Chereads / War Torn: Fallen Dynasty (Bahasa Indonesia) / Chapter 2 - Secangkir Teh Hijau

Chapter 2 - Secangkir Teh Hijau

Langkah dari gadis berjubah biru tua terdengar sepanjang jalan kecil yang masih memancarkan aura kehidupan meskipun malam telah tiba. Toko-toko dan beberapa tenda pasar yang belum sempat dibongkar setelah pasar malam semalam masih berjejer rapi di sepanjang jalan. Jendela lantai atas beberapa toko masih memancarkan cahaya lembut dari dalam, menggambarkan kehidupan yang masih berlangsung di sana. Beberapa orang tua yang berkumpul di depan toko-toko, melingkari meja kayu, dan mengenakan jaket mereka dengan rasa nyaman, tampak sedang berbincang dengan penuh semangat.

Namun, ada satu ruko yang menonjol di antara toko-toko lainnya. Lampu terang menerangi neon besar dengan gambar cangkir dengan uap air yang menyala di depannya. Logo itu menarik perhatian Noriko, dan dia merasa tertarik untuk melihat apa yang ada di dalam bangunan tersebut.

Ketika gadis itu mendekati bangunan itu. Tercium aroma harum kopi yang menggoda, dia merasa betapa hangat dan nyamannya tempat ini. Ruangan itu terang benderang dengan lampu gantung yang memberikan cahaya lembut. Meja-meja kayu dengan kursi-kursi empuk tersusun rapi di sekitar, menawarkan kenyamanan kepada para pengunjung.

Di balik kaca bangunan tersebut, terdapat tiga orang yang tampak sibuk melayani beberapa pelanggan. Mereka terlihat begitu ramah dan rapi dalam seragam cokelat mereka. Suara mesin kopi yang bekerja dengan cekatan memenuhi ruangan, memberikan sentuhan hidup pada tempat tersebut.

Noriko melangkah masuk ke dalam bar yang tenang itu. Sebuah lonceng kecil berdering pelan saat dia membuka pintu, menandai kedatangannya. Suasana di dalam begitu berbeda dari kegelapan dan ketegangan yang dia alami selama pelariannya. Ruangan itu hangat dengan cahaya lembut lampu gantung dan hiasan-hiasan kayu yang berserakan di seluruh sudutnya.

Perempuan itu melangkah lebih dekat ke counter, mendekati seorang pelayan yang sedang bekerja. Dia merasa rasa lapar dan haus yang datang setelah perjalanan panjangnya dari kejaran polisi rahasia. Di tempat ini, dia merasa seperti menemukan oase di tengah gurun kelam.

Seorang barista dengan seragam hitam berdiri di belakang mesin kopi yang mengeluarkan suara mendesir. Dia tersenyum sopan saat Noriko memandanginya.

"Selamat datang," kata barista itu dengan ramah. "Apa yang bisa saya buatkan untukmu hari ini?"

Noriko mengangguk dan memeriksa daftar menu di belakang meja kasir. "Saya akan pesan secangkir kopi susu dan dua potong roti kopi yang dibungkus."

Barista itu segera mulai menyiapkan pesanannya dengan cekatan. Sementara menunggu, Noriko memperhatikan suasana bar ini. Sepasang pelanggan duduk dengan tenang di meja kayu, sambil menikmati kopi mereka dan terlibat dalam percakapan yang lembut. Tampaknya inilah tempat yang sempurna untuk beristirahat sejenak.

Ketika secangkir kopi susu dan dua bungkus roti kopi diletakkan di depannya, Noriko mengucapkan terima kasih pada barista dan membayar pesanannya. Dia mencari tempat kosong di sudut bar yang sepi dan duduk dengan tenang. Kopi itu memiliki rasa yang kaya dan membangunkan, dan Noriko merasa hangat di dalam saat menyeruputnya perlahan.

Dia merenung tentang perjalanan panjangnya dan semua rintangan yang telah dia hadapi. Tapi sekarang, setidaknya untuk saat ini, dia merasa aman. Dia tahu bahwa dia harus menjaga kewaspadaannya. Tetapi di sini, di dalam bar yang nyaman ini. Dia bisa merasa sejenak bebas dari beban yang selama ini dia bawa.

Beberapa pelanggan lain mulai memperhatikan Noriko yang duduk sendirian. Mereka menyapa dengan senyuman ramah, dan Noriko merespons dengan sopan. Dia merasa bahwa mungkin, di sini dia bisa mendapatkan informasi atau bantuan yang dia butuhkan.

Dengan secangkir kopi yang masih hangat di tangan, Noriko siap untuk beristirahat sejenak sebelum melanjutkan perjalanannya. Tapi dalam hatinya, tekadnya untuk membalas dendam dan mengembalikan kehormatan keluarganya tetap kuat. Dalam kegelapan malam, perjuangannya untuk meraih tahta akan berlanjut. Mungkin, di tempat yang tidak dia duga, dia akan menemukan sekutu yang akan membantunya mencapai tujuannya.

Sementara dia merenung, seorang pelanggan berjas putih dengan rambut putih memasuki bar. Warna irisnya yang merah dan kulit putih menunjukkan bahwa dia adalah seorang albino, layaknya orang vyr.

Pria itu memilih kursi di sebelah Noriko. Tanpa banyak bicara, dia memesan secangkir teh hijau. Gadis itu menatapnya dengan rasa ingin tahu, dan seolah merasakan pandangannya. Pelanggan itu membalas tatapannya dengan senyuman ramah.

"Kau terlihat sangat lelah? Sepertinya kau punya masalah, nona kecil?" tanya orang itu dengan suara yang tenang.

Noriko mengangkat alisnya, tetapi dia merasa bahwa dia bisa percaya pada pelanggan yang tampak begitu tidak biasa ini. "Saya sedang dalam perjalanan yang panjang."

"Kau terlihat sangat kelelahan, dan tergesa-gesa. Apakah engkau sedang mengejar sesuatu?" ia berhenti sejenak dan melihat Noriko dengan sedikit menyipitkan matanya, "atau... malah kau yang sedang dikejar...?"

Waktu bagaikan terhenti, gadis itu kaget dan sedikit ketakutan. Bagaimana pria ini mengetahui bahwa ia sedang dikejar, Noriko terdiam dan hanya menatap cangkir kopinya. Pria itu bisa saja seorang informan yang bekerja dengan faksi Kurogawa, bahkan mungkin lebih buruk. Pelanggan ini adalah polisi rahasia.

Ketukan jari telunjuk dari pria berjas putih diatas meja terdengar. Jantungnya berdebar-debar dengan keadaan ini. Dia melihat cangkir teh di dekat pelanggan itu. Memancarkan pantulan dari wajahnya yang pucat. Ia lalu melirik ke arah pria itu. Mata merahnya menatap Noriko. Tatapan tajamnya seperti menusuk jiwanya. Rambut-rambut di ekornya mulai berdiri.

Gadis berjubah biru tua itu merasa jantungnya berdebar kencang. Dia tahu dia harus berhati-hati dan tidak terlalu percaya pada orang asing, terutama di situasi seperti ini. Namun, ada sesuatu tentang pria itu yang membuatnya ingin tahu lebih lanjut. Apakah dia bisa menjadi sekutu atau hanya seorang penipu yang berusaha memanfaatkannya?

"Saya memang sedang dibuntuti" ujar Noriko dengan berhati-hati, tanpa memberikan terlalu banyak detail.

Pria tersebut mengangguk, dan melanjutkan minum teh hijaunya dengan tenang. "Tenanglah katakan semuanya."

Noriko merasa bahwa ini adalah kesempatan baginya untuk mendapatkan informasi atau bantuan yang dia butuhkan. Dia memutuskan untuk mempercayai pria misterius ini, setidaknya sebatas percakapan ringan.

"Dinasti Seirei telah jatuh, orang tua saya yang loyal pada kaisar dibunuh." ungkap Noriko padanya dengan sedikit getaran di tangannya.

Pria itu tersenyum lagi, kali ini dengan sedikit kelelahan di matanya. "Haha... Kau punya hidup yang berat juga ya?"

"Kenapa engkau tertawa?" tanya Noriko sembari memiringkan kepalanya sedikit. Dia bingung kenapa dia berekspresi seperti itu.

Namun, sebelum mereka bisa mendalami pembicaraan mereka lebih jauh, pintu bar tiba-tiba terbuka dengan keras. Beberapa polisi rahasia dari faksi Kurogawa memasuki bar dengan ekspresi serius dan tajam. Mereka segera memeriksa sekeliling bar, mencari tanda-tanda kehadiran Noriko.

Noriko merasa denyut jantungnya meningkat lagi. Mereka telah menemukannya begitu cepat. Dia ingin segera meninggalkan tempat ini, tetapi sebelum dia bisa bergerak, salah satu dari polisi rahasia itu menarik tangannya dengan kasar.

"Kau!" kata seorang polisi rahasia dengan suara tajam. Dia lalu menarik lengan Noriko.

Noriko mencoba untuk melepaskan cengkeraman polisi tersebut, tetapi tiba-tiba tangan pria itu, mencengkeram lengannya. Noriko merasa dirinya seperti terperangkap di antara dua kekuatan yang saling bertentangan.

Pria itu berdiri dengan tenang. Dia tahu bahwa situasi ini sangat berbahaya. Salah satu dari polisi rahasia tersebut menodongkan pistolnya ke arahnya.

"Jangan lakukan hal bodoh, tuan" peringatkan salah satu polisi rahasia itu dengan nada yang penuh ancaman.

Noriko merasa dirinya terjebak di antara polisi rahasia dan pria misterius yang mungkin saja bisa membantunya. Mereka berada dalam situasi yang sangat berbahaya, dan dia tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya.

Pria itu tahu bahwa dia tidak punya banyak waktu. Dengan cepat, dia menilai situasi dan memutuskan untuk bertindak. Tanpa ragu, dia menampar pistol yang diarahkan ke arahnya oleh salah satu polisi rahasia. Menyebabkan pistol tersebut terjatuh ke lantai.

Sebelum para polisi rahasia itu bisa merespons, pria itu telah mengeluarkan revolvernya dari balik jubah putihnya dengan gerakan yang cepat. Peluru pertama melesat dengan cepat dan mengenai lengan salah satu dari polisi rahasia itu yang langsung terjatuh ke lantai, merintih kesakitan.

Gemuruh tembakan revolver tersebut memenuhi ruangan dan menciptakan kekacauan. Pelanggan dan karyawan di bar tersebut berlarian ke segala arah, mencoba menyelamatkan diri mereka sendiri.

Saat pria misterius menembakkan beberapa tembakan terakhirnya ke arah polisi rahasia, mereka yang terkena tembakan jatuh tersungkur dengan gemetar. Namun, sebelum mereka bisa sepenuhnya direbut oleh ketakutan, seseorang dari luar menanggapi serangan pria itu.

Sebuah serangan balasan datang dari sekitar sudut gang, di mana polisi rahasia lainnya telah bersiap untuk mengambil posisi. Tembakan dan ledakan bubuk mesiu meletus dalam pertempuran yang cepat. Cangkir teh hijau pecah dan membuatnya tumpah celananya. Pria misterius itu menarik Noriko, menembak jendela di sampingnya dan kabur melewati itu. Dia membawa Noriko keluar dari tempat kejadian yang semakin berbahaya.

Mereka berlari dengan cepat melalui lorong-lorong gelap dan sempit, mencoba menghindari jalur-jalur yang mungkin telah diawasi oleh polisi rahasia. Pria misterius itu tampaknya tahu persis bagaimana menghindari pengejaran, dan dia membimbing Noriko dengan cepat dan hati-hati.

Tiba-tiba, salah satu polisi muncul dari sudut gang, dan baku tembak pun terjadi. Pria itu dengan cepat menembak polisi tersebut, memungkinkan mereka untuk terus bergerak. Namun, lebih banyak polisi yang muncul di sepanjang jalan mereka, dan pengejaran semakin intens.

Saat mereka berlari melewati lorong gelap yang sempit, Noriko mulai merasa kesulitan bernafas. Tangan dan kakinya terasa berat karena kelelahan, tetapi dia terus berusaha untuk mengikutinya.

"Kenapa kau melakukan ini untukku?" Noriko bertanya dengan napas terengah-engah saat mereka terus berlari.

Pria itu menjawab tanpa melihat ke arahnya "Aku hanya berpikir kalau ini adalah hal yang harus kulakukan."

Pandangan Noriko mengerut. "Apa maksudmu?"

Pria itu berhenti berbicara sejenak dan menatap Noriko dengan wajah serius. "Panggil aku Arasu."

Dengan itu, mereka melanjutkan lari mereka menuju bangunan tua yang terletak di ujung lorong. Tampaknya inilah satu-satunya tempat yang bisa mereka gunakan sebagai tempat berlindung sementara dari pengejaran polisi rahasia.

Mereka tiba di depan bangunan tua yang pintunya terbuka, dan tanpa ragu, mereka masuk ke dalam. Dalam kegelapan bangunan tersebut, mereka berdua duduk untuk sejenak beristirahat. Noriko masih penuh dengan pertanyaan, tetapi dia tahu saat ini bukan saat yang tepat untuk mengajukannya. Mereka harus membuat rencana berikutnya, dan dia percaya pada Arasu bahwa dia akan membantu mereka mencapai tujuan mereka.