Bunda menundukkan kepala seketika saat mendengar perkataan Umar. Tak kuasa menahan tangis, beliau pun meneteskan air mata dibuatnya. Seumur hidup, tidak pernah ada orang dalam garis keluarga kami yang mengidap penyakit separah ini, tapi entah bagaimana ceritanya, aku bisa mengidap kanker rahim.
Bayangan mereka tentang bagaimana kehidupanku setelah beberapa bulan kedepan mulai meremang. Bahkan Azka yang terus memelukku sambil memejamkan mata ini tak berhenti menangisi kondisiku sekarang.
Aku masih membuka mata setelah Azka perlahan tertidur karena terlalu lelah menangis. Aku bahkan tidak bisa tidur dengan tenang selagi masih memikirkan masalah kesehatanku yang entah seperti apa sekarang.
Aku bangun perlahan, membiarkan Azka tidur di tempat tidur itu sambil kuselimuti perlahan. Kuelus kepalanya pelan, memperhatikan dengan baik lekuk wajahnya yang terlihat begitu mirip dengan bang Fahri.