Chereads / Livin' The Dream / Chapter 6 - Bab 6 Pasti Pergi

Chapter 6 - Bab 6 Pasti Pergi

Pria berambut hitam itu terdiam beberapa detik mendengar pertanyaan Aluna yang tepat sasaran.

Tapi ia sama sekali tidak ingin membenarkannya. Ia memilih menjawab pertanyaan Aluna dengan jawaban berbeda.

"Aluna," gumam pria itu tapi masih bisa di dengar oleh Aluna.

"Apa kau takut tidak bisa pulang?" lanjutnya.

"Apa?" Aluna tahu pria itu belum menjawab pertanyaannya. Tapi sekarang pria itu malah bertanya balik pada Aluna.

"Kau takut aku tidak membiarkanmu pergi?" tanyanya lagi pada Aluna.

Aluna terdiam, Aluna memang merasa curiga pada pria itu, tapi kalau rasa takut kalau ia tidak bisa pergi, itu sama sekali tidak ia rasakan.

Kalau pria itu melakukan sesuatu tentu Aluna akan membalasnya dan tidak akan tinggal diam. Aluna merasa percaya diri bisa mengendalikan pria itu setelah apa yang ia rasakan akibat perlakuan pria itu.

"Tidak, aku tidak takut."

"Kenapa?" tanya pria itu lagi.

"Karena aku yakin pasti bisa pulang apa pun caranya." Aluna menjawab dengan penuh percaya diri.

Pria itu menatap Aluna, ia melepaskan sedikit kesedihan di wajahnya. Tapi karena suasana yang remang-remang, Aluna tidak bisa melihat ekspresi sedihnya itu.

Ia buka suara dengan sedikit kesedihan yang terdengar, "Baiklah, aku mengerti. Apa pun yang aku katakan dan yang aku lalukan, kau tetap akan memaksa untuk pergi kan?"

Aluna mengangkat alisnya, merasakan sesuatu saat mendengar pertanyaan itu. Aluna seperti bisa merasakan pria itu sedih jika ia memaksa pergi tapi pria itu seolah akan melepaskannya pergi.

Aluna menjawab dengan ragu, "Tentu saja."

Keadaan menjadi hening beberapa saat di antara mereka berdua.

Sampai akhirnya pria itu buka suara, "Kau bisa pergi sekarang."

Aluna melebarkan matanya. Pria itu seolah mengusirnya. Aluna melihat ke keadaan sekeliling yang gelap, ia lalu menemukan satu jendela. Semoga jendela itu menghubungkan dalam rumah dan luar rumah.

Tanpa membalas perkataan pria berambut hitam itu, Aluna mendekati jendela kayu yang ia lihat tadi lalu membukanya.

Apa yang Aluna lihat membuktikan dugaannya. Saat ini sudah malam. Air terjun kecil dan sungai itu berkilau terkena cahaya bulan yang sangat terang.

Kupu-kupu yang tadi pagi berterbangan digantikan oleh titik-titik cahaya dari kunang-kunang. Aluna menatap beberapa tanaman mengeluarkan sedikit cahaya dari kelopak bunganya dan daunnya.

Tapi karena sedikit jauh, Aluna tidak yakin itu cahaya dari bulan atau dari kunang-kunang. Padahal sebenarnya itu cahaya dari tanaman itu sendiri.

"Menurutmu, melakukan perjalanan malam hari dan siang hari, mana yang lebih baik?" Akhirnya Aluna membalas perkataan pria itu sebelumnya.

"Eh?" Pria itu tampak berpikir.

"Jika kau tidak ingin terlihat oleh banyak orang maka lakukan saat malam hari," pria itu menggeleng dengan perkataannya sendiri.

Bahkan jika siang hari Aluna bepergian, ia tidak akan dipedulikan oleh orang-orang. Karena Aluna berbeda.

"Sebaiknya kau pergi saat siang hari atau bisa besok pagi." Pria itu memberikan saran seperti itu karena jika Aluna ingin mencari informasi ia tidak bisa bertanya pada orang-orang yang tidur di malam hari.

Tapi ia tidak yakin Aluna mau menunggu lagi sampai besok. Sebelumnya saja ia marah-marah karena tidak dibangunkan.

"Iya, kan?"

Pria itu berkedip, apa Aluna baru saja menyetujui sarannya?

"Aku juga berpikir seperti itu." Aluna melanjutkan lagi.

"Kau yakin?" Pria itu menatap heran Aluna, "Bukannya kau ingin cepat-cepat pergi?"

"Iya. Karena itu kau seharusnya membangunkanku sebelum malam datang. Tapi sekarang sudah malam. Jadi, ya sudahlah. Aku akan pergi besok pagi. Melakukan perjalanan itu memang bagus saat siang hari." Aluna menjawab panjang lebar.

"Sebelumnya aku berpikir kalau kau memberitahuku di mana kita saat ini mungkin aku bisa pergi sendirian. Tapi bahkan jika aku tahu, tempat ini rasanya sangat asing."

Pria itu tidak mengatakan apa-apa dan mengulang kalimat terakhir Aluna di otaknya. Aluna benar-benar lupa ingatan, ia bahkan mengatakan ini tempat asing.

Alis pria itu berkerut kemudian. Tunggu dulu, apa mungkin semua ingatannya di dunia terhapus? Yang tersisa adalah ingatannya sebelum tinggal di dunia ini?

Ia mengingat-ingat lagi semua perkataan Aluna bahwa Aluna pernah menikah. Apa itu berarti pernikahan mereka adalah yang kedua bagi Aluna? Tapi ia juga ingat Aluna bilang suaminya sudah meninggal. Jadi sebenarnya ia harus khawatir atau tidak dengan perasaan Aluna untuk suami pertamanya itu?

Pria itu jadi bingung sendiri.

"Aluna, apa kau masih ingat, saat aku masih menjadi anak kecil, kau pernah menolongku?"

"Menolongmu? Saat anak-anak?" Aluna mengingat-ingat masa kecilnya, saat kecil apa ia pernah bertemu dengan pria ini?

Aluna menggeleng, ia adalah orang Asia dan pria ini sama sekali tidak terlihat seperti orang Asia. Lagi pula meski ia bertemu orang asing, kebanyakan mereka itu orang yang sudah dewasa. Ia tidak bertemu dengan orang asing yang masih kecil.

Untuk memastikan Aluna ingin bertanya siapa nama pria itu mungkin ia lupa pernah bertemu dengannya saat kecil.

"Siapa namamu?" Aluna juga seolah baru sadar belum tahu siapa nama pria ini padahal ia sudah tinggal dan makan dari masakan pria itu.

Pria berambut hitam itu tampak syok, "Apa? Kau bahkan lupa namaku?"

Ternyata memang benar dugaannya, Aluna melupakan segalanya tentang dunia ini.

"Aku tidak tahu dan tidak pernah ingat kenal denganmu," balas Aluna dengan melipat kedua tangannya di depan dada.

Ia tidak mau disalahkan atas sesuatu yang tidak ia lakukan.

"Raven, namaku Raven." Pria itu menjawab dan menghela napasnya, tampak ingin mengurangi beban yang seketika menimpa dirinya.

"Raven," gumam Aluna lagi mengingat-ingat, ia lalu menggeleng lagi.

"Aku tidak ingat, kau yakin kita pernah bertemu? Kau tidak berbohong kan? Kau tidak sedang mengerjaiku kan?" tanya Aluna berturut-turut.

"Tidak, aku serius soal ini."

Aluna membatin, sepertinya pria itu memang serius.

Aluna ingat kejadian tadi pagi saat perutnya berbunyi dan menghentikan pembicaraan keduanya. Sekali lagi kejadian itu terulang. Perut Aluna berbunyi.

Bukan hal yang aneh, seharian ia hanya tidur dan makan satu kali saja. Meski tidur membuat laparnya tidak terasa tapi saat bangun ia harus segera makan.

Aluna tampak memandang pria di depannya yang tengah melihat ke arah perutnya.

"Apa kau punya makanan?" tanya Aluna berusaha untuk tidak merasa malu saat mengatakan itu.

"Aku sudah menyiapkan roti untukmu makan." Pria itu menjawab lalu meminta Aluna mengikutinya ke dapur.

Aluna langsung berterimakasih saat diberikan roti berisi daging ayam yang dibumbui. Ia sangat menyukainya.

"Kau benar-benar tahu, ya, apa saja makanan kesukaanku." Aluna berkata di sela-sela makannya.

"Tentu saja, aku tidak hilang ingatan," balas pria itu tanpa tahu akibat ucapannya.

Aluna tersinggung, ia memutar bola matanya dan kembali melanjutkan makannya.

*****