"Kira-kira orang buta seperti aku, bagaimana caranya untuk bekerja?" Galant langsung memfokuskan pandangannya pada Arghi yang menghadap ke arahnya, tatapan mata itu kosong, tetapi Galant sangat paham dengan apa yang coba Arghi bagi padanya. Hanya dengan itu kemarahannya datang dengan cepat menyulut dirinya.
"Mengapa kamu mengatakan itu?" Galant langsung menderu bertanya yang secara otomatis menyebabkan Arghi yang tertunduk dengan wajahnya yang menekuk di hadapan Galant.
Tangan Galant naik untuk mengguncang laki-laki yang lebih tua darinya ini untuk membuatnya kembali sadar atas apa yang dia katakan barusan.
"Aku hanya bertanya, Galant." Suara Arghi memelan dari yang di duga oleh Galant. Kepala Arghi menunduk menyebabkan Galant tidak dapat melihat bagaimana ekspresi yang tercipta dari wajah Arghi di sana.
"Kamu tidak perlu menanyakan itu dan aku sudah mengatakan untuk jangan mengkhawatirkan apapun." Dia telah tinggal bersama Arghi dalam jangka waktu panjang selama bertahun-tahun, dia tahu bagaimana sifat dari Arghi ini sebenarnya dengan masalah sekecil apapun pastinya akan menarik atensi penuh di dalam pikiran Arghi.
"Aku tidak mungkin hidup seperti ini terus, Galant. Menjadi benalu untuk orang lain." Tangan Galant mengepal erat dan merasakan sesuatu lain bergejolak di dalam dadanya. Dia tidak terima jika Arghi mengatakan itu padanya.
"Orang lain? Setelah semua yang terjadi dengan kita semua di rumah ini, kamu menganggap aku orang lain? Arghi tidakkah kamu memikirkan bahwa aku di sini ada untukmu, mengapa aku bertahan sampai sekarang setelah kematian ayah dan tetap berdiri seperti ini adalah karena kamu. Aku tahu bahwa kamu pastilah membutuhkanku." Galant terengah setelah mengatakan itu, dia menatap tajam ke arah Arghi.
Dia tahu bahwa Arghi memanglah kehilangan ingatannya, tetapi itu bukanlah akhir dari dunianya. Mengapa lagi-lagi Arghi tidak pernah menyadari dari perkataannya barusan melukai hati Galant sedemikian rupa.
"Ayahmu mengambilku dari jalan, setelah yang terjadi dengan kondisiku seperti ini seharusnya kamu mengembalikan aku ke jalan lagi. Sungguh Galant, aku tidak ingin menjadi duri dalam hidupmu."
Duri? Arghi menganggap dirinya sendiri sebagai duri dalam hidup Galant? Begitu mudahnya laki-laki yang lebih tua darinya ini membuat kesimpulannya sendiri. Satu kali pun Galant sama sekali tidak pernah mengungkit tentang masa lalu kelam itu kembali dan satu kata pun Galant tidak pernah mengatakan apapun untuk membawa percakapan kejadian yang telah berlalu ini hingga sampai ke sini.
Alis Galant menukik tajam menatap Arghi dan memilih diam dengan bibirnya yang di tarik lurus.
"Arghi kamu ingin lari lagi dari rumah dan berakhir di rumah sakit?" tanya Galant, dia sebenarnya takut jika Arghi benar-benar akan melakukan itu dan meninggalkan Galant sendirian di dalam rumah besar ini. Mengapa Arghi begitu tega melakukannya?
Galant kembali teringat dengan bagaimana pada akhirnya Arghi kembali terbaring di rumah sakit dengan kepala yang berlumuran darah. Dia terus membayangkan tubuh orang yang berada di dalam jangkauannya ini berguling tak terkendali pada setiap anak tangga dengan keputusan awal hendak melarikan diri dari sini.
"Sekarang lakukanlah apa yang kamu inginkan."
***
Galant menutup pintu lumayan keras, tidak bermaksud melakukan hal yang demikian. Dia sekali lagi melakukan hal yang kekanakan seperti ini pada Arghi, tetapi tentu saja Galant tidak dapat menahan diri atas semua pertanyaan yang Arghi lontarkan padanya.
Mengapa Arghi bertanya dengan nada keputusasaan itu pada Galant? Seolah harapannya tak lagi timbul di sana.
Galant merosot di depan pintu, kakinya sudah lama menjadi lemas saat dia untuk pertama kalinya mencium aroma yang begitu kuat dari Arghi. Dia berkata bahwa Arghi tidak memakai parfum apapun pada tubuhnya, tetapi mengapa semuanya begitu kuat hingga bahkan sesuatu yang berada pada tubuh Galant bangkit dengan tidak menyenangkan.
Ini sungguh aneh bagi Galant, dengan aroma itu yang begitu mempengaruhinya. Apa yang salah pada Arghi dan juga apa yang salah dengan dirinya hanya dengan hal seperti itu?
Galant dengan perasaan malunya menekan bagian bawah dirinya erat berharap hal itu dapat membuat bagian dari tubuhnya ini menjadi normal kembali. Ini jelas salah dan Galant harus segera berhenti dalam kondisinya yang seperti ini, terutama yang menjadi kesalahannya adalah karena dia bangkit karena Arghi.
Betapa tidak normalnya itu.
Galant mengacak rambutnya, setelah keputusannya yang melarikan diri kembali, menghindari Arghi. Dia tidak bisa berpura-pura tidak mencium aroma itu yang menelusup keluar dari celah-celah pintu kamarnya. Namun, ada perubahan dari bau itu yang kali ini membuat Galant tidak tahan untuk menciumnya terus menerus.
Dia mengibas kaus dikenakannya serta menarik napas panjang yang langsung disesali Galant ketika aroma itu mengisi kembali setiap rongga pernapasan Galant. Bangkit dari duduknya untuk meyakinkan dirinya, Galant kembali menghadapkan tubuhnya pada pintu yang tertutup serta meraih handle. Dia sekali lagi memang tidak harus meninggalkan Argi dengan kemarahan yang cepat datang pada hal yang seharusnya tidak dia lakukan.
Namun, tetap saja itu semua telah terjadi dan biarkan berlalu di belakangnya.
Dia membuka pintu dan seketika tubuh Galant menjadi semakin lemas dan Galant hampir merosot kembali ke lantai jika saja dia tidak berpegang erat pada pintu di dalam genggamannya.
Benar, memang ada yang salah pada tubuh Galant sendiri. Dia menarik napas dalam-dalam membutuhkan banyak udara segar lainnya yang seharusnya Galant dapatkan, tetapi lingkungan sekitar tampaknya sama sekali tidak mendukung Galant untuk melakukan hal itu ketika bagian tubuh bawahnya hingga sekarang masih terasa sakit menekan untuk bangkit keluar. Terasa keras seperti batu dan panas.