Hari hari terus berlalu. Hari kelulusanpun telah tiba aku dan Wulan memilih jalur masing-masing yang dipisahkan oleh perbatasan kota. Jogja-Solo memang tak begitu jauh,tapi waktu yang kita miliki amatlah padat. Oya ngomong ngomong soal hubunganku dan Anggit sudah usai sejak satu bulan kami jadian. Walau begitu, kami tetap berteman dengan baik bahkan kami satu kampus hanya saja beda program studi saja. Selain dia, Ben, Doni juga kuliah bareng.
Kriinggg... kriinggg...
Aku:"Hallo!!Wulaannn!!heyy gimana di sana? sehat sehat kan?"
Wulan :" Wooyyy! Sehat .. kamu gimana di Jogja? kuliah lancar? sehat kan?"
Aku :" Sehat sehat, Eh kapan bisa ketemu kangen weh."
Wulan :" Emm.. Minggu?"
Aku : "Gaslahh!"
Wulan : "ghokay sunset yak Nad."
Akhirnya kami mengobrol via video call dengan ramai dan penuh canda tawa. Padahal hanya berdua saja seperti satu rt turut video call. Video Call kami terhenti ketika Wulan akan mengerjakan tugasnya. Begitu juga aku yang harus melanjutkan kegiatanku membersihkan kos.
Hari yang begitu menyenangkan dengan padatnya kegiatan kuliah dan organisasi. Tak jarang juga aku latihan. Perjuangan aku masuk ke kampus impian memang membuat aku selalu sadar di setiap langkah yang aku jalani untuk terus bersungguh-sungguh dalam menjalankan kuliah. Terkadang berat namun hal itu aku percaya Allah selalu ada untuk membantuku. Keluarga baru di organisasi juga membuat aku semakin kuat dan tak kesepian.
Pergaulan yang lebih mayoritas bareng kakak tingkat membiat aku mengetahui info-info yang ada di kampus dan tak begitu ketinggalan. Ipk juga cukup puas untuk seorang Nadia yang bisa dibilang pas-pasan. Aku memanfaatkan waktu untuk selalu disiplin demi mengharapkan nilai tambahan dari dosen. Kedatanganku dalam kuliah jam pertama biasanya 30 menit atau 15 menit sebelum perkuliahan dimulai. Biasanya aku mampir ke ruang kesekrerariatan terlebih dahulu hanya sekedar melihat kabar, dan tak jarang juga banyak kakak tingkat yang aku kenal sering membuat perkuliahan nampak tak membosankan.
Curahan hati mereka tentang perkuliahan sering membuatku tertawa hingga perut sakit bukan main karena lagak mereka yang bermacam-macam sesuai daerah masing-masing dan kata yang beragam membuat suasana tawa semakin terasa.
"Mas Agam gak kuliah?" tanyaku sambil meletakkan tas di sebelahnya.
"Bentar lagi."
" Lah? Mbak Niken udah ke gor tadi."
"Wehh iya po? wa pelanggaran ni."
"Wooo makannya push rank muluk jadi ketinggalan kereta. Rasain ni kalah kalah,"ledekku sambil memencet asal layar androidnya yang sedang push rank.
"Heh apaan lo. Diem lo dasar nak durhaka."
"Biarin wleekk."
"Yahh kan kalah. Elu si Nad. Jajanin gue di kantin."
"O gah."
" Wooo sini lo,"sembari melempar rafia di sebelahnya tepat mengenai wajahku.
Kuambil Rafia itu kemudian kuikatkan ke kakinya yang terus berusaha menendang. "Wooo adek tingkat durhaka bener lo."
Duaarrr!!
Suara pintu ruang kesekretadiatan tibatiba terbanting dan ada mbak Widya.
"Astgahfirullah kalian pada ngapain?!"
"Jangan salah paham dulu mbak cuma ngiket kakinya mas Agam aja biar gak bisa masuk kelas heheheh."
"Ahahahahah makan yok laper aku."
kulihat jam tangan melingkar di pergelangan tanganku sudah menunjukkan pukul 09.15 WIB,"Mampus, 5 menit lagi masuk."
Bergegaslah aku mengambil tasku namun dicegah oleh mas Agam.
"Agagagh gentian sekarang," sambil menarik tas yang akan ku bawa.
karna tak banyak waktu, aku membuka tas dan mwngambil binder serta bolpoin kemudoan berlari menuju ruang kelas lantai dua dimana kampus sengaja tidak membuat lift mungkin agar mahasiswa mahasiswinya berolahraga. Namun tiap kelas diberi dua sampai tiga AC.
sesampainya di depan kelas ku berusaha tenang mengatur napas. Kutebarkan pandanganku ke seluruh ruang kelas hanya masih ada beberapa temanku.
"Ngapain lo ngos ngosan? habis maling?"tanya Reni
"Dikejar hantu kampus yaitu elo!"
"takut telatlah,"sambungku
Dengan santai hanya membawa binder serta satu bolpoint aku duduk di bangku nomor dua dari depan yang kurasa itu sudah menjadi tengah dari keempat varis bangku.
Aku duduk dengan memainkan bolpoint sesekali mengintip waktu di jam tanganku dan melihat pintu masuk. Sambil mengatur napas, aku menyoret nyoret kertas yang masih suci dibinderku. Berimajinasi menggambar kartun animasi captain tsubasa favoritku. Tak lama kemudian, Lia datang menyapaku namun aku hanya membalas singkat karena masih fokus menggambar. Dia tiba-tiba berkata bahwa mata kuliah ini kosong. Seketika aku berhenti menggaris wajah sang captain dan menatap Lia.
"Benera?!"
Lia menyodorkan Android dan membuka pengumuman yang telah dishare keketua kelas dari dose langsung itu sendiri.
"Dah kan? Makan yok."ajaknya.
"Duh maaf aku enggak dulu deh."
"emc kamu mah mesti enggaknya. Yaudah duluan ya."
"eheheh atiati."
Kututup binder kemudian kembali ke kanfin sebelah ruang kesekretariatan yang disitu sudah ada mbak Widya tengah melahap suap demi suap nasi dengan lauknya menatap heran kepadaku. Dia menanyakan kenapa cepet banget kelasnya. Dengan malas aku menaruh binder di meja sebelah mbak Widya kemudian mengambil piring yang akan kuisi nasi sambil menjawab pertanyaanya dan mengatakan kalau jam itu kosong. Mbak Widya pertama hanya tersenyum dan mengajakku makan duduk di sebelahnya. Aku menurutinya kemudian kami mengobrol santai kesana kemari dengan candaan sana sini. Sesekali memusatkan perhatian penghuni kantin yang lainnya.
Dipertengahan makan kami berdua membahas tentang apa yang terjadi saat mbak Widya lihat. Mbak Widya malah ketawa dan menjelaskan bahwa semua dibawa santai tak perlu serius karna ia juga sudah paham. Kami akrab sejak aku ikut organisasi jadi tak sungkan untuk menanya apapun karna sudsh seperti kakak adik. Bagiku mereka kakak kakak yang menjadi teman sekaligus sunda gurau.
Selesai makan kami kembali masuk ke sekre. terlihat disana tasku sudah tak aman dimana sudah dipakai mas Gani sebagai bantal. Layaknya bantal kasur di rumahnya untuk tidur dengan santainya.
"Heehh.. Allhamdulillah kenyang,"gurau mbak Widya sambil duduk di sebelah mas Steven dengan iphone nya.
" Hufttt... kenyang ya mbak ahahahha makasih ya mbak Widya."
" Apaan?" mendadak mbk Widya heran menatapku.
Mas Viki beronta ronta untuk meminta traktiran dari Widya.
"Hey apaan gue gak ulang tahun bego ahahaha Dasar Nadia ini menebar hoax."
Aku hanya meringis begitu juga mbk Widya membalasnya dengan tertawa. Saat aku mengambil android yang tertinggal di tas dengan perlahan. Mas Gani mulai kerasa dan bamgkit ssmbil meminta maaf. Aku hanya bisa tersenyum santai dengsn jawaban tidak masalah. Hidup rasanya tenang jika tak ada mas Agam namun sepi juga tak ada yang usil. Hanya Android masing-masing membuat suasana menjadi hening tak ada suara sama sekali. Suara daun jatuhpun dapat terdengar dan Desisan orang tertidur terdengar jelas di telinga. Disitu aku hanya menikmati game sepak bolaku dengan memanfaatkan wifi kampus.
"Woy!diem diem baek?!"