Tanpa aba-aba, tanpa ragu atau takut, Habib langsung masuk ke kamar dan menarik tanganku untuk bisa berdiri dan menjauh dari Umar. Padahal posisiku saat itu sedang duduk miring sambil bersandar pada pinggiran ranjang, berhadapan dengan Umar yang juga dengan posisi duduk yang sama.
Untungnya masih ada mukena yang menghalangi kulit kami agar tidak bersentuhan, karena jika tidak pastinya Umar akan marah lagi padaku. Umar ikut berdiri, kami berdua sama-sama kaget sampai aku tidak bisa menolak tangan Habib yang menarikku.
Lelaki brewok dengan tangan kanan yang masih perlu di sangga dengan arm sling itu kelihatan tidak suka aku dekat dengan Umar, bahkan dia juga mengajakku bertukar posisi agar dia di depan dan aku di belakangnya.
"Sedang apa kamu disini? Kenapa kamu bisa berduaan dengan laki-laki ini?" tanya Habib pula.
"Seharusnya aku yang bertanya, kenapa kamu masuk ke sini? Sudah sewajarnya aku dan El di kamar berdua, kami adalah suami istri!" tegas Umar yang geram.
