Chereads / BLACK PALADIN / Chapter 5 - BAB 4

Chapter 5 - BAB 4

Orlandu memperkenalkan dirinya kepada seluruh siswa kelas satu, ia menunduk dengan hormat kearah murid-muridnya

para siswa tidak ada yang berani mengucapkan sepatah katapun, mereka membalas salam hormat itu dengan sama-sama menundukkan tubuh mereka dengan sopan

Orlandu kembali tegap begitu pula para siswa, kakek itu melangkahkan kakinya satu langkah. tangan kanannya ia angkat perlahan seraya merapal sebuah mantra

para siswa dikejutkan dengan munculnya sebuah bola Kristal yang muncul dari permukaan lantai. Bola Kristal itu melayang perlahan kearah mereka dan diam begitu saja ketika berhasil sejajar dengan dada mereka masing-masing.

"ambil bola Kristal itu, lalu pejamkan mata kalian dengan perasaan hati yang tenang tanpa memikirkan apapun" seluruh siswa menuruti perintah Orlandu

mereka serempak meraih bola kristal didepan mata mereka seraya langsung memejamkan mata mereka

"𝐒𝐞𝐥𝐞𝐜𝐭𝐢𝐨𝐧 !" teriak Orlandu seraya mengibaskan tangannya kesamping, seketika aura dingin menyebar keseluruh penjuru aula tersebut

"buka mata kalian dan lihatlah bola kristal yang sedang kalian pegang" Michie membuka matanya perlahan, begitu pula dengan siswa yang lainnya

"warna biru langit" gumam gadis berambut merah tersebut

"akan ada 4 warna berbeda yang akan dihasilkan bola kristal itu ;

biru langit menyala untuk mereka yang akan memasuki Dorm Espoir, Sang harapan

lalu Merah menyala untuk mereka yang pantas memasuki Dorm Crimson Sunbird, sang pemberani

lalu selanjutnya. Putih menyala, siswa itu pantas untuk memasuki Dorm White Veil, sang Bijaksana nan pintar

dan yang terakhir, hitam pekat seakan kegelapan menyelimuti bola itu, selamat...siapa saja yang mendapatkan warna hitam, ia pantas memasuki Dorm Terkuat di Akademi ini...Dorm BlackSword, sang Terkuat"

para siswa nampak melihat sekeliling teman-teman mereka

mereka berharap bisa satu Dorm dengan teman seperjalanan mereka

begitu pula dengan Michie, ia berusaha mencari Seifer dan berharap bisa satu Dorm dengannya, namun ia baru menyadari bahwa pemuda yang ia temui saat di perjalanan itu nampaknya sedang tidak ada di Aula.

"semuanya tolong tenang !" suara bijaksana itu berhasil membuat para siswa menoleh kearah sumber suara, mereka terdiam seraya bersiap mendengarkan instruksi selanjutnya.

"pegang bola Kristal itu dengan erat, sebentar lagi benda itu akan mengirim kalian menuju Dorm kalian masing-masing" Orlandu mengangkat kembali tangan kanannya, seketika energi menyerupai listrik muncul dan menyelimuti tangannya dengan tebal.

"𝐒𝐩𝐚𝐜𝐞 𝐨𝐟 𝐌𝐚𝐠𝐢𝐜 ; 𝐓𝐞𝐥𝐞𝐩𝐨𝐫𝐭 !" seisi ruangan itu bercahaya sangat terang, membuat seluruh siswa menutup matanya karena silau

dalam hitungan detik ruangan itu hanya bersisakan Orlandu dan kedua pengawalnya saja.

"mereka sudah pergi, tuan Orlandu" ucap salah satu pengawal yang dari tadi berjaga dibelakang Kakek tua itu

"belum semuanya" Orlandu dengan santai duduk kembali disinggah sana-nya

kedua Pengawal Orlandu nampak saling menatap tidak mengerti apa yang dimaksud Orlandu, bukankah tidak ada lagi siswa yang harus mereka tunggu

"ada dua orang lagi yang harus kita tunggu"

***

langit siang itu begitu cerah, di tengah teriknya sang mentari. Seifer bersama Eneru sang burung hantu melesat terbang seakan membelah cakrawala, Pemuda itu duduk di punggung sang Burung hantu sambil berpegangan kesebuah kulit punggungnya yang sedikit menonjol

"sebentar lagi kita akan sampai" Dalam kecepatan yang stabil, Eneru masih bisa berbicara, Seifer mengangguk seraya menahan deburan angin yang seakan terus ingin menampar wajahnya. matanya ia paksakan untuk melihat pemandangan langit yang luar biasa indah. dikejauhan nampak sudah terlihat siluet bangunan raksasa berwarna putih

"itukah..." Seifer tidak berani meneruskan ucapannya.

"Aeros..sekolah yang akan kau tempati untuk menimba ilmu sihir" jawab Eneru seraya merentangkan kedua sayapnya sehingga ketinggian terbanganya sedikit menurun

wajah seifer nampak berseri takjub melihat sekolah yang megah itu, dalam benaknya tidak terpikirkan sama sekali ukuran sekolah Aeros.

"terima kasih Eneru, kau sudah baik mau mengantarku sejauh ini"

Seifer bersyukur dengan burung hantu itu, ia tidak menduga akan ada seorang atau lebih tepatnya seekor penyelamat yang datang menghampirinya ketika tersesat. meskipun Seifer masih belum paham bagaimana Eneru bisa mengetahui namanya dan bisa menemukanya di hutan.

akan tetapi pemuda itu lebih memilih untuk menanyakan hal itu nanti saja, yang terpenting sekarang adalah, ia bisa sampai ke Akademi meskipun sedikit terlambat

Eneru terbang mengitari puncak Kastil Aeros sebanyak 3 kali, Seifer menoleh kebawah tidak sabar untuk segera memasuki Akademi tersebut

Eneru akhirnya menukik kebawah, Seifer yang sudah siap langsung berpegangan kepada Eneru

mereka terjun kebawah dengan kecepatan tinggi, hingga akhirnya masuk kedalam Kastil tanpa menyentuh lantai, Mereka berdua melewati ratusan anak tangga yang akan menghubungkannya kearah Aula pertemuan

"aula pertemuan ada didepan" Seifer memfokuskan matanya, sebuah pintu yang telah terbuka sudah semakin dekat jaraknya

dan dalam 3 detik akhirnya mereka sampai di aula. Seifer langsung melompat dan mendarat dengan mulus, tubuhnya setengah berlutut menahan beban. Eneru mengibas Sayapnya 3 kali sebelum cakar kakinya benar-benar menyentuh lantai

"akhirnya" Seifer menoleh sumber suara yang dari tadi sudah menunggunya

"maaf saya terlambat" Seifer yang mengerti dengan kesalahannya langsung menunduk malu seraya masih dalam posisi berlutut

"bangun !" Orlandu berbicara dengan tegas, Seifer pun berdiri dengan tegap

Seifer berdiri sambil menatap Orlandu dan kedua pengawalnya. Orlandu berjalan menghampiri Seifer. karena kesunyian, setiap langkah yang dibuatnya menimbulkan bunyi yang bergema. jarak keduanya kini hanya berjarak beberapa centimeter saja. Dengan perlahan Orlandu mengangkat kedua tangannya kemudian menyentuh kedua pundak Seifer, lalu menepuknya 2 kali

"kau sudah besar, Seifer?" Seifer kebingungan, matanya menyipit mencoba mengamati dan mengingat Kakek didepannya.

***

Michie membuka matanya pelan, mata hijaunya sedikit membesar karena kaget dan takut. Yang jelas pemandangan itu berbeda jauh dengan ruangan sebelumnya

sebuah pemandangan yang tak biasa dilihatnya, puluhan hingga ratusan mayat berserakan disekitar tempat yang berupa seperti kota tua yang dipenuhi dengan gedung-gedung tinggi dan klasik.

mayat perempuan, mayat laki laki ataupun mayat anak kecil, semua mayat ditempat itu seakan menjadi saksi sebuah pembantaian yang sangat sadis. mata mereka melotot kosong menyambut kengerian.

"apa yang sebenarnya telah terjadi?"

ia bertanya namun ia tahu tidak akan ada siapapun yang akan menjawabnya.

gadis berambut merah Scarlett itu berjalan perlahan sambil memilih jalan yang kira-kira belum ter-lumuri darah para mayat itu.

"dimana ini? apakah ada seseorang disini?" tidak ada jawaban sama sekali, hanya suasana hening dan suara langkah kaki gadis itu saja yang bisa didengar.

'jawab aku !!!"

***

"Michie...Michie...bangunlah !!" Suara lembut pemuda itu berhasil membuat Michie terbangun dari mimpinya

perlahan mata indahnya terbuka, tubuhnya hendak berdiri namun dicegah oleh sang pemuda sebayanya

"pelan-pelan" ucap pemuda itu seraya menahan tubuh mungil sang gadis , dengan sedikit dibantu oleh kedua tangannya, Michie bangun dari tidurnya

"apa yang terjadi, Seifer?" Michie memegang kepalanya yang terasa berat dan pusing. seingatnya ia sedang berdiri seraya memegangi sebuah bola kristal berwarna biru.

seharusnya ia sedang berada di Dorm Espoir

namun suasana ruangan itu nampak seperti kamar pasien rumah sakit kelas bawah. dengan puluhan kasur putih kosong yang berjejer disetiap sisi ruangan tersebut.

"saat kau berteleportasi ke Dorm Espoir, kau langsung pingsan, itu yang dikatakan para Senior kepadaku" Seifer menjawab

"dan sudah 2 hari kau terbaring ditempat ini"

Michie terkejut, rasanya baru beberapa menit merasakan kejadian aneh tadi, namun kenyataannya berbeda

"lalu ini dimana ?"

"Ini adalah kamar perempuan Dorm kita, dorm paling sederhana dan tidak nyaman untuk ditempati. Espoir"