Perlahan tapi pasti, kedua kelopak mata dengan iris gelap itu terbuka, mengerjapkan matanya beberapa kali, bukan untuk menetralisir pandangannya dari cahaya, melainkan untuk menghilangkan beberapa debu yang langsung menyerbu kelopak matanya setelah terbuka. Terbatuk beberapa kali sebelum menyadari ruangan tempatnya berpijak saat itu begitu kumuh dan minim pencahayaan, hanya dibantu dengan cahaya dari luar yang masuk lewat celah ruangan.
Merasakan tubuh dan tangannya yang terikat kuat dan melekat pada kursi yang didudukinya, Verga dengan cepat bergerak gelisah secara berontak, menatap seluruh ruangan yang bisa ia lihat ketika terdapat pantulan cahaya. Matanya kembali membulat sempurna saat menemukan presensi Laras yang terlihat tengah mengatur nafasnya tepat disebelahnya.
Kembali, ia memberontak, menciptakan irama gesekan dan degungan karena benda yang di dudukinya. Verga bahkan merasakan urat nadinya terhimpit karena ikatan itu terlalu kencang.
