Temari menggelengkan kepalanya pelan, seakan tidak percaya jika sosok jangkung yang berdiri di hadapannya adalah Alex yang selama ini dia kenal sebagai cowok yang bersifat tegas. Cowok yang akan berkata 'tidak' dengan lugas jika memang tidak, dan sebaliknya, jika kenyataannya benar maka akan membenarkan tanpa keraguan. Namun kali ini, Alex benar benar kehilangan sifatnya satu itu.
"Jadi—" tenggorokan Temari terasa tercekat, "—lo beneran suka sama cewek itu?"
Alex berdecak, tidak paham mengapa pembicaraan itu mengalir terlalu jauh hingga masalah perasaan. Namun, tetap saja, Alex masih belum bisa menerima tingkah laku Temari yang dianggapnya keterlaluan–mengakui Alex sebagai pacarnya.
"Em, denger baik baik. Apapun perasaan gue, entah gue benci atau bahkan suka sama Syila, itu bukan urusan lo!" ucap Alex dengan penuh penekanan. "Dan, sekali lagi lo bikin kekacauan kayak gini, gue nggak bakal tinggal diem. Inget itu!" lanjutnya dengan nada penuh ancaman.