Aroma wangi khas dari bumbu masakan yang dituangkan oleh Verga terasa menyeruak di indra penciuman Laras. Cacing yang ada diperut Laras tampaknya sudah saling berdemo didalam sana meminta sesuatu agar bisa mengisinya.
Laras menatap Verga yang sangat tetalen menggunakan alat alat dapur, lelaki itu memang sangat pandai dalam hal memasak sejak dulu, mungkin karena ia sering menonton acara masak show di tv, skill memasak Laras saja masih kalah jauh dengan Verga.
Verga melepas celemek masaknya ketika merasa ia sudah selesai dengan kegiatannya didapur. Ia membawa semangkuk nasi goreng yang sudah di hiasi dengan beberapa sayuran diatasnya, Laras membantu Verga membawakan sop ayam yang juga dibuat oleh Verga.
Laras membawa dua buah piring yang kemudian diisi dengan nasi goreng spesial buatan Verga. Gadis itu menerima suapan dari Verga, seperti biasa, masakan Verga tak pernah mengecewakan dan selalu memuaskan. Verga ikut tersenyum melihat raut wajah Laras yang tampak menikmati masakan buatannya.
"Setelah ini kuobati lukamu." Sahut Verga kemudian kembali fokus pada makanannya.
"Menurutku tidak usah, ini luka kecil nanti juga sembuh sendiri." Jawab Laras.
"Tidak ada alasan, lagi pula aku tak menyuruhmu. Aku menyuruh diriku sendiri." Sarkas Verga.
Laras berdesis pelan, pria ini selalu saja. Tapi tidak masalah, setidaknya ia merasa hubungan keduanya sudah membaik.
-
Verga mendaratkan bokongnya tepat disamping Laras yang hanya berjarak sekitar 10 cm saja darinya. Ia membuka kotak obat dan mulai mencari sesuatu didalam sana.
"Vee?" panggil Laras membuat Verga menoleh sekilas kearahnya.
"Kenapa?"
"Kau belum menjelaskan kepadaku alasan kau mendiamiku." Ungkap Laras.
Pria itu menghentikan aktivitasnya dengan kotak obat ditangannya, ia tampak menghela nafas kemudian mengarahkan pandangan sepenuhnya pada Laras.
"Baiklah maafkan aku, kurasa aku memang sensitif saat itu dan aku tidak mengabaikanmu 'kok."
"Liar! jelas jelas kau mengabaikan ku selama tiga hari, aku tidak tau alasanmu sehingga kau menjauhiku. Apa aku berbuat salah? katakan!" bentak Laras, bibirnya sudah mengerucut kebawah menahan rasa kesal.
"Tidak Laras," Verga menangkup wajah gadis itu, ia lihat matanya sudah berkaca-kaca. Lagi lagi ini membuat dadanya sesak. "Kau sangat berarti bagiku, tidak mungkin aku mengabaikanmu."
"Tapi buktinya kau mengabaikan ku. Kalau aku ada salah, kau bisa memberitahuku, jangan mendiamiku! atau jika tidak bisa memberitahuku, kau bisa memukulku saja asal tidak mendiamiku, itu menyakitkan, Vee." Jelas Laras. Suaranya semakin melemah diakhir kata.
"Pukul saja aku, Vee. Jangan pernah mendiamiku lagi, puku-"
Belum selesai Laras dengan perkataannya, Verga sudah lebih dulu memeotongnya dengan menempelkan bibirnya pada milik Laras. Laras benar benar-benar terkejut dibuatnya, matanya membulat sempurna mencoba mencerna apa yang baru saja terjadi.
Verga masih belum melepas pangutannya dari bibir Laras, ia melumat sebentar dan menyesap bagian bawahnya. Mata Verga memanas saat merasakan sesuatu yang asin dibibir gadis itu, luka itu karena ulahnya. Ia berusaha mengulum bibir milik Laras dengan lembut, Laras merasa ia tidak butuh obat lagi, bibir Verga sudah membuat rasa perih nya menghilang.
Verga tersadar setelah mendengar suara bel yang dipencet dari luar, Verga menjauhkan wajahnya dari wajah Laras. Ia mengecup kedua mata Laras yang masih terpejam.
"Sadarlah, kau kedatangan tamu." bisik Verga ditelinga Laras.
-
Keheningan menerpa ketiga manusia yang tengah duduk diruang tengah saat ini, Laras rasa AC nya sudah ia nyalakan, tapi kenapa hawanya masih panas juga. Kedua pria dihadapannya terdiam saling menatap tajam satu sama lain. Laras takut hal yang tidak diinginkan akan terjadi kepada dua pria itu.
"Apa yang kau lakukan disini?" tanya Varo menatap tajam Verga.
"Seharusnya aku yang bertanya, apa yang kau lakukan disini?"
"Yang benar saja sialan ini," umpat Varo pelan. "Kenapa kau bertanya balik? kedatanganku kesini tak ada hubungannya denganmu, sebaiknya kau pulang saja."
"Aku datang lebih dahulu, kau tidak ada hak untuk mengusirku." jelas Verga.
Laras menggigit jari jarinya, perdebatan kedua pria dihadapannya ini membuat hawa terasa semakin panas.
Varo mengalihkan pandangannya ke arah Laras, seketika raut wajahnya berubah menjadi tersenyum menatap wanita itu. "Laras aku datang untuk mengajakmu keluar sebagai janjiku kemarin yang sempat tertunda." Ungkap Varo.
"Tidak, hari ini dia tidak akan kemana-mana!" sentak Verga.
Laras menunjukkan ekspresi wajah bingungnya bersamaan dengan Varo yang menggeram kesal disana.
"Kau ini siapanya Laras, sih? suka sekali ikut campur!" sergah Varo menatap kesal pada Verga.
"Kau itu tidak tau diri, yah? sudah menyakiti Laras, sekarang kembali tanpa rasa bersalah, ingin menambah lukanya lagi atau bagaimana?" sinis Verga.
"Hentikan astaga!!" laras bangun dari duduknya. Ia berusaha menahan dirinya yang sudah mulai ikut terbawa emosi.
"Jika masih ingin berdebat seperti ini, sebaiknya kalian pulang saja!" sentak Laras penuh emosi.
"Dia duluan yang memulai, Ras. Bukan aku, aku hanya datang untuk mengajakmu keluar tapi kenapa dia malah melarangku." Adu Varo.
"Tentu saja aku melarangmu, aku tidak mungkin membiarkan sahabatku disakiti lagi oleh pria sepertimu." balas Verga.
"Kau tidak tau cerita yang sebenarnya, tapi kenapa jadi sok tau sekali?"
"Karena kau itu memang bajingan!" tekan Verga, setelahnya ia tersenyum meremehkan kearah Varo.
"Keparat sialan kau!" Varo bangkit siap melayangkan pukulan pada wajah Verga, jika saja Laras tak langsung berdiri ditengah tengah mereka, mungkin kedua manusia itu sudah saling memberi tanda diwajah masing masing-masing.
"Jika kalian tidak pulang sekarang, maka aku menolak untuk bertemu dengan kalian lagi." Sahut Laras, ia lebih memilih mengambil jalan tengah, tak mungkin ia memihak salah satu diantara mereka, itu akan menimbulkan kesalah pahaman.
Varo tampak menghela nafas pelan, jika saja bukan karena Laras, mungkin ia sudah mendaratkan beberapa pukulan di wajah Verga, bahkan jika perlu ia lebih memilih menghabisi orang itu saja agar tak ada lagi yang bisa menghalanginya dekat dengan Laras.
"Baiklah, Laras aku pamit dulu, ingat! hubungi aku jika terjadi sesuatu, mengerti?" Laras hanya mengangguk paham mendengar ocehan Verga.
Verga beralih menatap Varo yang masih berdiam diri disana, ia menarik kasar pria itu keluar. "Kau juga ikut keluar bodoh!" Varo memberontak tapi tetap tak bisa lepas dari tarikan Verga.
Laras menutup rapat pintu rumahnya setelah kedua pria itu keluar dari rumahnya, ia mengusap pelan dadanya berusaha menetralkan nafasnya, emosinya masih sedikit menguasai dirinya.
-
"Lepaskan brengsek!" Varo menghempas kuat tangan Verga setelah berada dihalaman rumah milik Laras.
"Jika ingin bersaing denganku, tidak begini caranya sialan!" geram Verga, tangannya sudah terkepal kuat dibawah sana.
"Apa maksudmu?!" teriak Varo tidak terima.
"Kau tidak mengerti caranya bersaing, yah? sehingga harus mengarang cerita tentang ayahmu kepada Laras agar dia percaya?" kali ini suara Verga menurun lebih tepatnya seperti bisikan tajam.