"Tetaplah di sini. Kalaupun harus ada yang membantu untuk mengambil daun itu, maka orang itu adalah aku."
Evelyn jelas tak bisa membiarkan itu terjadi. Tidak akan pernah! "Tidak bisa! Yang Mulia adalah Raja, mana boleh melakukan hal itu!"
"Lihat, itulah yang aku maksudkan. Raja dan Ratu adalah sepasang. Kita sama dan sederajat. Jika aku tak boleh, maka kamu pun tak boleh."
Raja memandang wajah Sang Ratu dengan tatapan teduh. Ia sangat tahu meski Sang Ratu dilarang akan sangat sulit. Keras kepala dan tak bisa diatur. Ia akui sifat ini sangat jauh berbeda dengan Evelyn yang dikenalnya.
"Sayang, cukuplah dengan mempercayai para prajurit kita untuk melakukannya. Mereka adalah orang yang terlatih. Kita bisa melakukan yang lain di sini." Pelan dan lembut, semoga saja semua ini berhasil.
"Aku hanya ingin melakukan semua yang terbaik untuk warga—"
"Aku tahu."
Hari menjelang malam dan belum ada kabar selanjutnya tentang daun pepaya yang mereka butuhkan. Sang Ratu tak bisa tidur. Di dalam satu rumah warga yang ditempati, pendamping Raja Atlanta itu terus mondar-mandir.
Sang Raja yang mulai kesal dengan tingkahnya pun menegur, "Bahkan bila kamu tak tidur pun, daun itu tidak akan datang dengan sendirinya. Sayang, semua orang yang berada di sini memiliki misi yang sama. Jangan pernah berpikir bila hanya kamu saja yang sedang berperang."
"Tetap saja aku tak bisa tenang. Aku harus …."
Raja Archer tak mau mendengarkan banyak alasan. Ia bangun dari tempat tidur dan menggendong Sang ratu. Dibawanya wanita itu di atas ranjang.
"Tidur sekarang dan ini adalah perintah!"
Satu, dua, tiga. Tidak ada perlawanan. Dengan jantung yang berdegup kencang, Sang Ratu memaksakan matanya untuk segera terpejam. Mungkin jauh lebih baik bila ia tidur saja.
***
Pagi-pagi benar, para prajurit itu sudah kembali. Dua berita bagus mereka dapatkan. Keadaan warga yang diberi ramuan obat kemarin sudah berangsur baik. Lalu, dengan lembaran yang lebih banyak, mereka sangat yakin wabah malaria ini akan segera berakhir.
"Ayo, ayo, kita harus segera membuat ramuan yang lebih banyak!!" Raja sudah memberi perintah dan segera dilaksanakan.
Dua dayang yang setia menemani Sang Ratu pun mulai mengantarkan ramuan ke rumah-rumah warga. Mungkin benar bila dua dayang itu bertugas melayani Sang Ratu. Namun, apa jadinya bila mereka tak melakukan yang lebih?
Ditambah dengan keinginan Ratu sendiri, sudah pasti bantuan dari mereka akan dikerahkan. Semua mengambil peran masing-masing. Sesekali Raja tersenyum memandangi wajah Sang Ratu yang sangat bersungguh-sungguh melakukan tugas mulia ini.
Perjuangan melawan wabah selama dua hari tiga malam berakhir manis. Setelah pemeriksaan oleh para dokter, desa itu dinyatakan bebas dari wabah malaria. Semuanya bersorak. Ini adalah berita sukacita bagi kerajaan!
"Kau hebat!" puji Sang Raja pada Evelyn.
"Kita semua sudah melakukan yang terbaik." Sang Ratu tak mau besar kepala. Apalah artinya semua ini bila ia tak dibantu oleh yang lainnya.
Sang Raja masih tidak mempercayai semua ini. Seseorang yang dicintainya memiliki andil yang sangat besar. Ramuan itu mengingatkannya pada seseorang.
"Ratu kita memang yang terbaik," puji sang dayang. Mereka sudah kembali dalam perjalanan pulang menuju istana kerajaan.
"Hei, kalianlah yang sudah membantuku. Aku tak bisa apa-apa sendirian. Ah, kita semua sudah berusaha sejauh ini. Nah, mari kita beristirahat lebih dulu. Dan juga … para prajurit di sana patutlah mendapatkan penghargaan karena pekerjaan yang baik ini." Sang Ratu menatap Sang Raja memberikan kode keras. "Bagaimana menurut Yang Mulia Raja?"
"Ya. Itu sudah pasti. Kita akan mengirimkan masing-masing 1 karung beras pada keluarga mereka. Ah, itu bahkan tidak cukup."
"Terima kasih, Yang Mulia! Kemurahan hati Yang Mulia memang tidak tertandingi!!" seru prajurit yang mendengarkan keputusan Sang Raja.
Sorak sorai dari penduduk pun menjadi teman sepanjang perjalanan mereka. Ini adalah hari baik!
Bahkan sesampainya rombongan itu di istana, masih mendapatkan ucapan terima kasih. Bukan hanya ucapan. Ada hasil pertanian dan juga beberapa lembu sehat dipersembahkan bagi Sang Raja.
"Yang Mulia, para warga desa mengucapkan terima kasih atas kerja keras Yang Mulia."
Mendengar berita yang disampaikan Tuan Barron padanya membuat 1 senyum manis merekah. Apa yang dilakukan oleh Sang Ratu tidak sia-sia. Ini bukan hanya tentang penghargaan. Banyak nyawa yang selamat karena Sang Ratu yang mau turun tangan menangani wabah.
Raja Archer turut senang.
'Tidak kusangka hanya dengan daun papaya bisa menyelesaikan masalah di kerajaan ini. Ah, seandainya saja aku bisa membawa obat ke tempat ini.'
"Ratu, adakah hal yang perlu kami lakukan?"
"Aku mau mandi terlebih dahulu."
"Kami akan membantu."
"Tidak! Aku akan mandi sendiri," tolak Evelyn. "Mulai sekarang—tidak, mulai dari saat itu aku akan mengurus diriku sendiri. Kalian juga boleh beristirahat hari ini. Bukankah kalian juga lelah telah membantuku?"
Dua dayang di sana hanya bisa saling memandang. Mana bisa seperti itu? Tugas mereka sebagai dayang adalah melayani Sang Ratu.
"Kami adalah dayang pelayan Sang Ratu. Kami harus tetap di sini."
"Kalian bisa dan ini adalah perintah!" Evelyn tidak kehilangan akal. Dengan begini, 2 pelayannya bisa beristirahat.
"Jika memang ini adalah perintah, kami mohon undur diri. Terima kasih, Yang Mulia."
"Hm."
***
Wabah di desa telah selesai. Pengobatan tradisional dengan memanfaatkan daun pepaya membuahkan hasil yang sangat mengejutkan. Tidak mengherankan bila Sang Raja bahkan memerintahkan warga untuk mulai menanam pohon papaya dalam jumlah yang banyak.
Hari yang melelahkan sudah sirna. Pasangan itu kembali ke ruang pribadi mereka.
"Aku beruntung memiliki Ratu sepertimu, Jennifer."
"Ehehe …."
Evelyn berusaha menghindari tatapan Raja Archer. Ini tidak benar. Bahkan jika ia memang memiliki tubuh Sang Ratu, bukan dirinya yang sedang berada di sini. Ini adalah hak orang lain. Untuk sesaat, Evelyn dalam tubuh Evelyn memikirkan tentang ini—bagaimana seseorang sangat beruntung mendapatkan pasangan yang nyaris sempurna?
"Kira-kira, apa yang terjadi di sana?" celetuk Evelyn tiba-tiba.
"Apa yang sedang kamu tanyakan dan kenapa wajahmu seperti sedang melamun, Ratuku?" Pertanyaan Raja Archer langsung membuyarkan lamunan Sang Ratu.
Ia hanya menggelengkan kepala lalu menjaga jarak di antara mereka. Ranjang yang ditidurinya kini dilihatnya dengan perasaan bersalah. Ini seperti mencuri tempat orang lain.
"Sayangku, ada apa denganmu?" Raut wajah Raja Archer tak bisa berbohong. Ia masih mencemaskan kondisi Sang Ratu.
"Tidak ada. Aku hanya merasa … aku adalah orang jahat."
"Tidak, tidak. Kamu adalah orang baik. Lihat, Seluruh wilayah Kerajaan Atlanta tahu bila Ratu kesayangan mereka baru saja menyelamatkan banyak nyawa."
Evelyn tidak membalas lagi. Menjelaskan seperti apa pun rasanya Sang Raja tidak akan mengerti.
'Seandainya kamu tahu kalau aku bukanlah ratu yang sesungguhnya ….'