Aku kembali duduk ke kursi penonton yang sebelumnya sempat kutinggal. Masih ada pandangan sinis yang melihat ke arahku karena keributan yang sempat kubuat bersama Habib tadi. Peserta sebelum Azka masih menampilkan lantunan piano di panggung sana, sementara aku sudah menyiapkan mental untuk menyaksikan Azka sebentar lagi.
"Selanjutnya, kita tampilkan peserta perwakilan dari SD Negeri 24 Jakarta. Azka Narend Pratama!"
Hatiku bergetar ketika napa Azka di sebut. Nomor dada 18 terpampang jelas di dadanya ketika dia berjalan pelan menaiki panggung. Mataku sudah berkaca-kaca, menunggu Azka membungkuk pada penonton sebelum dia duduk di kursinya.
Azka berdiri, dia tersenyum sambil memberi salam sapaan pada semua orang termasuk aku. Dia sudah menandai tempat dudukku sebelumnya, hingga dia langsung melihat ke arahku setelah naik ke atas panggung.
"Azka, semangat!" kataku pada Azka dengan senyum lebar tanpa suara—hanya denan isyarat mulut saja.
