Dia sendiri yang memintaku untuk menceritakan bagaimana pernikahan kami dulu, tapi setelah kuceritakan dia malah marah-marah. Padahal itu sudah sesuai dengan apa yang kami alami, memang di awal pernikahan kami tidak punya cinta.
Menikah dengannya seolah menjadi pelarian saat hatiku sedang hancur. Patah hati karena kehilangan Umar membuatku langsung menerima pernikahan begitu saja, dan bodohnya aku juga tidak memikirkan bagaimana perasaan Habib pada saat itu.
Lagi pula dia menerima segalanya, dia mau menerimaku apa adanya dengan atau tanpa cinta. Dia bilang sendiri padaku untuk tetap membantuku melupakan Umar, apapun yang terjadi dia akan selalu mendukungku.
Tapi sekarang, semua cerita itu bagaikan kepalsuan yang membuatnya langsung marah. Dengan segenap hatinya, dia meyakini kalau pernikahan kami adalah pernikahan yang bahagia. Banyak hal manis yang kami lalui bersama, bahakan dia juga masih mengingat bagaimana senyum malu-malu di wajahku saat dia menggombaliku di kampus.