak bisa—"

Clack~ ... Dor! ... Dor! ... Dor! ...

Si pemimpin itu menembaki pintu tersebut dan membuat beberapa lubang di sana. Pintu itu masih belum mau terbuka.

Bammm!~ ...

Setelah satu kali tendangan keras dari si pemimpin, pintu itu dan beberapa balok kayu yang tadi dipaku untuk menahan pintu pun hancur. "Bajingan ini cukup pintar. Jika zombie biasa tak mungkin bisa menerobos pintu ini."

Mereka berdua telah tiba di lantai teratas gedung hotel. Di lorong itu, mereka bisa melihat pintu-pintu kamar hotel di sisi kiri dan kanan.

"Periksa kamar-kamar ini satu persatu. Aku yakin bajingan itu menyembunyikan gadis-gadisnya di salah satu kamar di lantai ini."

"Baik, bos!"

Dor!~ ... Dor!~ ... Dor!~ ...

Mereka terus menembak gagang pintu dan mendobrak setiap pintu kamar satu persatu.

Setelah memeriksa beberapa kamar, masih belum menemukan di mana tempat Kayla dan yang lainnya berada.

"Bagaimana?" tanya si pemimpin yang hanya mendapatkan gelengan kepala dari bawahan yang ia bawa. "Kalau begitu, teruslah mencari!"

"Tapi bos, kenapa kita tak membunuh bajingan sialan itu dulu? Bukankah setelah membunuhnya, kita bisa mengambil para gadis dengan mudah?"

Si pemimpin menatap bawahannya itu dengan tatapan penuh amarah, "Dasar sampah tak berguna!"

Si bawahan terdiam tak mengerti kenapa tiba-tiba ia dimarahi.

"Apa kau tak melihat tanda di lehernya?"

"Maksudmu ... "

"Dia memiliki tanda dengan huruf C, sedangkan aku hanya memiliki huruf D. Tentu saja aku bukan lawannya!"

Setelah mendengar penjelasan pemimpinnya, orang itu mengangguk mengerti. "Tapi, apakah bajingan itu adalah teman dari bos besar?"

"Kenapa kau bisa berpikir seperti itu?"

"Aku tidak tahu. Hanya saja, kukira hanya bos besarlah yang tahu rahasia kristal otak zombie. Lagi pula, tanpa disuntik cairan khusus dari organisasi, tidak mungkin manusia biasa bisa hidup setelah menelan kristal zombie dan mendapatkan kekuatannya."

Si pemimpin itu terdiam sejenak. "Ada benarnya juga perkataanmu."

"Kalau begitu, jangan-jangan kita telah salah menyinggung orang?"

"Tidak," balas si pemimpin sembari menggelengkan kepalanya. "Bos besar tak pernah memberitahuku tentang bajingan ini. Meskipun mereka sama-sama memiliki huruf C di leher mereka, setidaknya jika memang mereka adalah teman, seharusnya sudah lama bos besar memberiku perintah untuk menjemputnya ke markas. Karena biar bagaimanapun, tak aman berada terus di luar markas."

Si bawahan kembali mengangguk, "Ya, kau benar. Mungkin bajingan itu hanya beruntung bisa menyerap kekuatan kristal zombie dari awal. Tapi, kenapa dia bisa tahu tentang kristal? Apakah—"

Duakkk!~ "Ouch! Bos, kenapa kau memukulku?"

"Karena kau terlalu banyak bicara! Kita harus segera menangkap gadis-gadis yang dia sembunyikan dan membawa mereka langsung kembali ke markas!"

"Ta-tapi, teman-teman kita semua ... "

"Aku tak pernah menganggap kalian para sampah tak berguna sebagai temanku! Peringkatku lebih tinggi dari kalian, kalian harus menurutiku! Lagi pula, mereka semua pasti akan mati jika berhadapan dengan seseorang berperingkat C. Jika kehilangan pasukan, mudah untuk membuat yang baru. Tapi, jika aku mendapatkan gadis-gadis itu, aku bisa menikmati dunia yang sudah kiamat ini, hahaha!~ ... "

Clack~ ...

Suara pintu terbuka membuat mereka menoleh. Di pintu paling ujung lorong lantai teratas gedung hotel itu, sebuah daun pintu baru saja terbuka. Seorang gadis melangkah keluar. Namun saat tatapannya bertemu dengan kedua penjahat, gadis itu terdiam.

"Bos, mereka di sana!"

Si pemimpin kelompok penjahat itu tersenyum lebar.

"Nadine, kenapa ka—"

Dengan cepat Nadine membungkam mulut Yurisa dan menyeretnya kembali masuk ke dalam kamar. Ia juga segera mengunci pintu dan berlari ke arah sofa.

"Cepat bantu aku halangi pintu!"

Yurisa, Kayla dan Rea tak mengerti apa maksud Nadine.

"Kenapa kau ingin menghalangi pintu dengan sofa? Bukankah kita sudah sepakat akan membantu Kevan? Lagi pula, bagaimana Kevan bisa masuk nanti kalau pintunya kau halangi?" celetus Yurisa tanpa henti.

Nadine menatapnya dengan tatapan serius, "Cepat atau kita semua akan mati!"

Tok~ ... Tok~ ... Tok~ ...

"Gadis-gadis manis, buka pintunya selagi aku bersikap lembut kepada kalian." ucap seseorang dari balik pintu.

"Siapa itu?" tanya Yurisa. "Apakah ada penyitas juga seperti kita?"

Tok~ ... Tok~ ... Tok~ ...

"Aku tak akan memintanya untuk ketiga kali. Jika kalian masih belum membukanya, jangan salahkan aku jika bersikap kasar!"

Mereka semua menatap tak mengerti ke arah Nadine. Namun Nadine hanya diam tak mengatakan apapun.

Bammm!~ ...

Pintu itu didobrak dengan mudah. Dan di sana, Nadine, Kayla, Yurisa dan Rea bisa melihat dua orang lelaki berdiri menatap mereka dengan senyum yang jauh dari kata ramah, lengkap dengan senjata api yang mereka pegang.

"Ikat mereka, kita harus cepat pergi sebelum bajingan itu menyadarinya."

"Baik, bos!"

"Hey, apa yang kau lakukan!" teriak Yurisa yang kedua tangannya sedang diikat ke belakang. Dia yang berdiri paling dekat dengan pintu.

Baru saja Nadine ingin menyelamatkannya, namun Rea telah di sandera oleh salah satu penjahat itu. "Menurutlah atau kubunuh anak ini."

Hal itu membuat Nadine dan Kayla tak dapat melakukan apa-apa.

Si pemimpin yang menyandera Rea tak bisa menyembunyikan rasa bahagianya. Ia sudah membayangkan apa yang akan ia lakukan terhadap keempat gadis yang berhasil ia tangkap ini saat ia sudah membawa mereka kembali ke markas nanti.

Di sisi lain, Kevan baru saja membunuh orang terakhir yang mengejarnya. Dengan kedua tangannya bersimbah darah para penjahat yang ia lawan, Kevan terdiam dalam keheningan yang cukup aneh.

Ia mengedarkan pandangannya ke sekitar, "Aku telah membunuh semua bawahannya. Ke mana pemimpinnya pergi? Tak mungkin dia lari begitu saja, bukan?"

Kevan kini berada di salah satu kamar di lantai tiga gedung hotel. Ia sengaja memancing orang-orang bersenjata lengkap itu untuk mencarinya di setiap kamar dan membunuh mereka satu persatu seperti sedang bermain petak umpet.

Selain karena itu adalah taktik gerilya yang cocok dipakai untuk menghadapi banyak orang sendirian, ia merasa bahwa tak ada salahnya sedikit bersenang-senang dengan para penjahat itu sebelum membasmi mereka satu persatu.

Brummmmm~ ...

Suara engine mobil yang baru saja dinyalakan terdengar dari luar.

Kevan melangkah mendekat ke arah jendela dan mendapati Kayla, Nadine, Yurisa dan Rea sedang dibawa masuk ke dalam mobil. Sang pemimpin kelompok tadi menatap balik Kevan dan tersenyum dengan aksen mengejek.

Dan dalam sekejap mobil itu pergi meninggalkan area gedung hotel.

Kevan diam beberapa saat.

"Haha ... Hahaha ... Hahahaha~ ... "

Tawa keluar dari mulutnya. Tatapannya menjadi tajam dan ekspresinya mengeras.

"Hahaha ... Aku akan membunuh mereka semua ... Hahahaha~"

Keempat gadis itu berhasil dibawa kabur oleh kelompok penjahat yang memiliki ukiran huruf di leher mereka. Sementara Kevan, sepertinya ia sudah tak akan menahan diri lagi.

Mereka berhasil diculik oleh kelompok penjahat itu.

Semoga saja Kevan bisa menyelamatkan mereka sebelum terjadi hal-hal yang buruk kepada mereka.