Chereads / Si Miskin Jadi Keren / Chapter 5 - 5. Nasi bungkus

Chapter 5 - 5. Nasi bungkus

Melihat tubuh Tukijo yang penuh dengan luka, Muhiroh berkata, "Duh Gusti, Tukijo! Nangapa awake kowe pada babak belur kaya kie?"¹ Tangannya yang sudah mengeriput menyentuh wajah Tukijo dengan lembut.

"Ngapurane Mbah, miki ... pitte nyong kesrempet trek, ngasi nyong mental tiba semaput,"² jawab Tukijo sedikit gugup.

Ningsih melompong.

Setelah mengobati luka Tukijo, Ningsih mendengar suara perut adiknya protes. Dia segera keluar menemui Teguh. Lelaki itu sedang berdiri menyandarkan punggungnya ke mobil.

"Teguh! Belikan lima porsi makanan. Ah, tidak. Beli enam porsi!" perintah Ningsih.

"Baik Nona," Teguh memasuki mobil dan pergi melaksanakan perintah.

Beberapa saat kemudian.

"Maaf Nona, aku hanya menemukan makanan ini di jalan," ungkap Teguh memberikan dua kantong plastik yang berisi masing-masing tiga nasi bungkus.

"Ya sudah, seadanya saja."

"Ini untukmu dua porsi." Ningsih menyodorkan dua nasi bungkus kepada Tukijo. "Kamu harus banyak makan supaya badanmu berisi."

"Terima kasih, Nona!" ucap Tukijo sambil mengambil nasi bungkusnya.

"Hmp, panggil aku Kakak!" protes Ningsih cemberut.

"Ah, iya ... Kakak. Hehe," balas Tukijo meringis.

"Bagus!" Ningsih tersenyum sambil mengusap kepala Tukijo. "Sepertinya dia anak baik dan penurut," gumamnya merasa senang.

Tukijo mengambil air dalam sebuah mangkok untuk mencuci tangan. Karena lantai rumahnya yang masih berupa tanah, mereka duduk bersama di dipan kayu yang sudah sedikit keropos. Melihat cara Tukijo dan neneknya makan dengan tangan, Ningsih tertegun.

"Apa Kakak butuh sendok dan piring?" tanya Tukijo melihat kakaknya yang sendari tadi hanya terdiam.

"Oh, nggak perlu. Aku bisa makan seperti cara kalian makan. Ini hanya butuh proses sebentar untuk mempelajarinya," jawab Ningsih tenang.

Kemudian Ningsih membuka nasi bungkus itu, dan memakannya seperti cara mereka makan. Dia makan menggunakan tangan dengan posisi kaki kiri melipat ke depan, dan kaki kanan berdiri dengan lutut berada di atas.

"Bagaimana mungkin Kakak punya adik sepertiku?" tanya Tukijo tiba-tiba sembari menelan makanannya.

Ningsih bercerita, "Ibumu dulunya adalah seorang pembantu yang mengasuhku. Waktu itu, aku masih berusia tujuh tahun. Demi memuaskan hasrat, Ayah memperkosanya dan menyiksanya. Kebetulan saat itu pada malam hari, aku merasa sangat haus lalu pergi ke dapur. Aku sungguh melihat dengan mata kepalaku sendiri apa yang telah dilakukan Ayah padanya."

"Apa! Dadi bapakmu!" teriak Muhiroh mengagetkan Tukijo. "Siki, nang endi wonge?"

Ningsih bingung.

"Maksud Mbah Muhiroh, di mana ayah Kakak berada sekarang?" terang Tukijo menerjemahkan.

"Aku sudah membunuhnya karena dia ingin melakukan hal yang sama kepadaku," jawab Ningsih menggertakkan gigi.

"Dahulu ketika Bibi Siti (ibunya Tukijo) pergi meninggalkanku, aku menangis sejadi jadinya. Dia berkata bahwa jika suatu saat aku ingin bertemu dengannya, aku harus pergi ke Cilacap untuk mencarinya. Beberapa tahun kemudian saat aku menginjak usia remaja, aku mendengar kabarnya telah meninggal. Aku mencari-cari sanak keluarganya sampai beberapa bulan yang lalu aku mendapatkan kabar bahwa beliau memiliki seorang anak laki-laki bernama Tukijo. Dia seorang anak SMA yang tidak memiliki ayah, itu membuatku semakin yakin bahwa kamu adalah adikku." lanjut Ningsih menjelaskan.

"Koe bener, sapet Siti bali kang Jakarta, wonge dadi nguplek bae. Ra tau crita sapa sing marakna deweke dadi kaya kue,"³ ucap Muhiroh menghela nafas.

"Ah, sepertinya aku harus belajar ngapak." Ningsih menepuk jidatnya dengan telapak tangan.

Tukijo hanya terdiam mendengarkan penjelasan Ningsih. Ternyata rumor tentang Kak Ningsih sebagai wanita yang kejam itu tidaklah benar, batinnya. Dia sungguh tidak menyangka bahwa ibunya memiliki hubungan dengan keluarga konglomerat ini.

Setelah makan malam, Ningsih berpamitan untuk pulang. Selama mencari Tukijo dia tinggal di Hotel Dafam yang termasuk kategori hotel bintang lima di Cilacap.

"Hari Sabtu kamu libur sekolah?" tanya Ningsih kepada Tukijo sebelum pergi.

"Iya, tapi aku ada pekerjaan di Restoran Mas Agus," jawab Tukijo.

"Kamu kerja? Astagaaaa," ucap Ningsih mengerutkan dahinya. Dia merasa betapa menderita adiknya. "Andai aku bisa menemukanmu lebih cepat."

"Kakak nggak perlu merasa bersalah. Aku senang bisa bertemu denganmu," ujar Tukijo tersenyum tulus.

"Ya ampuun, manis banget sih ...." Ningsih mencubit kedua pipi Tukijo.

"Besok kamu ikut aku, ya ... pekerjaanmu, biar Teguh atau Marno yang gantiin," pinta Ningsih.

__________

1. Ya Tuhan, Tukijo! Kenapa badanmu penuh luka seperti ini?

2. Maaf Nenek, tadi ... sepedaku terserempet truk hingga aku terpental jatuh pingsan.

3. Kamu benar, sejak Siti pulang dari Jakarta, dia selalu mengurung diri dan tidak pernah bilang siapa yang telah berbuat sekeji ini kepadanya