Habib memintaku untuk menjadi makmumnya saat sholat ashar, tentu saja aku langsung menolak karena akan menjadi awal mula timbulnya fitnah nanti. Lagi pula aku juga sudah sholat, seharusnya dia bisa sholat sendiri di kamarnya.
Namun alasan itu tidak membuat Habib paham kalau aku memang sengaja menolak ajakannya karena adanya alasan lain. Dia tetap memaksa agar aku ikut sholat bersamanya. Kami belum pernah sholat bersama lagi setelah Habib keluar dari rumah sakit.
Memangnya siapa aku sampai harus menjadi makumnya? "Bahkan kamu mau menjadi makmum Umar, tapi tidak mau menjadi makmum suamimu sendiri?" tanya Habib saat aku baru saja hendak melangkah keluar pintu kamar Habib.
Berhenti sejenak, berbalik badan lalu menatapnya dengan tatapan nanar. "Tapi aku sudah sholat tadi, Mas. Kamu sholat sendiri tidak apa-apa 'kan?"