Satu persatu kehidupan orang-orang yang tak kuketahui mulai terkuak. Terutama pernikahan Mala dengan Arhan yang dilakukan diam-diam, kecelakaan Alsa, kehidupan percintaan Naya yang ternyata lebih berliku-liku dari tanjakan Semeru. Laras, Ernova, hingga generasi Mama.
Semuanya berjalan seperti arus sungai, terkadang saat ada banjir semuanya dipaksa minggir. Tetapi ketika mulai tercipta laju maka kau bisa kembali maju.
Waktu yang tersisa untuk kami begitu banyak hingga mesti diperbaiki. Seolah-olah sudah direncanakan sang pencipta, seminggu setelah pertemuan kami aku hadir kembali di kediaman Alsa.
"Kali ini aku nggak sendirian, Yang," kataku sambil mengusap batu nisan miliknya.
"Lo jahat banget anjing," umpat Mala seperti biasanya.
Setidaknya di antara kami harusnya Mala lebih tahu segalanya. Tapi jangankan sekadar 'tahu' dia saja tak diberi akses sekadar bertemu. Barang kali mereka berdua tak ada yang pernah tahu seperti apa wajah dewasa Alsa.