"Lalu apa itu?"
"Aku kesepian!" dia berteriak dan kemudian menutup mulutnya dengan tangannya seperti dia baru saja mengaku menendang anak anjing.
Dan sesuatu di dadaku retak.
Karena aku tahu tatapan itu.
Aku tahu perasaan itu.
Aku kesepian selama setahun terakhir.
Ada tetapi menolak untuk menikmati keberadaan aku yang sebenarnya.
Bangun setiap hari, bertanya-tanya kapan segalanya akan mulai terasa berbeda. Berbohong kepada teman-teman aku bahwa aku baik-baik saja, berbohong kepada keluarga aku bahwa aku tidak masih sakit parah, hati aku membutuhkan triase.
Kesepian?
Aku memahami kesepian mungkin sama seperti aku memahami kemarahan.
Jika amarah adalah belahan jiwaku.
Kesepian adalah hatiku.
"Ayo," teriakku. "Aku tidak bisa membiarkan ayahku melihat kami berdebat di tepi kolam lagi; dia hanya akan mendorongku masuk dan mencoba menenggelamkanku."
Dia terkesiap.
