Semua kebingungan, pertanyaan, juga kesalahpahaman yang sudah membuatku panik sejak awal kedatangan Umar dan keluarganya terjawab sudah. Di sini, di ruang tamu rumah kediaman Fahri, kami semua berkumpul untuk saling bicara.
Bukan Umar yang bicara, tapi abinya langsung yang bicara dan menjelaskan sejelas-jelasnya tentang maksud dan tujuan kedatangan mereka kemari. Beberapa seserahan yang di bawa juga sudah menjadi bukti, bahwa mereka memang datang untuk melamar seorang wanita di rumah ini.
Abi sendiri mengaku, bahwa Umar sudah sangat lama menginginkan lamaran ini, tapi dia masih terhalang suatu ikatan. Dan ketika ikatan itu sudah terlepas, barulah Umar bisa memberanikan diri untuk melamar.
Tak tanggung-tanggung, Umar juga sudah menyiapkan cincin berlian putih untuk melamar, lengkap dengan surat-suratnya juga. Aku yang melihat cincin itu hanya bisa menelan ludah ketika memperkirakan harganya yang sudah jelas begitu fantastis.