Chereads / GREED FOR SPEAR / Chapter 2 - 2. Sebuah Paket

Chapter 2 - 2. Sebuah Paket

Rachel memekik keras melihat kakaknya kehilangan salah satu tangan. Dia segera mengambil gawainya dan memanggil layanan medis darurat.

"Kenapa panik seperti itu? Tenang saja, aku masih hidup, kok."

Rachel menyentak Gunawan, berkata kalau ucapannya barusan sama sekali tidak masuk akal.

"Kakak sudah gila atau bagaimana?! Darah di lenganmu mengucur deras seperti air terjun! Bagaimana aku tidak panik? Bagaimana kakak menganggap itu seperti luka kecil?!"

Gunawan tidak bisa menampik kalau merasa sangat sakit saat ini. Tapi, dia mencoba untuk tetap tegar di hadapan Rachel. Jika tidak berada di depan adiknya, Gunawan sudah mengerang kesakitan sejak tadi.

Tidak lama setelah Rachel memanggil layanan medis darurat, seseorang pun datang mengendarai motor mini dengan membawa sebuah box putih berlogo medis di jok belakangnya.

Orang itu adalah seorang kakek tua kecil dengan wajah yang tertutupi oleh alis putihnya yang tumbuh lebat. Dia menghampiri Rachel dan Gunawan lalu memarkir sepeda motornya di samping mereka berdua.

"Kau lagi, kau lagi. Sudah 28 kali bulan ini aku harus merawatmu karena kecerobohanmu sendiri," ujar kakek itu.

"Maafkan kakakku, Dok. Sekarang, kumohon cepat perbaiki tangannya," ucap Rachel.

Dokter menggerutu pelan seraya membuka kotak peralatan medis di atas sepeda motornya, sementara Gunawan berusaha tersenyum menahan rasa sakit di depan kakek tua itu.

Si Dokter kemudian mengambil sebuah jarum suntik kecil berisikan cairan berwarna merah muda. Dia mendekati Gunawan, lalu tanpa pikir panjang menusukkannya ke bahu pemuda itu. Gunawan langsung menjerit kesakitan.

Si Dokter mendecih, "Begini saja berteriak! Bukankah kau sudah terbiasa dengan jarum suntik ini?"

"A–aku tidak akan pernah terbiasa kalau kau melakukannya secara tiba-tiba!" balas Gunawan.

Si Dokter kemudian melepas suntikannya. Tak lama setelah itu, lengan Gunawan yang terpotong tiba-tiba tumbuh kembali. Prosesnya terjadi sangat cepat, hampir sekejap mata.

Gunawan pun mengucapkan kata terima kasih, namun si Dokter seolah tak menghargai ucapan terima kasih itu sama sekali. Dia malah menagih Gunawan soal tagihan-tagihan pengobatannya yang sebelumnya.

Situasi jadi canggung bagi Gunawan. Sementara adiknya diam karena tak ingin dihardik oleh si Dokter yang memelototi Gunawan di balik alisnya yang panjang menjuntai.

Beruntung bagi pemuda itu, sebab di momen yang menyudutkannya ini tiba-tiba saja ponsel Gunawan berdering.

Dia mengangkat panggilan itu, ternyata si Pemanggil ialah atasan Gunawan yang bertanya padanya karena salah seorang pelanggan mempertanyakan paket yang sampai saat ini masih belum dikirimkan.

Gunawan pun meminta maaf berkali-kali, namun atasannya tetap memarahi pemuda itu dan mengancam Gunawan segera mengirim paket tersebut.

Karena urusan yang mendesak ini, Gunawan pun meminta izin pada si Dokter untuk membiarkannya pergi dan "berhutang" lagi.

Dokter tua itu sempat tidak mengizinkan, namun setelah Rachel turun tangan untuk membantu kakaknya membujuk si Dokter pun memberi belas kasihannya pada Gunawan.

"Baik, baik. Akan kuberi kau satu kesempatan lagi. Tapi, ingatlah kalau minggu besok kau harus membayar semua tagihanmu itu! Mengerti?"

Gunawan mengangguk-angguk. "Iya, tentu saja, Dok. Terima kasih sudah mengasihaniku!"

Si Dokter mendecih, kemudian memalingkan wajah. Namun, Gunawan tiba-tiba memanggil kakek tua itu sekali lagi. Dengan perasaan jengkel dirinya pun balik menghadap Gunawan.

"Sebenarnya aku memiliki satu permintaan lagi, Dok," ujar pemuda itu.

"Apa lagi?" Urat di kepala si Dokter timbul ke permukaan.

"Bolehkah aku meminjam motormu?"

***

Gunawan datang ke alamat penerima paket yang harus diantarnya cepat-cepat dengan kondisi wajah babak belur.

Si Dokter mengizinkan Gunawan meminjam motornya, tapi dengan satu syarat yaitu Rachel harus menjadi asisten kakek tua itu selama sehari.

Gunawan yang dengan seenaknya sendiri menyetujui persyaratan tersebut pun mendapat protes keras dari Rachel. Tapi, pada akhirnya Rachel mengalah demi sang Kakak melakukan pekerjaannya.

Lantas, bagaimana Gunawan bisa babak belur saat sampai di sini? Itu sebab, dirinya dirampok oleh beberapa orang saat memasuki gang di depan kompleks perumahan ini.

Semua uangnya dirampok, tapi beruntung sebab sepeda motor milik si Dokter serta sebuah paket yang harus dikirimkannya sekarang berhasil Gunawan pertahankan.

"Exodian-Exodian sialan. Dasar hewan-hewan menjijikkan!"

Seperti kebanyakan manusia, Gunawan adalah salah satu pembenci kaum Exodian.

Permasalahan rasialisme memang menjadi dalang utama dari berbagai macam konflik yang ada di Neo Batavie. Segala tindakan yang diupayakan untuk mengatur kehidupan dua jenis makhluk yang berbeda ini berakhir sia-sia.

Terlalu banyak perbedaan antara Exodian dan manusia. Ini bukan hanya soal warna kulit, namun juga bentuk dan kodrat.

Exodian tidak pernah memiliki pandangan bahwa segala makhluk memiliki derajat yang sama, mereka menghargai seseorang dari kekuatan yang dimilikinya. Berbeda dengan manusia.

Ini adalah hasil dari kekacauan serta ketidakteraturan yang ada di dunia Exodian sebelumnya dan kini terbawa ke dunia manusia saat kedua dunia menyatu 200 tahun lalu.

Gunawan terus menggerutu sampai tiba di sebuah rumah berwarna abu-abu dengan atap yang hitam legam.

Sepeda motor yang dibawanya pun Gunawan parkirkan di depan rumah, lantas dirinya turun dan berjalan menaiki beberapa anak tangga untuk sampai di depan pintu rumah abu-abu tersebut.

Lalu, seperti seorang kurir ekspedisi pada umumnya Gunawan mengetuk pintu rumah sambil menyahut kepada penghuni yang ada di dalam.

Tidak lama setelah itu, penghuni rumah yang merupakan seorang Exodian membuka pintu dan keluar untuk menerima paket.

Ketika Gunawan dan si Exodian menyadari identitas satu sama lain, suasana terasa jadi tidak nyaman bagi keduanya.

"Ini paket Anda." Gunawan memberikan bungkusan di tangannya.

Exodian itu menerima dengan sikap dingin, tanpa bicara sepatah kata apapun dirinya langsung memasukkan paket itu dan menandatangani surat tanda terima barang.

Si Exodian langsung menutup pintu dengan keras sebelum Gunawan sempat mengucapkan kata permisi untuk pergi.

"Kalau bukan karena pekerjaanku, sudah aku buat babak belur kau! Dasar pelanggan tidak tahu diri!" cibir Gunawan sambil berpaling pergi.

Tetapi, ketika dirinya menaiki sepeda motor, tiba-tiba pintu rumah kembali terbuka. Exodian tadi yang menerima paket menarik pintu dengan keras, wajahnya kelihatan marah.

Gunawan langsung panik melihat Exodian itu menatapnya dengan tatapan tajam, tanpa mengetahui apa yang membuat si Exodian marah terhadapnya.

Exodian itu lagi-lagi menyela Gunawan sebelum dia sempat mengatakan apapun.

"Kau kemanakan barang kami?" tanyanya.

"Barang? Barang apa Tuan? Anda kan hanya memesan satu barang. Aku sudah mengantarkannya, bahkan Anda masih memegang barang itu." Gunawan menunjuk ke paket di genggaman si Exodian.

"Tapi di mana isinya? Kau hanya mengantar barang kosong, lihatlah!"

Exodian itu menunjukkan bagian tepi paket itu telah robek. Gunawan dalam sekejap panik karena tak tahu jika pembungkus paket telah rusak. Dia menduga paket itu robek saat tadi dia dirampok dan isinya kemungkinan terjatuh.

"M–maafkan aku, Tuan. Aku akan mencarinya, kupikir paket itu jatuh di depan gang tadi—"

"Tidak usah repot-repot mencarinya."

Sebelah alis Gunawan naik, dia merasa janggal karena Exodian itu tidak meminta pertanggung jawaban.

"Kami sudah tahu kalau kau yang mencurinya!"

Benar saja perasaan Gunawan, Exodian itu tiba-tiba menodongkan sebuah pistol kepadanya. Tidak hanya Exodian itu, namun juga beberapa teman-temannya yang merangsek keluar untuk menodong Gunawan.

Dituduh mencuri paket, Gunawan tidak habis pikir. Dia merasa tak pernah mengambil barang apapun.

Gunawan mencoba meyakinkan para Exodian di hadapannya kalau dia tidak mencuri, akan tetapi Exodian-Exodian itu tak peduli dan terus menodongkan pistol mereka.

"Aku bersumpah, aku tidak pernah mencuri apapun!" Gunawan berusaha keras menampik semua tuduhan yang mengarah kepadanya.

"Lantas, apa benda berkilau di saku celanamu itu?"

"Benda berkilau?" Dahi Gunawan berkerut.

Dia menunduk ke bawah untuk melihat, kedua matanya terbelalak ketika mengetahui ada sebuah benda berbentuk lebar pipih yang meruncing mencuat dari dalam saku kiri celananya.

Semua Exodian yang menodong Gunawan pun jadi semakin yakin, kalau dia lah yang mencuri paket mereka.

Dilanda kebingungan dan kepanikan, Gunawan terus berusaha meyakinkan bahwa dirinya tak bersalah. Namun, para Exodian itu tidak mengacuhkan argumennya. Mereka yakin betul kalau Gunawan adalah seorang pencuri dan hanya ada satu hukuman yang pantas untuk itu.

Para Exodian mulai mengokang senjata mereka, bersiap untuk mengeksekusi Gunawan.

"Oh, tidak!"

Pemuda itu menyalakan sepeda motornya dengan rasa panik yang bukan main. Dia berhasil menyalakan sepeda motor tersebut dan segera menarik pedal gas.

Tapi, tarikannya kalah cepat dari jari-jari para Exodian yang menarik pelatuk senjata mereka.

Beberapa bunyi letupan senjata api pun terdengar. Butir-butir peluru melesat dari moncong senjata para Exodian itu menembus badan dan kepala Gunawan. Dirinya pun jatuh seketika, roboh bersama sepeda motor milik si Dokter tua.

"Inilah akibatnya jika kau macam-macam dengan kartel Borselino," ucap seorang Exodian yang menembak Gunawan.

Kartel Borselino merupakan kelompok kriminal terstruktur yang beroperasi di Outer Circle Neo Batavie. Mereka menguasai beberapa wilayah, termasuk beberapa pabrik serta gedung apartemen yang ada di daerah kekuasaannya.

Jumlah anggota utama mereka terbilang cukup sedikit, tapi geng-geng yang ada di bawah naungan kartel ini menjamur di seluruh Neo Batavie. Koneksi yang dimiliki mereka pun sangat kuat, sehingga membuat pengaruh kartel Borselino tak mudah digoyahkan. Pihak keamanan bahkan sampai dibuat tak memiliki nyali untuk berurusan dengan mereka.

Oleh karena itu, anggota kartel Borselino tak segan untuk membunuh korbannya di muka umum sekalipun.

Gunawan yang telah terkapar bersimbah darah merasakan kekosongan mulai mengisi pikirannya. Semua pandangannya berubah gelap, seakan-akan belenggu kehampaan mulai mengekangnya.

Anggota-anggota kartel Borselino melangkah mendekati pemuda itu karena berpikir bahwa dia telah mati. Namun, sesuatu terjadi secara mengejutkan.

"Apa itu?"

"Huh, kenapa berubah sekarang?"

Benda yang berada di saku celana Gunawan adalah sebuah mata tombak. Dari pangkal Mata tombak itu, tiba-tiba saja tumbuh gagang yang memanjang keluar dari saku celana Gunawan dan juga merobek otot pahanya.

Darah mengalir deras dari luka yang tercipta. Ini menandakan kalau Gunawan masih hidup. Beberapa Exodian yang mendekatinya pun kembali menodongkan senjata mereka, tetapi mereka dikejutkan saat melihat perubahan pada tubuh Gunawan.

"Apa yang ... apa yang terjadi padanya?!" Seorang Exodian memekik kebingungan.

Seluruh kulit di tubuh Gunawan mengelupas termasuk di kepala, di balik kulitnya otot-otot hitam selegam arang nampak dengan jelas.

"I–ini!"

Semua Exodian kartel Borselino tercekat melihat perubahan di tubuh pemuda yang barusan mereka tembaki itu.

Rasa takut menyusup ke dalam batin mereka yang busuk dan tak manusiawi, dan ketika mereka menyaksikan Gunawan menggerakan kepalanya seluruh badan mereka bergetar ngeri.