Umar memang benar-benar ingin menyembunyikan hubungannya dengan Marisa. Bahkan dia juga sama sekali tidak terlihat merasa bersalah saat pulang ke rumah untuk makan siang. Padahal perasaanku sudah tidak karuan rasanya.
Antara kecewa dan marah, aku tidak bisa menahan air mata saat kembali ke kamar setelah melihat kemana Umar pergi hari ini. Tapi aku sama sekali tidak memperlihatkan semua itu pada Umar, aku tetap tampil dengan penuh senyum saat makan siang bersama di ruang makan.
Alhamdulillah, aku sudah bisa memegang sendok sendiri hingga tidak perlu meminta bantuannya untuk menyuapiku makan siang. Melihat gestur tubuh Umar yang terlihat biasa saja, semakin meyakinkanku kalau pernikahanku sedang dalam masalah besar.
"Ammah!" teriak Azka dari ruang tamu sambil berlari membawa piala besar.
"Hei, piala apa ini?" tanyaku pada Azka dengan raut wajah bingung.
