Di Padang, Alex tidak bisa tidur. Ia sangat gelisah memikirkan keadaan Rachel. 'Bagaimana keadaannya?', 'Apa dia sudah makan?', atau 'Dia pasti kedinginan'. pikiran itu terus saja muncul dalam otaknya.
Tiba-tiba Alex langsung menyambar jaketnya yang tergantung di pintu lemari dan bergegas untuk mencari Rachel. Laki-laki itu tidak bisa tidur, jadi lebih baik ia pergi jalan-jalan sembari memikirkan cara untuk mencari Rachel.
Saat hendak menutup pintu kamarnya, tiba-tiba pintu kamar sebelahnya terbuka dan muncullah Satria yang menggendong tas punggung.
"Loh Sat, lo ngapain? Lo mau cabut?"
"Lex, gue balik ya. Salam buat Rachel dan gue minta maaf."
Tanpa Alex sadari, diam-diam Satria menyelipkan sebuah catatan di saku jaketnya.
Alex menatap punggung Satria yang berjalan menjauh.
"Satria, tunggu!"
Meski mendengar namanya dipanggil, Satria tetap berjalan sembari mengkat sebelah tangannya.
Berat memang untuk Satria pergi saat calon istrinya belum ditemukan. Tapi ia sama sekali tidak bisa melawan permintaan Ibunya.
Ia baru saja 'tertangkap' oleh ibunya, kalau ia juga berada di kota ini. Tentu saja laki-laki itu mendapat omelan dari Ibunya. Belum berhenti sampai disitu dan entah bagaimana caranya Ibunya itu bisa mengetahui rencananya dan Claudi.
Saat itu ia baru menyadari kalau Rachel sengaja diculik oleh Claudi karena rasa cemburu. Satria langsung merasa bersalah saat itu dan ia memutuskan untuk merelakan cintanya lagi.
"Semoga lo liat catetan itu sebelum semuanya telat, Lex." bisik Satria saat menunggu lift untuk turun.
***
Tadi saat Alex masuk kembali ke dalam kamar, ia seperti mendengar Satria seperti mengumamkan sesuatu. Suaranya tidak terlalu jelas karena jarak lift dan kamarnya yang jauh.
Dan kebetulan sekali, Alex memasukkan tanggannya ke dalam saku jaketnya dan ia menemukan gumpalan kertas di saku jaketnya.
'Apa ini? Kenapa benda ini bisa adadi kantongku sih?!' Alex yang tidak tahu isi dari gumpalan kertas itu malah hendak membuangnya.
Saat akan membuangnya, ia tiba-tiba teringat sesuatu dan segera membuka gumpalan kertas itu. Dalam kertas itu tertulis,
Sory ini karna gue, lo cari Rachel di gudang bekas pabrik dan yang culik dia itu tunangan lo. -Satria
Setelah membaca pesan itu, laki-laki itu langsung berlari ke luar kamar sambil berharap Satria masih menunggu lift untuk turun.
Namun, sayang. Saat Alex sampai Satria sudah tidak ada. Ia langsung mengambil ponselnya yang berada di saku celananya dan menelpon Claudi.
Laki-laki itu pun mengetukkan kuku jarinya ke tembok karena tidak sabar menunggu panggilannya diangkat.
"Malam, love. Tumben telfon, ada apa?"
"Clau, lo udah gila ya? Lepasin Rachel sekarang juga!"
Suara Claudi tertawa terbahak-bahak terdengar pada ponsel Alex.
"Lepasin? LO TUH YANG *IL*!" Setelah memaki Alex, Claudi pun memutuskan sambungan telepon.
Setelah sambungan terputus, Alex pun langsung berlari menuruni tangga darurat. Saat ini pikirannya dipenuhi oleh keselamatan Rachel.
***
Arga masih berada dirumah Mira, begitu juga dengan Kenzo. Tapi Mira tertidur dalam dekapan Adit, mungkin kelelahan menangis. Mereka berempat sedang menunggu kabar selanjutnya dari Alex.
Tiba-tiba ponsel Arga bergetar menandakan ada sebuah panggilan masuk. Segera saja pria itu keluar untuk mengangkat telepon dari Alex.
"Halo, gimana Lex?"
"Claudi yang culik Rachel, Pa. Aku gak tau apa penyebabnya, sekarang aku lagi menuju tempat Rachel disekap. Tolong doain aku ya, Pa."
"Oke, kamu hati-hati ya."
"Pa, bisa tolong telponin Mama gak? Tolong bilangin ke Claudi supaya gak melakukan hal nekat?!"
"Oke."
Panggilan pun terputus. Tadinya Arga akan kembali ke dalam, tetapi ia mengurungkan niatnya dan segera menelpon Wina.
Sebenarnya Arga masih marah dan tidak habis pikir dengan apa yang telah diperbuat oleh Wina. Tapi demi satu nyawa, ia rela mengubur rasa gengsinya.
Panggilan pertama tidak diangkat. Arga berpikir untuk tidak melakukan niatnya dan segera kembali ke dalam. Namun, langkahnya terhenti akibat getaran ponsel yang berada di saku celananya.
"Halo, Arga ... Ada apa kamu telepon malam-malam. Kangen ya?"
Inilah salah satu alasan kenapa Arga menelepon Wina, takut wanita itu kegeeran. Dari nada suaranya saja sudah dibuat-buat apalagi expresi wajahnya? Membayangkannya saja membuat ia mual.
"Kamu ..., hhh. sudahlah. Tolong kamu kasih tau samaClaudi janganelakukan hal diluar batas."
Setelah menyampaikan pesan Alex, buru-buru Arga memutus sambungan telepon secara sepihak.
"Halo? Arga, kamu masih disana?"
Wina yang masih ingin berbicara dengan Arga pun berusaha untuk mencari jaringan agar tetap terhubung dengan mantan suaminya.
Ia tidak menyadari Heru sedari tadi sudah berdiri dibelakangnya dengan tangan terkepal erat menahan marah. Wajahnya merah padam dan jari-jari tangannya memutih.
Begitu Wina berbalik, wanita itu langsung memdapat sebuah pukulan di pipinya. Membuat darah segar mengalir diujung bibirnya dan ia jatuh tersungkur ke tanah.
"Ooo, jadi begini sikap kamu kalo aku gak ada di rumah?"
"He...Heru, akku bisa jelasin semuanya. K..kita masuk dulu y...yuk."
Denhan takut-takut, Wina nerusaha memegang tangan Heru. Tapi sayang, lagi-lagi Heru menampar wajah Wina hingga pipi wanita itu memerah.
Akhirnya, Wina pun kehilangan kesabarannya. Wanita itu segera masuk ke dalam rumah. Setelah menyambar kunci mobil, Wina berjalan menuju mobil dan menaikinya.
Heru yang tidak terima Wina akan pergi pun ikut masuk ke dalam mobil. Sepanjang perjalanan Wina hanya diam, fokus menyetir.
"Kamu ... jangan bilang kamu masih ada rasa sama laki-laki sialan itu?"
Diam.
"Kamu mau ninggalin aku lagi?!"
Diam.
Suasana malam itu sudah sangat sepi karena jam sudah menunjukkan pukul 23.30. Kalau pun masih ada orang, itu pun masih bisa dihitung dengan jari. Jadi, sangat leluasa bagi Wina untuk mengebut di jalanan.
Karena kesal pertanyaannya tidak dijawab oleh Wina, Heru pun menjambak rambut Wina hingga pandangan wanita itu melihat langit-langit mobil.
Oleh karena itu, mobil pun hilang kendali dan menabrak seorang pejalan kaki. Keduanya langsung meninggal ditempat.
***
Alex mengendarai mobilnya dengan kecepatan penuh begitu keluar dari gedung parkir dengan lecepatan tinggi. Untuk orang yang tidak tahu apa yang terjadi mungkin, akan menganggap Alex gila karena ngebut di subuh hari.
Marah, kecewa, khawatir dan yang paling mendominasi adalah perasaan takut. Jujur, Alex l takut akan sesuatu terjadi pada Rachel.
Laki-laki itu sudah mengetahui sifat calon tunangannya itu. Claudi adalah tipikal orang yang akan melakukan segala cara demi mencapai tujuannya. Ia juga marah terhadap Satria yang secara tidak langsung merupakan kaki tangan Claudi.
Tidak membutuhkan waktu yang lama, Alex menghentikan mobilnya depan sebuah gudang tua yang sudah tidak terpakai.
Tanpa berpikir lagi, Alex langsung turun dari mobil dan masuk ke gudang tua itu. Begitu Alex membuka pintu gudang, terlihat Rachel yang tangannya terikat pada sebuah tali dan di bawahnya terdapat sebuah drum yang diisi air hingga penuh.
Alex hendak berlari menyelamatkan Rachel, tapi ia menghentikan langkahnya ketika melihat di atas sana Claudi sedang memegang gunting.
"Clau, kamu jangan bertindak gila ya! Taruh gunting itu sekarang juga. Semua masih bisa di omongin baik-baik!:"
Claudi terbahak-bahak mendengar kata-kata yang Alex lontarkan.
"Aku gak bakal gila, kalau kamu gak jatuh cinta sama j***** ini."
"Clau kamu salah paham!"
Tanpa menghiraukan perkataan Alex, Claudi malah berjalan kearah tali itu terikat dan bersiap akan mengguntingnya.
Melihat Claudi yang akan memotong tali itu, dengan sekuat tenaga Alex berlari ke arah drum itu dan dengan sekuat tenaga ia menggeser drum itu.
Saat ia berlari menyelamatkan Rachel, ia tidak menabrak tiang penyangga lantai dua, sehingga lantai dua bangunan itu pun roboh.
Tepat saat bangunan itu roboh, Rachel jatuh di pelukan Alex. Untuk beberapa saat tatapan mereka bertemu.
Dengan perlahan Alex membuka ikatan dan lakban yang membekap mulut Rachel. Saat sudah terlepas, Rachel langsung memeluk Alex dengan tenaga yang tersisa dan terisak dalam pelukannya.
"Udah Hel, sekarang kamu aman."
***