Setelah Claudi pergi, Wina duduk sendirian di bangku meja itu. Ia itu terlihat sedang menimbang-nimbang sesuatu. Ada seorang pelayan yang membawakan buku menu, tapi sama sekali tidak dihiraukan.
Sedari tadi, rupanya Tania terus saja memperhatikan wanita yang telah melahirkannya itu. Tampak Mamanya sedang 'galau' tentang sesuatu.
Jadi Tania memutuskan untuk menghampiri Mamanya. Saat ia akan berdiri, sebelah tangannya di tahan.
"Kamu mau kemana?" tanya Adit menghentikan langkah Tania.
"Kesana bentar. Kamu lanjutin aja makannya."
Adit melihat ke arah yang ditunjuk oleh Tania dan langsung membiarkan Tania pergi.
"Ma. Mama kenapa? Lagi ada masalah?" tanya Tania lembut.
Buru-buru Wina segera menghapus air matanya yang tadi sempat menitik. "Ah, Hei. Kamu di sini sayang?"
"Sekarang coba cerita ke Nia, Mama kenapa?"
Tiba-tiba Wina menarik Tania ke pelukannya dan menangis di pelukan Tania. Saat ini hati Wina sedang hancur, sehancur-hancurnya dan saat ini hanya putrinyalah yang bisa ia ajak bicara.
Tania yang terkejut pun hanya bisa terdiam melihat Mamanya. Ini adalah kali pertama ia melihat Mamanya menangis. 'Pasti ada masalah besar.' pikirnya.
Perempuan itu menenangkan Mamanya dengan cara menepuk-nepuk punggungnya untuk memberikan kekuatan.
"Hati-hati panas, Ma."
"Hiks, makasih sayang."
Wina menerima secangkir teh yang diberikan oleh Tania dan meminumnya secara perlahan.
"Sekarang Mama coba cerita ke aku, ada apa sebenarnya?"
Seketika itu juga, air mata kembali menitik dari mata Wina.
"Ini ... ini soal Papa tiri kamu sayang."
Raut wajah Tania dipenuhi tanda tanya, Wina paham soal itu. Meski ia tahu putrinya ini tidak merestui hubungannya dengan Heru, tapi Tania masih mau mendengarkan curhatannya.
"Dia ... Dia gak pernah berubah, masih sama seperti dulu. Kasar, cemburuan, gak mau dengerin penjelasan Mama."
"Kasar? Kasar bagaimana?" tanya Tania yang terkejut dengan pernyataan itu.
Wina pun menceritakan kejadian kemarin pada Tania. Semuanya, mulai dari kedatangan Arga sampai pertengkarannya dengan Heru.
Setelah Tania mendengarkan cerita Wina, ia sampai memukul meja dihadapannya dan berdiri. "APA? DIA BERANI DORONG MAMA?"
Sontak pandangan para pengunjung di cafe itu langsung tertuju pada Tania, termasuk Adit yang sedari tadi memperhatikan keduanya. Samar-samar ia pun mendengarkan omongan Wina tentang kekasaran Ayahnya.
Adit tidak percaya begitu saja dengan omongan Wina. Laki-laki itu segera pergi ke toilet. Untuk menanyakan kebenaran kejadian itu pada Ayahnya.
Namun, sayangnya panggilan itu tidak tersambung. Jadi Adit memilih untuk kembali ke mejanya.
***
Suasana kota di Padang pagi itu cukup berawan, akan tetapi hal itu sama sekali tidak menyurutkan semangat Rachel dan timnya untuk mereview lapangan, tempat cabang Nirwana Sentosa akan di bangun nanti.
Mereka srmua sungguh senang dapat berkunjung ke kota Padang. Apalagi, Alex.
Bukan karena Alex dapat berkunjung, lebih tepatnya karena ia dapat mendekati Rachel dengan leluasa. Jika di Jakarta mana mungkin bisa?
Saat ia baru ingin mendekat, Claudi terus datang dan membatalkan niatnya. Seolah-olah tunangannya itu melarangnya mendekati Rachel.
Memang benar, kalau Alex dulu sempat menaruh perasaan pada Rachel. Tapi untuk sekarang? Bisa dibilang ia hanya melihat gadis itu hanya sebatas teman lama, yah walaupun hal itu tidak sepenuhnya benar.
Pada kenyataannya, Alex masih kesusahan untuk melupakan Rachel. Cinta pada saat zaman SMA yang dikiranya hanya cinta monyet ternyata itu adalah cinta yang sesungguhnya.
Ia rela melakukan apapun untuk gadisnya, termasuk meninggalkannya. Asalkan gadisnya merasa bahagia hal itu tidak apa untuknya.
Setelah beberapa lama mereka melihat tanah dan bernegoisasi, akhirnya perusahaan jadi mengambil tanah itu.Semua itu tidak lepas dari senyuman puas Rachel.
Diam-diam Alex memperhatikan gerak-gerik Rachel. Ia pun ikut tersenyum ketika Rachel tersenyum.
Jia yang risih akan kelakuan Alex pun segera berdehem untuk menetralkan suasana. Niatnya sih ingin menyadarkan Alex yang sedang memandangi Rachel dengan senyuman.
"Kenapa bu, Ibu tenggorokannya gatel ya? Aku ambilin minum dulu ya, sebentar."
Alex pun heran atas sikap Rachel terhadap Jia. Seperti mereka sedang terikat satu sama lain. Tetapi Alex lebih memilih untuk menepis perasa itu. Yang terpenting, saat ini Rachel bahagia.
"Em, Pak kan masih tersisa 2 hari sebelum pulang nih. Boleh gak kita jalan-jalan?" tanya salah satu karyawan bagian perencanaan.
Semua karyawan terlihat memohon termasuk Rachel. Karena tidak tega, Alex pun akhirnya memberikan izin.
Seluruh karyawan pun berteriak kegirangan.
"Kita pergi ke makam Siti Nur Baya." putus Alex
Sebagian karyawan tidak setuju dengan keputusan Alex. Mereka ingin protes tapi tidak bisa karena ini perintah dan keinginan atasan mereka.
Diam-diam Rachel tersenyum sambil memperhatikan Alex diam-diam. 'Ternyata dia ingat permohonanku saat SMA.'
"Hel, ada apa? Kok senyum-senyum? Mikirin apa sih?" Jia bertanya dengan suara yang cukup keras, otomatis semua orang yang mendengarnya langsung menatap Rachel.
"Gak kok, gak ada apa-apa." kata Rachel salah tingkah.
Alex langsung menahan senyuman diwajahnya dengan susah payah, 'Dia pasti ingat kejadian waktu SMA!', Setelah itu punia berjalan menuju mini bus yang sudah di sediakan dari kantor.
Selama perjalanan, semua orang sudah terlelap begitu juga Alex. Tapi tidak dengan Rachel, dari tadi ia terlalu 'exiceted' melihat jalanan. Mungkin karena tempat yang sedang dituju adalah tempat yang ingin ia kunjungi sedari dulu.
Tiba-tiba, hujan turun membasahi bumi dan sebuah petir menyambar. Hal itu membuat sebagian orang terbangun. Rachel yang takut akan petir pun segera bersembunyi di leher orang disebelahnya, tanpa menyadari orang di sebelahnya adalah Alex yang sedang tertidur.
Saat akan meluruskan posisinya kembali, gerakan Rachel tertahan akibat tangan Alex. Ternyata laki-laki itu juga terbangun karena suara petir tadi dan jarak antara mereka cukup dekat.
Tiba-tiba Alex berbisik, "Tutup mata aja. Pura-pura saja kamu sedang ketiduran."
BLUSH.
Tiba-tiba pipi Rachel berubah menjadi merah dan jantungnya berdetak sangat kuat. Sambil ia menutup mata rapat-rapat, ia juga berdoa.
"Tuhan, tolong biarkan sekali ini saja aku bersama dengannya dan melupakan status kami."
***
Ternyata petir yang menyambar lumayan besar itu hanya membawa gerimis saja. Rachel sangat bersyukur kali ini ia dapat ziarah ke makam Siti Nur Baya. Salah satu tokoh yang terkenal akan kisah yang identik dengan perjodohan itu.
Dulu Rachel pernah berharap, jika ia akan menikah nanti gadis itu tidak ingin dijodohkan.
Tapi Rachel sekarang malah terpaksa harus menerima Satria sebagai calon suaminya. Tidak mungkin gadis itu harus menentang keinginan Ibunya. Bisa-bisa ia dikutuk jika melawan keinginan orang tua.
Meski jalanan agak licin, itu tidak menurunkan semangat Rachel untuk sampai ke tempat yang ia sangat ingin kunjungi. Para karyawan yang melihat semangat Rachel pun heran dan ada juga yang sampai menggeleng-gelengkan kepalanya.
Rachel dan Alex berjalan lebih dulu, sedangkan para karyawan tertinggal karena ada beberapa dari mereka ada yang kelelahan.
Mereka berdua terus mendaki. Saking semangatnya, sampai Rachel lupa kalau jalanan tempatnya berpijak itu licin. Ia hampir saja terjatuh, kalau saja Alex yang berada di belakangnya tidak menahan tubuhnya.
"M-maaf Pak." ucap Rachel terbata sambil ingin kembali berdiri tegak.
Namun lagi-lagi tangan Alex menahan tubuhnya.
"Sebentar kayaknya ada ulat di kepala ka-"
"Kyaa ... Ulat! Aku geli!!!" jerit Rachel menggema ditempat itu.
"Hei, jangan lompat-lompat! Ini tangga!"
Rachel meringis sambil menepis-nepis kepalanya, "Ada ulat."
"Gampang ya, ngerjain orang takut hehehe."
Keduanya terlalu asyik bercanda, hingga tidak menyadari kalau ada seseorang yang sedari tadi membuntuti rombongan mereka.
Sebenarnya, Alex cukup peka, karena sebagai seorang pembisnis hal seperti ini bukanlah hal yang baru. Hanya Rachel yang tidak sadar dan laki-laki itu tidak ingin membuat gadis yang ia cintai itu khawatir.
***