Evelyn mengingat setitik memori yang merasuk dalam dirinya. Lalu, ia mengingat sikap Ratu Jennifer yang tidak gegabah dan sembrono. Sifat Jennifer yang anggun layaknya wanita sejati.
Evelyn menggertakkan giginya sendiri. Wanita itu pun mulai mencoba untuk bertingkah sebagaimana Ratu Jennifer yang sesungguhnya.
Apalagi belakangan ini, Evelyn selalu berada di tempat yang sama. Wanita itu telah berada dalam dunia antah berantah ini sehingga ia merasa bahwa dia juga harus bertahan di sini.
"Kalian masih tidak mengizinkanku?" tanya Evelyn pada pelayan di depannya. Mereka menganggukkan kepala dengan takut. Bisa saja mereka terkena hukuman bila nantinya tak menuruti perkataan Raja Archer.
Meskipun Raja Archer bukanlah diktator yang seenaknya sendiri, otoritas kerajaan tak akan pernah berubah. Selalu kejam dan sewenang-wenang.
Evelyn tak bisa mengambil keputusan yang ceroboh, apalagi kalau Raja Archer menyakiti orang lain hanya karena tekadnya yang ingin membantu turun tangan ke daerah wabah berbahaya.
"Baiklah kalau begitu, aku akan pergi menemui Tuan Barron."
Evelyn berjalan kembali ke dalam kamar dan meminta pelayan memanggil Tuan Barron. Jennifer adalah seorang perencana. Ia cerdas dan sangat pintar, jika dibandingkan dengan Evelyn.
Wanita itu merupakan orang yang kompeten. Walaupun dia hanyalah perancang bunga saja, keahlian matematis dan literasinya sangat luar biasa.
Maka dari itu, Raja Archer tak segan untuk mempersuntingnya.
Evelyn memang tak selihai Ratu Jennifer, akan tetapi dia tak boleh menganggap rendah diri sendiri. Evelyn adalah representasi wanita pekerja keras. Ia pasti bisa dengan cepat beradaptasi dengan dunia ini.
Tak lama kemudian, Tuan Barron datang menemuinya lagi. Pria itu menundukkan kepala dengan hormat, "Selamat pagi, Cahaya Bersinar Kerajaan. Adakah yang perlu aku bantu, Ratu?"
"Tuan Barron," ujar Evelyn dengan nada yang rendah dan tegas.
"Ya, Yang Mulia." Tuan Barron masih menundukkan kepalanya.
"Kau mengatakan padaku jika aku bisa pergi saat keadaanku sudah stabil, bukan? Maka … aku ingin menyampaikan hal ini." Evelyn sangat percaya diri.
"Apa yang akan Yang Mulia Ratu sampaikan?"
Evelyn menghela napas panjangnya, agak sulit untuk berkonsentrasi mengeluarkan ingatan dari Ratu Jennifer di otaknya sekaligus mengucapkannya penuh keanggunan pada Tuan Barron.
"Aku tahu belakangan ini kondisiku cukup aneh. Akan tetapi, aku dan Raja Archer masih baru dalam memulai hubungan. Ada perasaan kaget juga yang aku rasakan."
"Ini semua adalah konsekuensi yang telah kubawa. Namun, aku saat ini sudah memikirkan. Kondisi Kerajaan Atlanta tidak sesempurna di masa lalu. Raja Archer telah memimpin sejak dia kecil, Raja tak bisa berdiri sendirian lagi."
"Karena aku bisa turut membantunya."
"Bagaimana pun, dua kepala lebih baik dibandingkan satu kepala." tutur Evelyn merampungkan kalimatnya.
Evelyn tidak tahu apakah kalimat ini benar atau tidak. Sebab, dia hanya menggunakan sisa memori saja.
Tuan Barron agak melirik ke arah Yang Mulia Ratu, ucapannya sangat stabil dan juga dipercaya. Kecurigaan Tuan Barron kalau kondisi Sang Ratu yang drop itu telah menghilang.
"Lagipula, Tuan Barron... Aku adalah ratu kerajaan ini." tukas Evelyn agak meninggi.
Tuan Barron kehilangan kata-kata untuk mengelak. Karena inilah yang membuat sekretaris Sang Raja langsung mempertimbangkan semuanya.
"Seorang Ratu tak mungkin berdiam diri saja di saat warga membutuhkan bantuan. Aku tak peduli tentang wabah yang mungkin akan menjangkit. Aku akan berhati-hati," ucapnya sekali lagi berharap Tuan Barron akan memaklumi semua itu.
"Ini bukanlah keputusan yang mudah, Yang Mulia. Memberikan Yang Mulia Ratu keluar dari istana sama saja melanggar titah Sang Raja."
"Oh? Jadi, menurutmu aku tak bisa sama sekali mengeluarkan perintah? Lebih rendahkah aku dibandingkan Raja Archer?"
Satu pertanyaan bagus yang langsung membungkam mulut Tuan Barron. Bagai singa kehilangan gigi, pria itu mengambil keputusan yang berat.
Wajah para pelayan terkejut saat mendengar bagaimana Tuan Barron akhirnya menyetujui keinginan Evelyn.
"Tapi, dengan penjagaan yang ketat." Satu syarat lain yang diucapkan sebagai kesepakatan terakhir.
"Baik, aku setuju."
Tidak masalah bagi Sang Ratu. Dengan penjagaan seketat apapun bukanlah hal yang aneh baginya.
Evelyn ingin segera keluar dari tempat ini! Ia sudah mati kebosanan jika dia sendirian dan menanti lelaki sialan yang sudah mengurungnya di sini!
***
Secepatnya Tuan Barron menyiapkan pengawal serta pelayan istana. Dengan satu kereta kencana dan 30 prajurit gagah berani siap mengawal selama Evelyn sedang berada di luar. Mereka adalah pasukan terbaik di Kerajaan Atlanta.
Evelyn menganga dengan keberadaan 30 prajurit yang mengawalnya.
Evelyn tak bisa berhenti mengagumi semua itu. Secepat inikah pekerjaan orang di istana? Mereka terlihat sekali jika melayani dengan sepenuh hati.
"Apakah ini tak berlebihan?" ujar Evelyn dengan ternganga kaget dan takjub.
Kini, dua pelayan di sana mengulurkan tangan dan membantu Sang Ratu hingga naik ke atas kereta. Tadinya, dua pelayan itu akan berada di kereta yang berbeda, tentu saja Sang Ratu langsung mencegah. Ia tak mau hanya seorang diri saja di dalam kereta ini. Lagipula, masih banyak ruang yang cukup.
"Kita akan naik kereta ini?" tanyanya. "Kenapa tidak naik kuda saja?" tanya Sang Ratu. Baginya menaiki kuda lebih cepat dan efisien. Hal terpenting adalah menuju lokasi wabah secepatnya. Akan tetapi, Tuan Barron mendadak datang menuju mereka.
"Aku tak akan membiarkan Ratu Jennifer untuk menaiki kuda." ujarnya tegas.
Evelyn merengut. Ia hanya bisa menurut saja.
Dua pelayan yang bersama Sang Ratu di dalam kereta dengan penuh keheningan. Bagi mereka tingkah Sang Ratu sangat berbeda dengan yang mereka kira selama ini. Mana mungkin seorang Ratu akan berpikir hanya naik kuda saat mengunjungi warga. Itu adalah hal yang sangat mustahil!
Kereta kencana mulai memasuki pemukiman warga.
"Daerah apa ini?" tanya Evelyn pada dua pelayan di depannya.
"Ini area pasar, Ratu Jennifer."
Evelyn melirik ke arah jendela. Suara prajurit pun terdengar keras, melantang di antara mereka semua.
"Yang Mulia Ratu memasuki area!"
Seluruh warga mendadak menundukkan kepalanya. Mereka membungkukkan badan dan menghentikan aktivitasnya. Sementara para anak kecil berlarian antusias untuk melongok Ratu Jennifer.
Evelyn membuka kain penutup jendela. Ia menyapa dengan anggun kepada mereka semua. Perasaannya sangat berdebar. Tak pernah mendapatkan penghormatan semacam ini sebelumnya!
"Apa mereka akan selalu menunduk seperti itu?"
"Iya, Yang Mulia."
"Sampai kapan?"
"Sampai Yang Mulia benar-benar tak terlihat di jalan."
Tidak pernah terpikir olehnya akan diperlakukan seperti ini. Ia mengingat kembali bagaimana kehidupan yang suram saat dulu. Tidak ada penghormatan dan hanya caci maki yang selalu diterimanya di kantor.
'Seandainya bisa, aku ingin manajer kampret itu juga tunduk padaku.'
Rasa haru pun keluar dari benaknya. Ada air mata kebahagiaan. Ia merasa haru, perjuangan kerasnya saat di dunia baru terbayarkan di dunia ini. Tak ada yang pernah menghargai perjuangan kerasnya di masa lalu.
Dua pelayan Evelyn terkejut. Hal apakah yang membuat Sang Ratu kesayangan mereka sampai meneteskan air mata?
***