Aku langsung mematikan sambungan telepon tanpa berani menjawab salam dari orang yang baru saja bicara. Dadaku mendadak sesak seketika sampai kupeangi dengan kuat, bahkan air mata keluar begitu saja saat menyadari apa yang kulakukan barusan.
Menaruh kembali ponsel di meja nakas, aku pun terduduk di sisi tempat tidur sambil menangis. Aku hampir saja melakukan tindakan bodoh dengan menelepon Putri. Aku tidak mengerti, tapi dalam pikiranku aku baru saja hendak mengatakan padanya untuk menikah dengan Umar.
Masih dalam kondisi memegangi dada ketika aku menangis, salah satu tangan lainnya pun memukul kepala dengan frustasi. Apa yang kulakukan?! Kenapa aku sampai berniat untuk melakukan itu, padahal aku sendiri mengerti kalau diri ini tidak ingin di madu untuk ke sedian kalinya.
