Sedari tadi siang, tepatnya sehabis makan siang pikiran Mira tidak fokus. Akibatnya hal itu berdampak pada kinerja kerjanya.
Mulai dari sering melamun, salah mensteples kertas, sampai dengan salah memfoto kopi berkas.
Entah apa yang ada di pikirannya saat ini, tapi salah satu yang paling sering muncul dalam pikirannya adalah keselamatan putrinya. Walau telah berulang kali di 'buang', pikiran itu terus saja kembali datang.
Sampai pada akhirnya ia dipanggil ke ruangan Arga melalui panggilan intercome.
"Ada yang bisa saya bantu, pak?" tanya Mira dengan nada suara yang tidak bersemangat.
Arga tersenyum tipis lalu mempersilahkannya duduk.
"Ini, minum dulu." lanjut Arga
"Terima kasih, pak."
Mira menerima secangkir teh camomile dari Arga dan segera menyeruputnya. Setelah Mira menaruh cangkir ke atas meja barulah Arga mulai membuka pembicaraan.
"Kamu sedang ada masalah, Mir?"
"Ya? Masalah, maksudnya bagaimana?"
"Saya perhatikan mulai jam 4 tadi, kamu kurang fokus bekerja. Ada apa, Mir?"
Mira menggigit bibirnya sendiri. Bingung, apakah ia harus menjawab jujur atau tidak.
"Sebenarnya... itu... Anu pak, saya kepikiran Rachel pak."
"Rachel? Rachel anak magang itu?"
"Iya, pak. Dia ... dia anak saya."
Setelah mencerna pernyataan Mira tadi, sekarang Arga paham alasan mengapa Mira terlihat perhatian sekali pada anak magang. k
Khususnya yang bernama Rachel.
"Kamu tenang sa-"
Tiba-tiba saja ponsel Arga yang ada di saku celananya bergetar, menandakan ada panggilan masuk.
"Sebentar ya, saya angkat telepon dulu."
"..."
***
"Rachel! Hel, kamu di-"
"Sayang! Kamu dimana?" teriak Satria memotong suara teriakkan Alex.
Teriakan Alex terpotong karena teriakan Satria yang juga mencari Rachel. Jujur saja ia masih belum bisa menerima kenyataan bahwa Rachel, gadis yang ia taksir sejak SMA sudah memiliki tunangan.
Mulanya saat mendengar Rachel telah bertunangan dengan Satria, Alex sangat shock dan menolak untuk mempercayai omongan teman masa SMAnya.
Tapi setelah ia ditunjukan cincin yang bertuliskan nama Rachel di dalamnya, mau tidak mau Alex harus menerima kenyataan yang pahit.
Satria mendengus, "Masalah? Aku tunangannya. Jadi wajar kalau gue panggil kayak gitu. Lah lo, siapa?"
Tangan Alex terkepal hingga kukunya memutih. Akan tetapi sebisa mungkin ia menahannya, karena saat ini bukanlah waktu untuk cemburu. Masih ada yang lebih penting.
Lama mereka mencari, bahkan rasanya mereka sudah berkeliling tempat itu. Akhirnya Alex memutuskan untuk pulang dan kembali mencari besok pagi.
***
Indra Penciman Rachel dapat mencium bau kayu, koran yang sudah terkena air, dan juga bau besi yang telah berkarat. Entah ia berada dimana, karena matanya ditutup oleh sehelai kain.
Yang Rachel ingat adalah saat selesai makan ia pergi ke toilet bersama Alex. Tapi ditengah jalan, gadis itu bertengkar dengan Alex dan melanjutkan perjalanan seorang diri.
Tidak lama setelahnya, tiba-tiba ada yang memukul tengkuk Rachel hingga ia pingsan. Saat sadar, matanya sudah ditutupi kain hitam dan dibawa kesini.
Seingat Rachel, ia tidak mempunyai musuh atau ada yang membencinya. Jadi siapa yang mungkin mencelakainya?
Dalam benaknya muncul berbagai macam nama yang mungkin mencelakainya. Tapi hanya satu yang paling memungkinkan.
Detik berikutnya, ia menggelengkan kepalanya kuat-kuat, "Ah gak mungkin, kak Claudi gak mungkin ngelakuin ini! Dia orang ba-"
SRET.
Kain yang digunakan untuk menutup mata Rachel dibuka oleh seseorang. Cahaya lampu berlomba masuk ke mata gadis itu, hingga ia harus menutup matanya.
"Heh, j*****! Bangun, jangan tidur!"
Setelah Rachel menyesuaikan indra penglihatannya dengan cahaya ruangan, secara perlahan ia menatap orang itu.
Seketika Rachel pun terkejut bercampur rasa tidak percaya. Ia pun menggeleng-gelengkan kepala sambil berkata 'tidak mungkin' dalam hatinya.
SRAK.
Suara lakban yang membungkam mulutRachel pun dibuka oleh orang itu.
"Kak Claudi! Kenapa... Apa salah aku kak?"
"Hah, beneran lo gak tau?"
Rachel hanya bisa terdiam. Saat ini ia hanya bisa memikirkan Ibunya dan ... Alex yang saat ini mungkin sedang mencarinya.
"Oke, gini ya Hel. Lo taukan Alex punya gue sekarang?"
Rachel mengangguk sembari air matanya menetes.
"KALO TAU KENAPA LO DEKETIN!?" Claudi membentak Rachel sembari menarik rambutnya yang dikuncir satu.
Sementara itu, di Jarkarta. Tepatnya di rumah Rachel.
Mira ditemani oleh Arga dan Adit duduk di ruang tamu, mereka bertiga menunggu kabar dari Alex dan Satria dengan cemas.
Tiba-tiba ada yang mengetuk pintu rumah Mira, otomatis ketiganya saling bertukar pandang sebelum Adit berinisiatif untuk membuka pintu.
"Kak, gimana ada kabar soal Rara?"
"Zo kok lo disini?" tanya Adit bingung melihat Kenzo sudah ada dihadapannya.
Tanpa dipersilahkan, Kenzo langsung menerobos masuk dan memeluk Mira erat seolah-olah memberikan kekuatan.
"Kakak jangan heran. Alex yang kasih tau aku lewat grup. Sudah kebiasaan kita."
Arga diam-diam tersenyum tipis, ia cukup kagum padapersahabatan antara anaknya, Kenzo, dan Brian.
***