Chereads / I DON'T BELIEVE MY DESTINY 1 / Chapter 30 - Praktik Mayat

Chapter 30 - Praktik Mayat

" Well... semua bahan praktik sudah di meja mayat..? gunakan sarung tangan kalian dan juga penutup wajah.. , ingat.. tubuh ini penuh dengan bakteri... virus.., kuman menjijikan.. baik tubuh kalian ataupun mayat di depan kalian" Profesor Paul menjelaskan sambil berjalan mengelilingi meja pemandian mayat yang terbuat dari stenlis.

Sementara Gress terjongkok di depan meja mayat, sambil merangkupkan kedua tangan nya dengan kuat sambil memejamkan mata dan dalam hati nya ia berdoa.. agar pesanan nya datang pada saat yang tepat. Benar saja.. bahan praktik yang di pesan oleh Gress sebulan yang lalu belum juga ada di depan mata nya, sementara semua peserta telah bersiap untuk membuka kantong di depan mata mereka

" Permisi..." Suara laki-laki di depan pintu masuk ruang praktek mengalihkan kegugupan semua peserta , lelaki itu berjalan sambil menatap kearah sekitar, menyari orang yang telah memanggil nya " Nona Sen Grass.." Lanjut pria tersebut

" Ya.... Di sini" Gress langsung berdiri dengan muka semuringan, mengangkat tangan nya dengan tinggi

" Pesanan anda telah tiba" Kata lelaki tersebut dan mulai mendekati Gress , berhenti tepat di samping wajah Gress dan membisikan sesuatu " Dengan harga segitu aku hanya mendapatkan barang ini.. , tenang saja.. ini masih segar.., baru saja tadi malam di temukan" Senyum pria tersebut dan langsung pergi begitu meletakan barang praktik tersebut

Jantung ku berdetum cepat, kata-kata pria tadi terus tergiang oleh ku, maklum saja...tidak ada yang benar-benar mulus didalam hidup ku ini. Mungkin karena pikiran ku yang selalu tidak tenang membuat magnet kesialan selalu bergerak di sekitar ku.

" Baiklah... buka perlahan reseliting penutup mayat tersebut, di universitas ini tidak akan meluluskan seseorang yang pingsan selama praktik berlangsung. Camkan itu" Prof Paul berdiri di depan , sambil memegang pisau bedah

Suasana menjadi tegang..., urat-urat nadi di sebagian wajah peserta terlihat, bibir bergetar membiru..,muka pucat, tarikan nafas , desahan nafas berat, tangan yang bergetar, serta suara dentuman jantung para peserta seolah menjadi satu di dalam ruangan tersebut. Suara resleting terdengar serentak, sebagian langsung menahan mulut nya karena kaget melihat mayat di depan mereka, sebagian menutup mulut agar tidak muntah, sebagian lagi sudah bergoyang-goyang di tempat sambil memegang meja praktik, menahan bobot tubuh mereka agar tidak roboh, dan sebagian nya lagi mendapatkan surprise karena bagian sensitive mereka terekspos duluan saat membuka resleting.

Gress menarik nafas nya panjang, tangan nya telah memegang tubuh mayat dan sebelah tangan nya telah memengang unjung resleting. Mata nya terpejam rapat sekali..., hal yang paling ia takutkan adalah ia akan membaca mayat di depan nya. Tunggu... rasa apa ini? Basah...? Apa mayat ini mati tenggelam? Atau...baru di mandikan?

Tess... tess...

Terdengar suara tetesan air jatuh di lantai.., Gress langsung menatap tetesan tersebut dan mencari tau asal nya, dan menemukan asal tersebut berasal dari tubuh mayat milik nya, Gress menelan ludah dan kembali focus pada kantong mayat di depan nya dan membuka resleting tersebut dengan sangat perlahan-lahan. Rambut dari mayat tersebut terekspos.. di lihat dari ukuran rambut nya.. mayat tersebut seperti nya lelaki, resleting itu terus turun hingga dahi pria tersebut, semua masih baik-baik saja. Tenang... semua pasti baik-baik saja...

Resleting itu berjalan dengan mulus... hingga pada saat muka pria tersebut terekspos.. membuat Gress langsung menghentikan nafas nya sambil menatap kearah lain.., ia kembali menaikan kembali resleting tersebut.

" Ya... kamu yang di sana.. kenapa kau masih belum juga membuka kantong nya" Prof Paul menunjuk Gress , di ikuti oleh semua mata peserta, berharap hal lucu akan terjadi untuk memecahkan keheningan

" Itu... itu... hm...., sebaik nya jangan di buka Prof"

" Kalau kau tidak membuka nya, bagaimana kau bisa ikut dalam praktik ini" Prof Paul berjalan kearah Gress dan berhenti di depan kantong mayat tersebut

"Buka sekarang.... Atau kau tak punya keberanian untuk membuka nya? "

" Yakin Prof?"

" Tentu saja...."

Gress membuka kantong mayat tersebut dengan cepat.. secepat kilat tanpa melihat nya. Dasar.. terkutuk lah kau penjual.. memang benar sosok ini masih sangat segar... tubuh lelaki itu semua terekspos.., wajah pria tersebut telah remuk tak berbentuk karena tabrakan parah, darah masih menetes segar dari wajah pria tersebut, rintikan darah semakin terdengar jatuh dari meja tersebut. Sebagian peserta langsung muntah saat melihat nya dan sebagian lagi langsung pingsan di tempat.

Karena hal tersebut sebagian besar peserta harus di larikan di ruang lain, hanya beberapa peserta praktik yang terpaksa bertahan , termasuk Gress dan Verlita. Praktik tetap di laksanakan dengan sangat tenang.

" Wah... benar-benar tidak bisa di percaya" Ucap Verlita sambil menatap atas tubuh mayat tersebut

" Apa boleh buat? Aku juga tidak tau akan jadi seperti ini"

" Bukan ..., itu Gress.." Verlita menunjuk sesuatu di atas tubuh lelaki tersebut " Bahkan hantu nya masih berdiri di atas mayat nya sambil menatap mu..., wah..dia bahkan sangat marah karena semua orang pingsan dan mutah ketika melihat tubuh nya. Dia bilang apa aku semenjijikan itu?" Verlita masih menatap ke atas, kearah hantu tersebut

" Yaaa....!!! Jangan bicara yang tidak-tidak. Aku jadi merinding" Gress menatap kearah lain sambil mengosok kedua lengan nya yang mulai terasa dingin " Maaf kan aku.. aku tidak sengaja mengunakan tubuh mu. Setelah ini aku akan menguburkan mu dengan baik, aku akan mendoakan mu, dan terus mengirimkan doa untuk mu"

" Kalian berdua yang di belakang..... jangan berisik.., tubuh di depan kalian harus di hargai dan dihormati sebaik-baik nya, mereka yang tidak di kenal dan tidak memiliki indentitas, kalian harus berterimakasih kepada mereka, karena mereka lah.. kita para dokter dan calon dokter dapat mengetahui anatomi manusia, mari semua kita doakan bersama dan berterimakasih kepada guru kita yang berada di depan kalian" tegur prof Paul