Sudah 1 minggu sejak Rachel izin tidak masuk kerja. Selama satu minggu pula, Alex merasa jenuh di kantor. Kata staf HRD yang mengurusi izin karyawan sih , ia sedang ada urusan keluarga tapi selebihnya ia tidak apa. Alex yang tadinya ingin menghampiri Rachel langsung ke rumahnya malah harus mengurungkan niatnya, karena ia tidak ingin di cap sebagai tamu tidak di undang khususnya oleh Rachel.
'Huft..., jadi serba salah gini.'
Dari pada duduk terus di ruangannya, Alex lebih memilih untuk pergi mencari udara segar di taman kantor. Yah... setidaknya ia dapat menjernihkan pikirannya.
Ketika ia akan keluar menuju taman, kedua matanya tidak segaja menangkap seseorang gadis yang sedang duduk di salah satu bangku taman sambil mendengar musik melalui earphone. Tidak jarang juga gadis itu memperagakan gerakan dari lagu tersebut. Dan hal itu berhasil membuatnya menarik sebuah lengkung yang biasa disebut senyuman.
Secara pelan namun pasti Alex mendekati dan duduk di sebelah Rachel. Dan gadis itu sama sekali tidak menyadari kehadiran dirinya di sana, bahkan kehadirannya sama sekali tidak diindahkan. Karena kesal, laki-laki itu pun segera menarik sebelah earphone Rachel hingga benda itu terlepas dan ia segera menoleh.
"Dengerin apa sih, serius banget."
"K-kak... A-Alex? Sejak kapan di sini?" tanya Rachel terbata-bata
"Ini kan tempat umum. Siapa pun berhak datang ke sini." kata Alex dengan santainya
"..."
Rachel terdiam, wajahnya memerah menahan malu. Apalagi ia sudah menari-nari tidak jelas tanpa menyadari kehadiran seseorang.
Karena gadis itu tidak kuat menahan malu, ia pun ingin beranjak pergi dari sana. Tetapi baru saja Rachel hendak melangkah, tangan kanannya ditahan oleh Alex. Membuatnya mau tidak mau menoleh, menatap kedua bola mata Alex dengan sepasang mata teduhnya.
"Kamu mau ke mana? Duduk sini."
Rachel memutar kedua bola matanya, malas. Ia tahu, kalau ia duduk ia malah di tanyai macam-macam oleh Alex. Terutama soal alasan dibalik ketidak hadirannya kemarin.
"Maaf pak, saya masih ada pekerjaan la-"
"Menghindar lagi... Apa sih yang kamu sembunyiin?"
"A-aku gak sembunyiin apa-apa. Kakak kali?"
"Gini ya, Hel. Kita ini udah kenal dari zaman SMA jadi aku tahu. Yah, walaupun aku sempet pergi waktu itu."
Melihat suasana yang sudah tidak bisa ia tangani lagi, Rachel memutuskan untuk pergi dari sana. Namun, tangannya masih ada dalam genggaman Alex.
"Kak lepas!"
"Kamu belum jawab pertanyaan aku."
PLAK.
Sebuah tamparan mendarat di pipi Alex, hingga mengeluarkan cairan berwarna merah pada ujung bibirnya. Bukannya marah, laki-laki itu justru masih tetap tersenyum pada Rachel.
Melihat Alex yang masih bisa tersenyum padanya, membuat Rachel merasa bersalah dan segera pergi dari sana.
***
Dengan langkah yang penuh emosi, Rachel segera kembali ke divisinya. Wajahnya terlihat sangat kesal, hal itu membuat Jia heran dengan calon menantunya itu. Baru saja wanita itu hendak bertanya, masuklah Mira ke ruangan divisi mereka.
Mau tidak mau, Jia berdiri menyambut kedatangan Mira.
"Ada apa, Mir?"
"Aku mau kasih tahu, kalau sebentar lagi kita akan mengadakan meeting. Agendanya, membuka cabang yang baru dan dimulai setengah jam dari sekarang. Sekian." ucap Mira tegas
Setelah berkata seperti itu, Mira pun segera pergi meninggalkan divisi itu.
"Baiklah semuanya, Niken dan Rachel ikut saya ke ruang meeting."
Mereka bertiga pun segera menyusun barang bawaan mereka dan segera menuju ruangan meeting. Pada saat hendak masuk, mereka berpapasan dengan Alex. Jia dan Niken langsung menunduk hormat, sedangkan Rachel berpura-pura tidak menyadari kehadiran laki-laki itu.
Bukannya merasa tergangu, Alex juga tampak tidak perduli dengan Rachel dan segera memasuki ruang meeting.
Rupanya kejadian barusan diluhat oleh Claudi yang hendak menuju ruang meeting.
"Ada apa dengan mereka? Bagus deh, sepertinya mereka udah gak lengket lagi."
Beberapa saat kemudian, meeting sudah dimulai dan mereka sedang membicarakan tentang cabang baru yang akan mereka buka.
"Gimana kalau kita buka di Bali saja." usul Claudi
"Hm, menarik. Ada usul lain?" tanya Arga
Rachel segera mengangkat tangannya, "Kalau kita buka di pulau Sumatra saja, bagaimana pak?"
"Saya setuju dengan usul Rachel, pak. Lebih baik di Sumatta saja, dari pada di Bali. Bali kan tempatnya para turis." ucap Jia panjang lebar
"Justru karena itu! Saya ingin membantu perusahaan untuk go internasional. Gimana sih?" kata Claudi mulai emosi
"Gini ya Ibu Claudi, kalau kita ingin bangun perusahaan pulau Sumatra lebih cocok." ucap Jia masih menahan emosi
"Enggak, Bali lebih cocok!"
"Sumatra!"
"Tenang semua! Kita di sini untuk berunding bukan beradu pendapat." omel Arga pada akhirnya
Keduanya pun sama-sama terdiam, tapi Claudi malah mencibir Jia dengan mengatakan hal yang buruk. Untung nya, volume suara yang Claudi gunakan kecil. Hanya mampu di dengar oleh Alex yang duduk disebelahnya.
"Kalau di Sumatra, rencanamya dimana tepatnya?"
"Di Padang, pak. Belum lama ini saya mendengar kalau ada lahan yang dijual."
"Hm, oke. Saya putuskan cabang baru akan di buka di Padang. Ada yang keberatan?"
Claudi sebenarnya hendak memprotes, tapi untungnya dapat segera di tahan oleh Alex.
"Oke kalau semua setuju, saya akan mengutus beberapa dari kalian untuk menjalani survei lapangan."
Kemudian Arga segera menyebutkan beberapa nama-nama karyawan dan wajah Claudi sesaat berubah.
***
***
Sore harinya saat pulang kantor, wajah Claudi terlihat sangat kesal. Apalagi jika mengingat kejadian saat di ruang meeting.
"Kalau di Sumatra, rencanamya dimana tepatnya?"
"Di Padang, pak. Belum lama ini saya mendengar kalau ada lahan yang dijual."
Claudi sebenarnya hendak memprotes, tapi untungnya dapat segera di tahan oleh Alex.
"Oke kalau semua setuju, saya akan mengutus beberapa dari kalian untuk menjalani survei lapangan."
Selain keputusannya itu sama sekali tidak di dengar oleh Papa mertuanya, hal lain yang membuat Claudi bertambah kesal adalah Rachel yang ikut mensurvei lapangan, sedangkan dirinya?
Calon Papa mertuanya itu malah memberikannya tugas ke Bandung untuk mengecek pabrik di sana. Tidak adil bukan? Seperti calon Papa mertuanya itu sengaja ingin mendekatkan Rachel dengan Alex, dan malah menjauhkan dirinya, calon menantunya.
Saat Claudi sedang memikirkan cara, tiba-tiba ia teringat kejadian ketika ia bertemu dengan Satria. Langsung saja ia menyambar ponselnya dan memencet nomor Satria yang entah mengapa bisa ia hafal di luar kepala.
Panggilan pertama, Satria tidak mengangkatnya dan malah memutus panggilan itu. Jadi, Claudi memutuskan untuk mengirim pesan via whatsup.
Sat, angkat.
Gue mau ngomong.
-Claudi.
Satria yang sedang memperbaiki motor milik pelanggan di bengkel miliknya, tersenyum saat membaca pesan itu. Tidak lama setelah itu, ia segera menekan ikon telepon di ponselnya.
"Halo cantik, ap-"
"Gue gak mau basa-basi. Kita ketemu di basecamp lo 30 menit lagi."
Setelah selesai mengajak Satria bertemu, Claudi segera memutus sambungan teleponnya. Membuat Satria merasa seperti 'diperintah'.
'Untung sayang. Kalo enggak udah gue tinggal lu!'
Setelah itu Satria segera memanggil salah satu karyawannya, untuk menggantikannya memperbaiki motor pelanggan.
10 menit sudah berlalu dan Satria masih belum terlihat juga. Claudi pun hendak menutup matanya untk sejenak dan hendak menurunkan sedikit kursi mobilnya. Tapi bukannya menurunkan kursi, ia malah harus menenangkan jantungnya yang berdebar-debar karena kaget.
Satria tiba-tiba saja muncul dengan menempelkan wajahnya ke kaca jendela mobilnya. Tanpa aba-aba, Claudi segera memukul kaca mobil dan menurunkannya sedikit.
"Sialan lo! Mau bikin gue mati muda?"
Tanpa melihat wajahnya Satria terkekeh dan langsung memutari mobil dan membuka pintu penumpang.
"Sori, gue cuma ingin mastiin doang."
Claudi hanya mendengus mendengar permintaan maaf Satria. Kemudian ia mengambil sebuah amplop coklat dari dalam tasnya dan memberikannya pada laki-laki di sampingnya.
"Ini apaan?" tanya Satria sambil menatap Claudi penuh tanya
Claudi pun membalas tatapan Satria, "Di situ ada tiket pesawat ke Padang. Gue mau lo ke sana."
"Lo gila? Gak ah gue mau!" seru Satria
Masa bodo dengan penolakan Satria, Claudi tetap melanjutkan kalimatnya.
"Gue mau lo buntuti Rachel. Pantau pergerakannya. Jangan sampe tuh anak deket-deket sama Alex."
Begitu Satria mendengar nama Rachel disebut oleh Claudi, ia jadi sedikit berubah pikiran. Apalagi laki-laki itu juga mendengar Alex ikut pergi bersama perempuan yang disukainya.
Satu rahasia Satria adalah ia sudah menyukai Rachel! Dan hal itu terjadi saat SMA, tepatnya saat laki-laki itu disuruh Claudi untuk berpura-pura menyukai anak perempuan itu dan berakhir menyukainya.
Tapi saat itu, Satria masih ragu dengan perasaannya. Setelah putus dengan Rachel dan pindah sekolah, ia baru menyadari perasaannya.
"Oke. Gue terima job ini. Kapan gue bisa berangkat?"
"Ada di situ. Baca aja."
Satria mengangguk-angguk kemudian segera turun dari mobil itu. Setelah ia turun, mobil itu langsung melesat pergi diiringi oleh senyuman miris Satria.
***