Alex tidak tenang. Ia mondar-mandir di kantornya sementara Suzie duduk di sofa sambil memperhatikannya.
Usai mendapatkan surat itu, ia memang tidak tenang sama sekali. Dirinya merasa kalut, sedih, marah, dan kecewa. Semua menjadi satu dalam dadanya. Ia tidak tahu harus apa lagi sementara melihat Mayleen yang menatapnya dengan dingin, ia begitu kesakitan.
"Tanda tangani saja jika kau setuju," kata Suzie memberi saran.
"Itu keinginanmu atau yang terbaik untuknya?" tanya Alex padanya.
Suzie mengedikkan bahunya. "Kau bisa melihat sendiri ekspresinya seperti apa padamu, Alex. Kau yang mengenalnya."
Memikirkan surat yang pagi ini datang ke kantornya saja ia sudah begitu pusing. Kenangan-kenangan yang muncul di kepalanya tentang Mayleen dan dirinya begitu menguasainya. Ia tak mampu menahan kenangan itu yang tiba-tiba muncul.
Dilihatnya lagi surat itu yang mana ia hanya menandatanganinya saja untuk setuju jika mereka akan bercerai.