"Persetan, Merah. Kau membunuhku." Aku menjatuhkan kepalaku ke belakang.
Tangannya melingkari penisku. "Bagus dan tebal…panjang, betapa aku menyukainya maksudku, bukan aku. Itu tidak pantas. Sangat panas saat disentuh. " Gandi mencondongkan tubuh. "Bau… sial, sangat kuat dan maskulin. Aku sangat terkesan sejauh ini, Tuan Alexander."
Seolah-olah dengan sendirinya, tanganku bergerak ke arahnya lagi, tapi aku menyentaknya kembali ketika Gandi mengecupku lagi.
"Aku yakin aku harus mencicipinya... Apakah kamu setuju, Tuan Alexander?"
"Persetan ya."
"Bahasa, bahasa," godanya sebelum menghisapku. Aku mendorong pantatku dari kursi, penisku mengubur di belakang tenggorokannya.
"Kotoran. Maaf, Perawat."
"Kami perlu menguji daya dorong mu. Tolong lanjutkan."
"Terima kasih Tuhan," jawabku, memompa pinggulku, meniduri tenggorokannya yang berbakat. Tidak ada yang bisa mengambil ayam seperti anak ku.
Gandi tidak membiarkan ku bermain lama sebelum dia pergi.
"Tolong," pintaku lagi.