Chereads / Satu Perjalanan Terakhir: Cinta Rahasia Bersama Sang CEO / Chapter 11 - Rasa Kesepian Itu Menelan Dirinya

Chapter 11 - Rasa Kesepian Itu Menelan Dirinya

Jelas apa yang dikatakan oleh Erlyn hanyalah omong kosong. Wanita manja seperti dia mencuci baju? Bahkan mencuci tangannya sendiri sehabis makan saja tidak pernah!

Pasti ada suatu alasan mengapa dia hiperbola seperti ini.

Dan tentu saja, sosok Reynold datang bergegas dari luar dan menghampiri Erlyn.

"Erlyn kenapa kamu di sini? Bukankah aku menyuruhmu untuk menunggu di mobil? Kenapa kamu keluar?"

Nada bicara Reynold penuh dengan perhatian dan kasih sayang kepada Erlyn.

Tatapan mata Natalie acuh tak acuh.

"Kak, aku hanya ingin meminta maaf kepada kak Natalie, jangan marah sama dia. Aku tahu bahwa kak Natalie tidak bermaksud melakukan semua itu!" Erlyn masih berlutut di lantai sambil pura-pura menangis.

Sungguh ratu drama!

Natalie menyeringai. "Kamu memang pintar berakting, bahkan kamu rela berlutut dan membuat lututmu sakit."

Pada saat ini, Reynold mengulurkan tangannya untuk membantu Erlyn berdiri.

Setelah itu, dia menatap Natalie dengan dingin. "Natalie, apa maksudmu melakukan semua itu pada sepupumu sendiri? Apa kamu tidak tahu apa yang telah kamu perbuat? Masa depannya benar-benar hancur olehmu, kenapa kamu masih tega membiarkannya berlutut seperti ini? Apa kamu belum puas menghancurkan hidupnya?"

Peran penjahat didorong ke arah Natalie oleh tunangannya sendiri.

Natalie hanya menatapnya acuh tak acuh dan menamparnya. Tatapannya berubah menjadi kosong dan suaranya datar. "Kamu percaya dia atau aku?"

Sosok Reynold yang lebih tinggi itu berdiri persis di hadapan Natalie, dia menatap ke bawah dengan tatapan tajam. "Natalie, kamu benar-benar berubah, ke mana sifatmu yang lemah lembut itu? Kenapa kamu berubah seperti orang asing seperti ini? Atau inikah sifatmu yang sebenarnya? Mungkin aku perlu memikirkan bagaimana kelanjutan dari pertunangan kita ini. Jika seseorang dengan santai melakukan hal buruk pada anggota keluarganya sendiri, tidak mungkin aku tidak akan mengalami hal yang sama."

Reynold benar-benar marah. Dari awal hubungannya hingga sekarang, Reynold tidak pernah membentak dirinya sama sekali. Namun demi Erlyn, dia rela memutuskan pertunangannya dan membelanya mati-matian.

Reynold menatap Natalie cukup lama, kemudian dia berbalik dan membantu Erlyn berdiri dan keluar dari ruangan.

Kata-katanya tadi sudah tidak mampu membuat Natalie menangis lagi.

Tetapi … dunia segera menjadi sunyi karenanya.

Perasaan sedih dan depresi itu ditukar dan diisi oleh api amarah dan kebencian.

Kesunyian itu bukan menandakan kesepiannya melainkan menandakan bahwa hatinya telah siap.

Benar, dirinya sudah siap untuk membalas dendam kepada kedua orang itu. Dan dia bersumpah tidak akan pernah lagi meneteskan air matanya karena kedua orang itu.

Namun, sebuah perasaan tiba-tiba melanda dirinya. Dia merasa bahwa menapaki jalan ini sendirian sangatlah berat.

Jika dia mati di tengah jalan, dia khawatir tidak akan ada yang meneruskan perjuangannya ini. Tetapi … jika dirinya benar-benar mati, siapa yang akan peduli?

Perasaan mati seorang diri itu segera mengisi hatinya. Ketika dia menoleh belakang, dia terkejut bahwa rupanya dia sudah berjalan keluar dari ruang ganti.

Dia bahkan tidak menyadari kapan hujan telah turun. Air hujan telah membasahi tubuhnya dan membuatnya terlihat seperti seorang gelandangan.

Menatap lampu jalan yang terang, pikirannya segera melayang. Entah apa yang merasukinya, kakinya tanpa sadar melangkah menuju tengah jalan.

Namun setelah dua langkah, kekuatan yang kuat dari belakang tiba-tiba menariknya.

Karena hujan yang cukup deras, sebuah mobil yang melintas terkejut ketika melihat sosok Natalie. Dia segera menginjam rem dengan kuat dan berhasil menghindarinya. Dia lalu berhenti ke tepi jalan dan memakinya. "Dasar bodoh, apa kamu mau mati? Kalau punya mata itu dipakai!"

Air hujan terus menetes dan angin malam juga berhembus yang membuat suasana semakin dingin. Di tengah-tengah semua itu, Natalie hampir termakan oleh rasa kesepiannya itu. Bahkan … dia hampir melakukan aksi bunuh diri oleh karenanya.

Kalau bukan karena bantuan seseorang, dia mungkin sudah di alam lain sekarang.

Ketika dia dimaki oleh pengendara mobil, dia hanya bisa menatapnya dengan kosong.

Tiba-tiba, sebuah mantel menutupi seluruh tubuhnya dengan erat.

Di bawah lampu jalan yang redup, dia menatap ke atas dan melihat wajah penyelamatnya. Sosoknya yang tegas itu tetap terlihat tampan meski penampilannya berantakan karena air hujan.

Benar, orang itu adalah Anthony Stevano.

Setelah memberinya mantel, Anthony memeluknya dengan erat.

Kehangatan tubuh itu membuat Natalie tersadar dan kembali ke dunia.

Dadanya terasa hangat dan kedua lengannya yang memeluknya membuatnya merasa aman.

"Seorang tuan putri sepertimu tidak pantas terlihat murung, kamu lebih cocok tersenyum!"

Anthony tiba-tiba membelai pipinya dan berkata dengan nada yang magnetis. Suaranya yang maskulin itu menggema di hatinya dan membuatnya meneteskan air mata.

Laki-laki yang hampir tidak pernah dilihatnya itu telah menyelamatkan hidupnya 2x!

Benar, seorang tuan putri tidak akan pernah murung hanya karena seorang laki-laki bajingan!

Bukankah dirinya sudah berjanji tidak akan tunduk pada apa pun lagi? Bukankah dirinya juga sudah berjanji akan membangun masa depan yang cerah?

Benar, dia adalah seorang tuan putri!

Setelah itu Anthony membawa Natalie masuk ke dalam mobilnya.

Dengan adanya penghangat di dalam mobil, tubuh mereka yang kedinginan segera menjadi hangat.

Natalie, yang masih dipeluk erat oleh Anthony, dapat merasakan detak jantungnya.

Tangannya yang kuat masih melingkari dirinya, dan tidak ada tanda-tanda bahwa dia akan melepas dirinya.

David, yang mengemudikan mobil, membawa mereka ke sebuah gedung apartemen.

Setelah mobil diparkir, Anthony melepas pelukannya dan membuka pintu mobil.

Takut dirinya akan dipeluk lagi, Natalie juga segera berdiri dan keluar dari mobil.

Karena tadi kakinya terkilir oleh high heels-nya yang rusak, Natalie hampir saja terjatuh begitu dia keluar dari mobil. Sebelum hal itu terjadi, rupanya sepasang tangan itu lagi-lagi sudah memegangnya dengan erat.

Tidak dapat dihindari, dia lagi-lagi jatuh di pelukan Anthony.

Saat mereka berjalan di koridor, dia dapat melihat pantulan bayangan mereka dengan jelas.

Gedung apartemen yang mereka datangi ini terlihat mewah, bahkan pintu masuknya sangat besar dan memerlukan kartu elektronik serta password untuk membukanya.

Jari ramping Anthony mengetuk angka di pintu dan tiba-tiba pintu besar itu terbuka.

Dekorasi ala negara Barat itu membuat aula pintu masuk apartemen terlihat megah dan mewah.

"Kamar tidurmu ada di lantai 2!"

"Aku mau ke toilet sebentar!" Dengan cepat Natalie melepaskan diri. Tetapi karena kakinya yang sakit, dia berjalan terengah-engah.

"Duduklah!"

Anthony melepaskan jas hitamnya yang basah dan duduk di sofa bersamanya.

Berlutut di bawah, Anthony membantu Natalie untuk melepaskan high heels-nya.

Kedua tangannya yang besar itu menyentuh kaki mungilnya. Ketika dia menyentuhnya, Natalie merasakan rasa sakit yang menyengat.

"Apakah sakit?"

Kedua orang itu terlihat intim, tetapi Natalie tetap terlihat kesakitan. Dia hanya bisa mengeluarkan suara 'um' sambil memejamkan matanya.