Chereads / BABY DOLL / Chapter 12 - Patah Hati yang Terlupakan

Chapter 12 - Patah Hati yang Terlupakan

"Maaf, aku mengganggu kalian." Sambungnya lagi, tapi ini benar-benar darurat membayangkan jika tikus itu berkeliaran saat ia tidur dan mungkin akan mengerayangi kaki. Regina kegelian hanya dengan membayangkan itu.

Riyu menutup pintu dengan dirinya berada di luar. Tanpa suara menuju pintu apartemen Regina.

"Kau mau ke mana?" tanya Regina, menghalangi Riyu masuk.

"Kau ingin bantuan?" tanya Riyu. Dengan suara berat, juga dalam, tapi tetap nyaman didengar. Mengagumkan hanya karena suaranya saja, Regina meneguk ludah.

"I-iya." Regina baru menyadari jika itu adalah pertama kali ia mendengar suara laki-laki itu.

"Kalau begitu minggir."

Riu masuk mendahului Regina. Regina segera menyusul.

"Di lemari bawah wastafel." Tunjuk Regina.

Riyu berlutut dengan satu kaki terlipat. Seperti mudahnya ketika tadi membawa kardus regina, ia juga membuka lemari tanpa ragu.

Regina naik ke atas kuri. "Bagaimana?"

"Tidak ada apa-apa."

"Yang benar?" Regina memanjangkan lehernya, menyipikan mata ke arah dalam lemari. "Tapi aku mendengar sesuatu bergerak di sana."

Riyu memindahkan botol-botol juga menggeser mangkuk-mangkuk plastik. Bahkan memasukan kepalanya ke dalam lemari. "Tidak ada."

"Benarkah?"

Riyu mengeluarkan kepalanya dari lemari dan memandang Regina datar. "Kau ingin aku membongkar lemari ini untuk memastikan?"

"Tidak!'

"Memang tidak akan kulakukan."

"Tapi bagaimana kalau ternyata tikus itu benar ada dan sudah bersembunyi di suatu tempat."

Riyu menepuk nepuk bahunya dari debu. "Maka kau bisa mengurusnya sendiri."

Riyu sudah hendak pergi tapi regina menghalangi langkahnya. "Tunggu... maukah kau memeriksa semua tempat lainnya?"

Sesaat Riyu diam.

"Aku hanya perlu memastikan jika memang tidak ada binatang di sini. Aku tidak akan bisa tidur malam ini kalau memikirkan akan ada sesuatu yang berkeliaran," sambung Regina.

Semula Riyu tidak bergeming melihat Regina sudah hampir menyerah untuk membujuk. Riju justru berlalu melewati Regina.

Regina hampir mengira laki-laki itu akan pergi, tapi ternyata tidak. Riyu kembali setelah mencari sesuatu di dalam kamarnya. Lalu memeriksa ulang ruang di bawah meja dapur.

Semua barang di dalam lemari itu dikeluarkan satu per satu. Ada tempat yang terlewat dibersihkan Regina hingga debu dan sarang laba-laba mengenai tubuh dan kepala laki-laki itu.

Regina merasa tidak nyaman telah merepotkan, tapi ia juga tidak memiliki pilihan lain. Saat setengah tubuh laki-laki itu berada di dalam lemari, Regina bertanya. "Kau menemukannya?"

Tidak ada jawaban. Beberapa menit selanjutnya hanya diisi suara barang-barang bergeser lalu Riyu keluar dari dalam lemari, dengan memegang tikus yang masih hidup. Regina menjerit dan melemparkan nampan kosong yang ada di meja ke arah Riyu.

"Maafkan aku," Regina menyadari gerak refleksnya. "Kau tidak terluka?"

Sambil mengusap dahi Riyu berdiri. Penampilannya berantakan walaupun masih terlihat tampan. Rambutnya penuh debu dan t-shirt putihnya sudah kotor.

"Masalahmu selesai." Katanya lalu membawa tikus yang masih bergerak-gerak ingin meloloskan diri itu pergi.

Regina sempat terdiam. Memandangi lemari dapurnya dan pintu yang masih terbuka. Sial, ia benar-benar menyusahkan orang yang tidak dikenalnya bahkan di hari pertama kepindahannya.

Sebelum rasa tidak nyaman semakin menggerogoti, Regina menuju pintu tetangganya yang baik hati itu. Mengetuknya beberapa kali tapi pintu itu tidak terbuka.

"Apa dia marah? Bajunya kotor, kenapa tidak dibuka?" guman Regina.

"Atau jangan-jangan kepalanya berdarah kena nampan tadi?" gumam Regina lagi.

Akhirnya Regina mengetuk lebih cepat. Regina tidak ingin menggedor tapi ia terlalu panik, tanpa mengira apapun Regina memutar handle pintu yang ternyata tidak terkunci. Regina terkejut, namun mencoba mengintip dari celah kecil di sana.

"Permisi," dibukanya pintu lebih lebar dan kekosongan menyambutnya.

Regina masuk dan menyadari kaki telanjangnya menjejak lantai kayu yang sejuk. Aroma kamar itu membuat tubuhnya nyaman. Seluruh dindingnya berwarna putih. Jendelanya juga besar. Bertirai putih senada dengan sofa, hanya lampu duduk di sofa yang menyala dan tidak ada siapa-siapa di sana.

Selera Cassandra sangat anggun dan nyaman. Regina masih memperhatikan sekelilingnya, tertarik gatal untuk mengintip pada laptop menyala di sofa. Tapi mencoba menahan keinginan tidak sopannya, karena masuk tanpa permisi saja sudah keterlaluan, Regina lalu berucap. "Halo... ada orang? Aku Regina, tetanggamu yang tadi meminta bantuan. Aku hanya ingin berterima kasih."

"Sama-sama."

Suara itu membuat Regina melompat di kakinya dan berbalik. Riyu berdiri di ambang pintu, yang lalu menuju dapur dan mencuci tangannya di sana.

Regina penasaran. "kau apakan tikus itu?"

"Kuletakan di jalan samping gedung."

"Maaf aku masuk begitu saja. Kukira ada Cassandra. Aku juga ingin berterima kasih soal pintuku tadi siang."

Laki-laki itu keluar dari dapur sambil mengeringkan tangan. Sambil menatap Regina.

"Kita belum berkenalan. Aku Regina, kau bisa memanggilku Rere."

Riyu meletakan kain lap yang dipakaikan tadi ke atas counter dapur. "Kau tidak mengenalku?"

"Ya, Cassandra memberitahu namamu," jawab Regina. Melihat Riyu mengerutkan kening, Regina seperti merasa salah berkata.

Riyu mendekati Regina sampai cukup dekat sampai pada kaki telanjuangnya.

Riyu bertanya dengan nada rendah. "Siapa namaku?"

Regina perlu mendongak karena perbedaan tinggi tubuh mereka. Puncak kepalanya hanya sebahu laki-laki itu. Dan apa ini? Ada apa dengan jantung Regina?

"Riyu," suara Regina seperti terjepit. "Kau Riyu."

Lalu tiba-tiba saja Riyu meloloskan t-shirt putihnya melewati kepala. Membuat lelaki itu telanjang dada.

Regina menarik napas tertahan dan menutup mata dengan tangan. "Apa yang kau lakukan?"

"Membuka baju." Sahut Riyu santai.

"Untuk apa kau membukanya?" Regina mengintip dari sela jari. Astaga.

"Karena kotor."

"Maaf soal itu. Aku bisa mencucinya untukmu?"

"Aku punya ide lebih baik." Tanga Regina disentuh dengan lembut, untuk dibawa turun dari matanya. "Mau membantuku mandi?"

Regina melangkah mundur. Riyu jelas sedang menggodanya. Padahal lelaki itu punya pacar. "Di mana Cassandra?"

"Kau memang belum menyadarinya atau kau memang bodoh?

"Apa?"

"Tidak ada Cassandra di sini. Ini apartemenku."

Regina terkesiap, tanganya yang menutup mata beralih ke mulut.

Jadi yang menjadi tetangga adalah Riyu?

Tanpa menunggu rasa malunya melesat jauh, Regina langsung berbalik ingin keluar dari sana. Tapi Riyu terlalu cepat menggapai tangan Regina. Karena tarikan itu tiba-tiba, juga tanpa diduga, Regina terdorong lebih dekat berdiri di hadapan Riyu.

"Ke mana?" tanya Riyu masih menggoda wanita ini yang terlihat tegang karena ajakannya tadi.

"A-aku akan kembali ke apartemenku."

"Kau takut padaku?"

"tidak." Walaupun sebenarnya iya.

Regina mencoba melepaskan tangannya yang masih berada dalam cengkraman Riyu. Lelaki itu memeganginya kuat, tapi tidak menyakitkan. Tapi bukan itu yang mengkhawatirkan melainkan jarak di antara mereka yang menipis.

Dengan sisa keberanian yang entah di mana Regina dapatkan, ia membalas tatapan Riyu. Yang juga menatapnya seolah menunggu Regina. Keduanya berdiri diam. Kaku. Bagai patung tak bernyawa tapi jelas Regina sedang menahan napas.

Tidak ada yang salah. Lelaki itu asing, tapi entah mengapa Regina betah berlama-lama memandangnya.

Perlahan cengkraman di tangan Regina melonggar. Ketika benar-benar terlepas ia tidak menunggu untuk berbalik dan berlari kembali ke apartemennya.

Regina mengunci pintunya dua kali lalu mundur dengan mata mengerjap. Apa-apaan itu tadi? Ia memegangi dadanya yang berdegup kuat hampir menyakitkan dirasakannya.

Debaran ini berbeda. Yang membuatnya melupakan patah hatinya begitu saja.