Chereads / Best Friend, really? / Chapter 2 - 2. Fence

Chapter 2 - 2. Fence

"Sial, kenapa gue maraton drakor sampai jam 3 malam sih? Telat kan jadinya," gerutu Kirei sambil berlari tergopoh-gopoh menuju gerbang masuk Seizen School.

"Pak, Pak tunggu bentar, Pak. Isshh, tai banget." Tidak ada kalimat lagi yang keluar dari mulut Kirei begitu melihat gerbang dikunci rapat oleh satpam. Ia berlari ke belakang sekolah melihat-lihat sekitar pagar namun seperti tidak ada celah untuk menerobos masuk ke dalam sekolah.

"Apa-apaan nih bayar spp mahal-mahal nggak ada jalan tikusnya buat siswa yang telat, nyesel banget sekolah di sini." Bukan Kirei yang berkata begitu, namun seorang lelaki yang kemarin disebut-sebut oleh Kirei di UKS, lelaki yang jadi topik perbincangan sepihak oleh Kirei, karena Altan tidak menggubrisnya.

Kirei menarik napas panjang, sebelum memberanikan diri mendekat kepada Kaheel yang sibuk mencari jalan pintas masuk ke sekolah. "Kaheel, lo telat juga?"

"Ya iyalah, lo kira gue main petak umpet?" sahutnya ketus.

Buset, kasar banget, ternyata cuma modal ganteng doang.

"Maaf, gue liat kok lo telat, tadi kan cuma basa-basi aja."

Berganti Kaheel yang menarik napas panjang, ia tahan sejenak sebelum membuangnya kemudian dengan diiringi kalimat-kalimat menyakitkan berikutnya. "Basi banget tau nggak!" Kaheel melangkah terus menyusuri pagar, tidak lama kemudian ia melihat satu bagian pagar yang tidak terlalu tinggi, yang masih memungkinkan untuk dipanjat. Kaheel melihat sekitar, ia kemudian mengambil sebuah kubus yang terbuat dari kayu akan tetapi sudah peyot, lapuk termakan hujan dan panas.

Kaheel naik ke atas kubus tersebut, terdiam sejenak memperhatikan Kirei yang bergeming di tempatnya. "Lo mau terus di situ sampai kapan?" tanya Kaheel.

Kirei menaikkan wajahnya, menatap Kahell sebentar, kemudian berjalan mendatangi Kaheel. Setelah melihat Kirei akhirnya bergerak, Kaheel pun memanjat pagar tersebut, ia duduk di atas pagar. "Bisa naik nggak?" menatap Kirei yang kembali bergeming di samping kubus yang baru saja dinaiki oleh Kaheel.

"Bisa kok bisa." Kaheel mengulurkan tangannya ke arah Kirei. Kirei kembali terpaku.

"Buruan anjir!" bentak Kaheel.

Sabar napa, nggak ngerti banget gue ini cewek.

Sepuluh detik berlalu namun Kirei tak kunjung meraih uluran tangan Kaheel.

"Woi, punya kuping nggak, sih?"

"Eh, iya sorry gue ngelamun."

Kirei meraih tangan Kaheel dan naik ke kubus tersebut, Kaheel menyeberangi pagar terlebih dahulu, kemudian ia meraih tangan Kirei tanpa izin ketika Kirei nampak kesulitan dengan rok sekolahnya yang bisa dibilang amat mini. "Sorry, anggap aja gue nggak lihat," ujar Kaheel ketika Kirei sudah berhasil mendarat di belakang sekolah dengan selamat.

"Dasar cowo mesum!" tuduh Kirei kemudian.

"Sial, udah ditolongin malah main fitnah aja lo."

Kirei berjalan dengan cepat mendahului Kaheel yang geleng-geleng kepala dengan kelakuan Kirei. "Tuhan, cewek macam apa lagi yang kutemui pagi-pagi begini? Memang cuma Rania aja yang paling anggun dan baik."

_

Kaheel masuk ke kelas, rasa kesalnya kepada Kirei belum mereda, berniat melempar tatapan sinis kepads Kirei begitu sampai di kelas, nyatanya Kirei yang lebih dulu memberikan tatapan tajam seolah Kaheel sudah berbuat sesuatu kepadanya.

Dengan tas tersampir di bahu kanan, Kaheel berusaha mengindahkan tatapan gadis kurang ajar itu. Ia kemudian duduk di kursinya dan meletakkan tasnya dengan kasar di atas meja, hingga seisi kelas menatapnya heran. "Apa liat-liat?" tanya Kaheel.

Kaheel memang terkenal ketus, namun baru kali ini ia mengagetkan seisi kelas dengan kelakuannya.

_

Suara berisik dari ruang ekskul musik terdengar hingga ke koridor, setiap siswa yang lewat berusaha menilik siapa yang membuat kegaduhan di jam istirahat saat tidak ada situasi khusus yang membuat ruang ekskul musik aktif di jam sekarang.

Nad tersentak begitu lewat di depan ruang musik. "Kenapa lagi itu bocah?" Nad menanyakan hal yang tidak memiliki jawaban. Ia kemudian masuk ke dalam ruang musik. "Ngapain, Rei? Ya, ampun ancur juga tuh drum kalo lo yang make," omel Nad.

Kirei hanya mendengus kasar, tetap melanjutkan memukul drum tersebut dengan wajah datar namun terlihat kesal.

Nad berjalan menghampiri Kirei, sembari memijat pelipisnya ia berdiri di samping Kirei, kemudian merebut stik drum dari tangan Kirei.

"Apaan sih, Nad? Nggak jelas banget deh datang-datang langsung ngerebut stik aja." Kirei berusaha merebut stik tersebut dari tangan Nad, namun Nad mengangkatnya ke atas kepalanya. Kirei yang sangat malas untuk berdiri pun akhirnya pasrah, memasang raut wajah kesal tanpa menatap Nad sedikitpun.

"Lo yang nggak jelas."

"Lo tau apa sih, Nad? Dih, sok tau banget jadi orang."

"Gue tau kok lo tadi pagi telat, terus masuk ke kelas barengan sama Kaheel. Harusnya lo seneng dong akhirnya bisa deket sama orang yang lo suka walau dalam kejadian yang nggak ada unsur romannya."

"Dih, nggak sudi banget suka sama orang mesum."

"Hah? Gimana maksud lo?"

"Udah, Nad gue lagi males banget bahas itu. Balikin stik gue nggak!"

"Stik lo? Sejak kapan barang-barang yang ada di ruang musik jadi milik lo? Aduh Rei makin pusing aja gue sama lo."

"Tinggal balikin aja susah banget, sih!" Kirei bangkit berdiri dan merebut stik drum itu dari tangan Nad.

Nad ternganga melihat temannya yang hari ini sudah benar-benar membuat hawa di sekitar menjadi panas, Nad ingin mencakar wajah Kirei sesaat setelah gadis itu merebut stik dari tangannya. "Rei, lo lagi kerasukan apa, sih?"

"Mulut lo tuh yang kerasukan."

"Gini deh, kalo lo nggak mau cerita sekarang it's ok. Tapi salah gue apa coba, kok gue ikutan jadi sasaran gini?" tanya Nad berusaha sabar menghadapi kelakuan temannya yang memang lebih seperti setan.

"Salah lo ngambil stik drum pas gue lagi asik main. Puas?"

"Gitu doang?" Nad ternganga tidak percaya, anak baru puber kah yang sedang dihadapinya, hal sekecil itu bahkan dipermasalahkan. Bahkan anak SMP pun bisa lebih dewasa tingkahnya ketimbang Kirei.

"Gitu doang lo bilang?" Kirei bangkit berdiri, memasang raut menantang.

"Lo terlalu kekanak-kanakan, Rei. Wajar kalo Altan nggak pernah punya pikiran buat jadiin lo pacar, bahkan setelah 16 tahun kalian sama-sama terus."

"Ada masalah apa sih Nad sama gue? Kenapa jadi bawa-bawa Altan?" Kirei mendorong pundak Nad hingga ia sedikit termundur ke belakang.

"Lo emang nggak pantes dapatin Altan!" ujar Nad balas mendorong pundak Kirei bahkan lebih kencang dan bertubi-tubi. "Altan terlalu sabar untuk cewek nggak jelas kaya lo." "Bahkan satu sekolahan tau, kalo lo nggak pantas disandingkan dengan Altan."

Nad terus memojokkan Kirei hingga lengan Kirei bertumbukan dengan piringan drum. Tergores, lengan gadis itu mengucurkan darah.