Di saat aku sedang sakit seperti ini, dimana seharusnya Habib ada bersamaku, menemaniku dan juga merangkulku, tapi nyatanya dia sama sekali tidak ada bersamaku. Miris memang, orang yang seharusnya menjadi andalan, kini malah pergi entah kemana tanpa memikirkan apa yang aku rasakan disini.
Di sebuah ruangan serba biru, aku terbaring lemah dengan selang infus yang melekat di punggung tangan kiri. Jika tidak bersamaku, sekiranya Habib mengantarku ke rumah sakit sebelum dia pergi, tapi sayangnya dia bahkan tidak mengantarku sama sekali.
"Dimana rasa kepedulian Habib sebagai seorang suami? Istrinya sakit, bukannya di bawa ke rumah sakit, tapi dia malah pergi belanja. Suami macam apa dia?" kata Umar masih terus mengomel sembari mendudukan tubuh di kursi plastik yang tersedia.
"Kamu tidak boleh bicara seperti itu. Habib juga punya kepentingan bersama Farida, dia juga sudah berjanji untuk mengajak Farida belanja, oleh sebab itu dia harus pergi," kataku membela Habib.
