" Kenapa hari ini tenang sekali ya..? perasaan ku jadi tidak enak"
" Tidak mungkin.." Mengerutkan alis menatap Gres " Mungkin hari ini kau bebas dari kutukan kesialan mu"
" PERHATIAN UNTUK SISWA BERNAMA SEN GRASS UNTUK KERUAGAN GURU SECEPATNYA"
" Tuh kan" Kata Gres sambil menjentikan jari nya, seolah hal ini memang yang ia harapkan
Tidak bisa di pungkuri , ramalan kesialan tujuh belas tahun lalu , seperti nya memang berputar di sekitar ku, seperti lubang cacing yang menghisap apapun, seperti itu lah diri ku, lubang cacing yang menghisap kesialan, jika satu hari saja tidak terjadi hal yang aneh.. sungguh itu akan membuat ku tidak tenang dan takut.
Di ruang guru
" Permisi , ibu memanggil saya?" Mengintip di balik pintu yang terbuka kecil, menyelipkan kepala nya di celah pintu
" Oh.., Gres, masuk lah. Ibu sudah menunggu mu dari tadi, setelah mengoreksi punya teman mu"
" Jadi.. masalah apa bu? Soal kertas ujian ku kan?"
" Eh.." ibu guru tersenyum tidak enak " Begini.. karena ibu kurang hati-hati meletakan cangkir kopi.. jadi kertas mu terkena tumpahan kopi ibu..." Menunjuk kertas di tumpukan kertas yang telah di pisah kan, semua nya bewarna cokelat dan ujung-ujung kertas menjadi keriting karena basah " maaf kan ibu, ibu sudah berusaha untuk mengeringkan nya.. tapi hasil nya" Memperlihatkan selembar kertas kearah Gres " Tulisan nya hilang semua"
"Tidak apa-apa bu, ini bukan salah ibu, hanya dewa kesialan saja yang tidak mau lepas dari ku" Menelan ludah setelah melihat kertas ujian nya berbentuk seperti kertas gorengan yang di buang ke sampah " Hm... jadi berapa banyak yang harus ku ulang bu"
" Semua nya"
" Maaf bu, tadi apa kata ibu?" Mendengar hal itu .. seperti hidup ku juga sesingkat perkataan nya
" Semua nya.., dari ujian mu di hari pertama sampai hari terakhir.., " Garuk-garuk kepala tidak enak " tapi aku rasa itu tidak sesulit sebelum nya kan, karena kau murid pintar dan pasti kau mengingat jawaban mu yang sebelum nya kan?"
Dan akhir nya aku harus mengerjakan nya sampai malam, memandang gedung sekolah dan sekitar nya , aku baru menyadari kalau aku tidak pernah menatap sekolah ini di malam hari.. ternyata tidak seburuk yang ku bayang kan, memutarkan badan nya sambil menghirup udara malam di sekitar nya, memejamkan mata sambil mengerakan tangan nya ke atas , melepaskan penat dan lelah tubuh nya
Tuk tuk tuk..
Tiba-tiba saja ada yang mengetuk bahu Gres, saat itu juga Gres terdiam, menurunkan tangan nya pelahan-lahan dan mulai berpikir, jam segini tidak mungkin ada murid lain di sini.. jadi tangan siapa ini? Menatap tangan yang berada di bahu nya. Maling? Atau rampok?
" Hei.. Gres, ini aku.. Theolinus"
Mengerakan leher nya kearah Theo , mengambil nafas sedalam-dalam nya dan memegang dada nya.. " Kau mengagetkan ku saja? Kenapa kau bisa di sini"
" Ku dengar kesialan mu berlanjut.. maka nya aku ke sini" Nyengir
" Jadi kau datang hanya untuk itu?"
" Bukan.. aku mau mengucapkan terimakasih.. karena kalau saja kau tidak menyuruh ku menelpon ibu ku, mungkin dia sudah tidak ada di sini. Tadi nya aku kerumah mu.. tapi katanya kau belum pulang"
" Ah.. bagaimana keadaan ibu mu?"
" Dia.. hanya lecet karena terjatuh saat berlari, begitu kau meneriaki nya , dia kaget dan berlarian kearah lain, ibu ku menyuruh ku membawakan ini untuk mu" Menyodorkan kantong
" Eh... tidak perlu repot-repot.. aku hanya kebetulan melihat nya saja" walaupun menolak tetap saja tangan memegang kantong yang di berikan, dan melihat kedalam apa isi nya
" owh.. ya sudah kalau tidak mau" Menarik lagi kantong yang di berikan , Gress hanya bisa menatap terus ke kantong itu "bagaimana kau bisa mengetahui kejadian itu"
" Hm... saat menatap mata mu" Masih menatap kantong " Setelah itu aku melihat mu menangis di depan ibu mu"
Memandangi mata Gress yang menuju kantong, mencoba mengerakan kantong itu ke kanan dan ke kiri, dan secara otomatis mata Gress mengikuti arah kantong tersebut, dan kantong tersebut berhenti tepat di depan Teo " Jadi.. apa kau benar-benar tidak menginginkan nya?" mengoyangkan kantong itu ke kiri dan kanan " Sekarang apa yang kau lihat?" Menatap mata Gress
" Seperti nya makanan di kantong itu enak, ibu mu kan memberi kan nya kepada ku.. kata nenek ku, tidak boleh menolak pemberian orang tua" Menarik kantong itu dari Teo " Kalau kau ingin di ramal, datang lah kerumah ku.. bukan dengan ku. Kau bisa meramal apapun di keluarga Sen.. , seperti kau tidak tau saja aku ini siapa di keluarga itu" Berjalan meninggalkan Teo " tapi ngomong-ngomong terimakasih banyak atas hadiah nya"
" Tunggu aku.." Berjalan mengikuti Gres "Memang nya kenapa kalau kau memang bagian mereka, kau juga bisa membaca nya kan? Seperti tadi contoh nya"
" Itu hanya kebetulan saja.. jangan bilang kau mau meramal gratis ya.."
" Coba tatap mata ku sekali lagi" Berdiri di depan Gress dan memegang bahu Gres, menghentikan langkah nya dengan mencengkram pelan bahu nya
Menatap mata Teo " Apa? Ada kotoran tu di mata mu" Aku selalu menghindari kontak mata dengan orang lain, karena dengan begitu.. aku tidak perlu capek-capek melihat kehidupan lalu , masa depan dan kata hati mereka, aku selalu menghindari mereka secara tatapan maupun kontak fisik
" Kenapa kau menghindar? Kau takut?"
" Karena aku tidak percaya akan ramalan." Menatap mata Teo " Lepaskan tangan mu.. aku mau pulang" " Ah.. kau tidak takut pada ku?" Nyengir lebar
" Kenapa takut pada mu? "
" Karena aku bisa membaca pikiran mu, saat kau menyetuh ku dan saat kau melihat mata ku.. Suka.. aku sangat suka. Itu kan yang kau pikirkan"
"A.. apa yang kau katakan? " Kaget sampai tergagap dan memerah
" Tapi.. apa yang kau sukai?" Membalikan badan kehadapan Teo
Mengerutkan Alis, " Tidak ada.. hanya suka saja, aku kira kau mengetahui semua nya, ternyata kau masih sangat polos, begitu saja tidak tahu"
" Aku benar-benar tidak mengerti kata-kata mu"
" Sudah .. pulang sana"
Selama ini aku selalu menghindari kontak fisik dan menatap mata seseorang.. entah kenapa aku mau menatap mata Teo.., orang yang hanya bisa ku izin kan hanya Verlita seorang.. karena pemikiran nya yang susah ku baca, begitu banyak orang dalam pikiran nya, aku mengetahui ia dapat berbicara dengan makhluk gaib, karena makhluk itu berbicara lewat pikiran Verlita, karena itu aku tidak dapat membaca pikiran nya, baik menyentuh atau melihat mata nya, aku sangat nyaman dengan nya, karena dia orang yang sangat jujur
" Kau baru pulang Gres? Mama sudah menyiapkan air panas.. dan setelah itu ke dapur lah makan, Bagaimana hari mu ?"
" Oh.., seperti biasa, lubang cacing dalam diri ku masih menarik peristiwa-peristiwa aneh dan kesialan di sekitar ku" Berjalan ke kamar mandi
" Itu karena memang kau terlahir sial" Lanjut Jacksen
" Jangan bicara seperti itu.. bagaimana pun dia kakak mu" pembelaan ibunya sambil mengambil nasi untuk Gres
"Bukan kakak kandung"
"Jack.. apa kau perlu mengungkit nya" Menghentikan kegiatan nya dan langsung menatap Jacksen tajam sambil mengatakan dengan nada naik
" Sudah-sudah.. di meja makan jangan beribut, itu sangat tidak baik" Lanjut Papa
" Tenang saja, setelah lulus dari sini aku akan berkuliah di luar kota " Gres, mengeringkan rambut nya dan duduk di meja makan, menatap Jacksen tanpa menatap mata nya
"Ini makan ini, kau pasti sangat lelah karena seharian di sekolah" Meletakan ikan di piring makan Gres
" Kenapa hanya dia ma, memang nya aku bukan anak mu?" Protes Jacksen
" Kau bisa mengambil nya sendiri, kau kan anak laki-laki.. tidak boleh bermanja-manja"
" Selalu saja dia.. aku lah yang seperti anak angkat di keluarga ini"
" Ini makan ini.. makan yang banyak biar kau tumbuh tinggi, dan punya tenaga untuk meneruskan keluarga ini" Papa memberikan banyak sekali makanan di piring Jacksen
Kami berdua tidak pernah sekali akur, dia selalu iri jika mama memberi ku sesuatu, keluarga ini seperti terpecah belah sejak aku datang ke sini, aku tau kalau mama hanya merasa bersalah pada ku karena tidak dapat membesarkan dan melindungi nya, karena itu lah yang terpancar di sorot mata nya, dan aku tidak pernah telap untuk menatap mata Jacksen karena setiap kali aku tak sengaja menatap nya, kata-kata di pikirannya membuat ku terpuruk, sedih dan marah.. karena dia hanya mengharapkan ku pergi dari keluarga ini karena aku adalah anak adopsi saja, dan papa tidak berani menatapku karena rasa bersalah nya, dia selalu menghindari kontak dengan ku. Berada di sini seperti berada di neraka, sungguh aku hanya ingin tinggal dengan Senpe saja. Dia menyayangi ku apa ada nya, walau terkadang dia merasa kasihan pada ku
" Besok .. aku akan tinggal dengan Senpe saja, sampai hasil ujian ku keluar"
" Kenapa? Kau kan baru beberapa hari saja di sini.. tinggal lah lebih lama"
" Hm.. karena Senpe tinggal sendirian, aku tidak tenang, dia sudah tua.. aku tidak bisa terlalu lama meninggalkan nya"
" Sungguh kau anak yang berbakti sayang" Mama Mengelus wajah Gress
" Tadi teman mu mencari mu ke sini, ada apa? Seperti nya dia buru-buru" papa menanyakan ke pada Gress
" Hm.. aku lupa mengembalikan barang nya saja" Tiba-tiba mengingat makanan di kantong yang di beri Teo " Aku sangat lelah , aku ke kamar dulu"