Aku sibuk mengurus Rizky, sementara Habib sibuk mengurus Farida. Kami pergi ke ruangan dan lantai yang berbeda, Farida di temani oleh suami dan ibunya, sementara aku hanya pergi sendirian untuk menunggui Rizky yang sedang di periksa.
Jantungku berdetak kencang tak karuan, gugup serta rasa panik yang semakin menyerang membuat tubuh ini tak tenang. Kulihat Rizky hanya terkulai dengan bibir yang mulai membiru, hingga pandanganku akhirnya kabur karena tertutup cairan asin di pelupuk mata.
"Bu, silahkan keluar dulu, ya? Biarkan kami bekerja," titiah suster yang juga ada dalam ruangan tersebut.
"Sus, tolong selamatkan anak saya, Sus! Saya mohon!"
"Iya, kami mengerti. Tapi Ibu tunggu di luar saja, ya? Biar dokter kerjanya lebih fokus."
Wanita berseragam serba kuning itu terus mendorongku keluar hingga akhirnya menutup pintu tanpa membiarkanku kembali masuk. Aku benar-benar cemas, khawatir di tambah lagi serangan panik dadakan ini membuat dadaku sesak.
