Arghi mencemooh. "Aku tahu apa yang harus dilakukan."
Galant menjentikkan tengkoraknya.
Dadanya bertemu lagi dengan kasur, dan kali ini yang bisa dirasakan Galant hanyalah lubang perutnya yang menyala dengan api yang belum pernah dia rasakan sebelumnya. Dia mengarahkan tangannya terlebih dahulu, menghaluskannya di seluruh punggung Arghi. Kali ini lebih dingin, dari kurangnya sentuhan dalam beberapa saat terakhir, dan semua yang Galant ingin lakukan hanyalah menelusuri kulitnya. Dia bersenandung tanpa sadar dan menggunakan punggung tangannya untuk menyentuh Arghi.
Kemudian, dia memasukkan permen itu ke pipinya—merasa sengatan tajam di sudut mulutnya—dan menanamkan ciuman yang lebih lembut ke kulitnya.
Suara yang keluar dari mulut Arghi membuat Galant berpikir untuk tidak pernah meninggalkan posisi ini. Dia menghembuskan napas yang berubah menjadi tawa bernada tinggi seperti Arghi. Lubang di perut Galant tegang.
"Dan yang itu?" Arghi berbisik dengan nada pelan. "Untuk apa itu?"