Di pagi hari, selesai hujan dengan tanah yang basah, pemakaman di adakan di pemakaman terdekat dari kediaman Marisa. Maminya di makamkan tepat jam sembilan pagi ketika aku dan Umar baru saja sampai di TPU.
Sayangnya kedatangan kami malah berlawanan dengan kepulangan para pelayat yang ikut mengantar jenazah. Hingga ketika kami datang, mereka semua sudah pergi dan hanya menyisakan Marisa sendirian di dekat makam maminya.
Dia tampak duduk sedih sambil memeluk papan nisan sang ibu. Tangisan tak pernah berhenti mengaliri pirinya, bahkan saat aku mendekat pun bisa kulihat dengan jelas bagaimana lingkar hitam di matanya akibat tidak bisa tdiur semalaman.
Umar memberhentikan kursi roda yang kududuki di dekat Marisa, bersebelahan di sebelah kiri makam dengan posisi cukup strategis. Makam yang masih baru dengan tanah basah dan juga taburan bunga itu begitu harum.