Pagi-pagi sekali, sekitar jam enam Alex telah berangkat ke kantor. Entah apa yang ia lakukan tetapi menurut Tania, Alex memiliki pekerjaan yang sangat penting yang mengharuskannya datang pagi-pagi. Alasan Alex ke kantor pagi-pagi sebenarnya, untuk menghindari ia bertemu dengan Rachel. Segitu besarnya kesalahan Alex, sampai-sampai harus menghindari Rachel? Kalau dibilang besar sih tidak terlalu, tapi ia hanya bingung jika mereka tidak sengaja berpapasan, apa yang harus Alex lakukan? Menyapa gadis itu ataukah justru ia harus mengabaikannya.
Jika ia harus menyapa Rachel duluan, ia terlalu gengsi untuk memulai. Tapi kalau harus mengabaikan, ia takut kalau Rachel akan berpikir kalau ia sedang menghindari gadis itu. Saat ini ia sedang menikmati pemandangan kota Jakarta dari jendela kantornya. Tiba-tiba pintu pun terbuka dan muncullah Jonny, sekertarisnya.
"Lho, bapak sudah datang? Kok gak bilang-bilang?"
Alex menoleh ke sumber suara, lalu tersenyum pada sekertarisnya itu.
"Saya hanya lagi bingung saja." kata Alex sambil mengambil secangkir kopi yang tadi dibuatnya.
"Soal mencari vendor?" tanya Jonny penuh selidik
Alex tidak menjawab. 'Andaikan ada Brian. Dia pasti bisa bantuin gue.' Alex menghela nafas. Kalau sedang ada masalah seperti sekarang, ia selalu terpikirkan sahabatnya dulu, saktu zaman ia SMA. Laki-laki itu jadi sedikit menyesal telah meninggalkan sahabat-sahabatnya dulu.
"Saya permisi pak, kalau begitu." karena tidak kunjung mendapatkan jawaban, Jonny hendak keluar ruangan meninggalkan Alex sendirian.
"Tunggu, Jon." suara Alex menghentikan langkah Jonny
"Kamu jangan keluar dulu, temani saya."
Akhirnya, sekertaris Alex itu tidak jadi keluar ruangan. Jonny berjalan dan berdiri di belakang Alex, menumggu laki-laki yang sebaya dengannya memberikan perintah.
"Jon, kamu pernah berantem sama pacar kamu?"
'Oh, jadi ini tentang Ibu Claudi.' pikir Jonny dalam hati sambil menahan senyumnya.
"Kalau bertengkar menurut saya itu hal yang wajar bagi pasangan."
Alex mengangguk-angguk setuju, sebelum ia mngajukan pertanyaan kembali.
"Tapi cara agar baikan lagi, gimana?"
Lagi-lagi, Jonny harus menahan tawanya agar tidak pecah. Alex yang melihat raut wajah Jonny ingin tertawa langsung berbicara.
"Kalau mau ketawa gak usah ditahan! Nan-"
Belum selesai Alex berbicara, tawa Jonny langsung memenuhi satu ruangan. Otomatis, Jonny langsung mendapatkan tatapan laser dari bosnya itu. Kemudian Jonny langsung membisikkan sesuatu ke telinga Alex.
"Kamu yakin bakal berhasil? Apa gak terlalu norak?" tanya Alex sambil memikirkan cara yang baru saja dibisikkan oleh Jonny
"Dalam sebuah hubungan gak ada kata norak, pak."
Alex langsung mendapatkan ide dan langsung berlari keluar ruangan. Sedangkan Jonny yang masih di dalam, tersenyum manis ke arah pintu sambil mdnyeruput kopi yang tadi ia buat untuk Alex.
****
Saat ini Alex berada di sebuah toko bunga. Ia akan membeli bunga sesuai saran dari Jonny. 'Biasanya perempuan kalau lagi ngambek dikasih bunga sama kita ajak ketempat favoritnya, pak.' itu kata Jonny. Alex sengaja memilih sebuah buket yang tidak terlalu elegan untuk Rachel, karena ia cukup tahu sikap Rachel. Gadis itu tidak suka akan kemewahan. Tunggu, Rachel? Ya, Alex sengaja menyiapkan semua ini untuk Rachel. Ia akan minta maaf pada Rachel, sesuai instruksi dari Jonny.
Kalau Jonny tadi mengira ini untuk Claudi, maka ia salah. Semua ini ia lakukan demi pujaan hatinya Rachel. Hanya Rachel satu-satunya perempuan yang ia cintai. Kalau dengan Claudi, ia tidak merasakan apa-apa. Baginya Claudi sudah ia anggap sebagai kakak, tapi orangtuanya malah menjodohkan mereka. Sungguh diluar dugaan.
"Ini pak bunganya." kata penjaga toko menyerahkan sebuah buket yang sudah dirangkainya
"Bisa bayar pakai kartu kan?" tanya Alex
Penjaga toko itu mengangguk kemudian Alex segera memberikan kartu ATMnya kepada penjaga itu. Setelah si penjaga itu selesai, laki-laki itu segera kembali ke mobilnya dan pergi dari sana.
Dalam perjalanan kembali ke kantornya, Alex tidak henti-hentinya tersenyum. 'Semoga cara ini berhasil.' Saat ia akan tiba dikantornya, ia melihat seorang perempuan yang ia kenal sedang berjalan menuju kantornya. Segera saja, laki-laki itu menghentikan mobilnya dan segera keluar.
"Untung ketemu disini, Hel."
Rachel menatap Alex dengan bingung sambil segera mengingat-ngingat apa ia punya janji dengan bos sekaligus kakak kelasnya di SMA ini?
Tanpa menunggu jawaban dari Rachel, Alex segera menarik tangan Rachel untuk masuk ke dalam mobil. Awalnya Rachel sempat menolak, tapi karena ancaman dari Alex dengan terpaksa ia menuruti perintah Alex.
"Kamu kalau sarapan sukanya apa?" tanya Alex memulai pembicaraan.
"Saya sudah sarapan." jawab Rachel dengan nada juteknya.
Alex terkekeh pelan, lalu tiba-tiba sebuah ide terlintas di benaknya. Laki-laki itu tersenyum-senyum sendiri hingga membuat Rachel takut.
Alex melajukan mobilnya ke arah sebuah restoran ayam bakar. Namun sayang, restoran itu belum buka karena ini masih ter lalu pagi.
"Gimana kita makan itu." tunjuk Rachel pada sebuah warung bakso pinggir jalan yang dilengkapi dengan tenda.
"Kamu yakin?" ada sedikit keraguan di wajah Alex.
Tentu saja ragu, bagaimana tidak. Masalahnya, ia sama sekali belum pernah lan makan bakso di tepi jalan seperti ini. Tapi demi Rachel, apa pun akan ia lakukan. Jadi ia segera menepikan mobilnya. Rachel dengan semangat turun dari mobil dan memesan bakso.
"Masa aku nembak di tempat seperti ini sih?" Alex hanya bisa menghela nafas dan menyusul Rachel.
Alex dan Rachel sedang menunggu pesanan mereka datang. Dibalik mereka ada sebuah pohon beringin yang sangat besar. Membuat suasana menjadi teduh sekaligus horor. Pesanan mereka pun sampai.
"Lho, kok cuma satu mangkok?" tanya Alex heran
"Iya kan tadibanya cuma pesen satu mangkok, mas." jawab si penjual bakso
"Saya sudah makan." jawab Rachel
Rachel terpaksa berbohong, karena ia tidak ingin makan berdua dengan Alex. Gadis itu tidak ingin membuat Alex salah paham, apalagi laki-laki itu sedah bertunangan.
"Kalo gitu, saya pesan satu lagi."
Saat ingin mengajukan protesnya, kata-kata Rachel di potong oleh Alex. Kata-kata yang membuat Rachel kagum.
"Tidak usah pakai bawang goreng dan kecap ya pak." lanjut Alex lagi
"Kok bisa tau?" tanya Rachel dengan penuh selidik
Alex hanya mengangkat bahunya cuek dan melanjutkan makannya. Rachel menatap laki-laki itu dengan tatapan yang sulit di artikan.
"Ini mba baksonya." si penjual menyodorkan mangkok bakso pada Rachel.
Karena Rachel sedang asyik menatap laki-laki yang duduk di sampingnya, sampai ia tidak menghiraukan penjual itu. Lalu tiba-tiba Alex mencolek pucuk hidung Rachel, hingga membuat gadis itu tersadar.
"Hayo, lagi liatin aku ya?" goda Alex
Rachel menerima mangkok bakso dengan wajah yang merah. Ia malu sekali, bagaimana bisa ia tertangkap basah seperti ini. Memalukan sekali. Alex kembali makan dengan perasaan senang, ternyata orang yang ia cintai membalas perasaannya.
***
Claudia masuk ke dalam ruangannya sambil melempar tas miliknya ke sembarang arah, lalu berteriak marah. Vas bunga yang menjadi hiasan di meja tamu ruangan itu, ikut di lemparnya. Semua staf marketing yang berada di luar sampai tidak ada yang berani bersuara. Apa yang merasuki gadis itu hingga semarah ini?
Ia segera menyambar segelas air yang ada di meja dan menegaknya hingga habis. Amarahnya sudah mencapai ubun-ubun, apalagi ketika Claudi menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri. Alex, laki-laki yang ia cintai, bisa-bisanya sarapan berdua bersama Rachel. Itu artinya sia-sia usahanya selama ini.
Benar, usul untuk pertukaran pelajar, mengadu domba Rachel dan teman-temannya itu semua adalah akal Claudi. Ia sangat cemburu pada Rachel, apalagi saat gadis itu mengetahui kalau Rachel ternyata juga punya perasaan pada Alex.
Memang benar kalau ia lebih dulu menyukai Alex, tapi bukankah rasa sayang tidak diukur dari lamanya kita menyukai seseorang? Apa salah Rachel menyukai Alex?
"Rachel. Kita lihat kamu bisa berbuat seberapa jauh?" kata Claudi sambil tersenyum licik.
***
Seorang gadis memasuki gedung Nirwana Santoso Grup. Serentak semua pegawai langsung membungkuk hormat kepada Tania. Tanpa harus melapor, gadis itu langsung berjalan menuju lift khusus yang langsung mrnuju ke ruangan pimpinan.
Sesampainya Tania di lantai kantor ayahnya, ia langsung bertemu dengan Mira. Akan tetapi, Mira menahannya untuk masuk.
"Maaf nona, pak Arga sedang ada tamu." kata Mira sopan
"Oh gitu."
Tania pun berjalan ke sofa tamu yang berada tepat di depan meja Mira dan duduk disana. Ia memperhatikan gerak gerik Mira dan mengajaknya mengobrol.
"Anda sudah berapa lama jadi sekertaris Papa saya?" tanya Tania pada Mira penuh selidik
Mira yang sedang fokus dengan komputernya, tidak terlalu mendengarkan omongan Tania. Sehingga membuat gadis itu menjadi sedikit kesal dengan sekertaris Papanya.
"Kira-kira siapa wanita yang saat ini sedang dekat dengan Papa?" monolog Tania
"Maaf?"
Tania langsung menatap kudua mata Mira dengan tajam. Bisa-bisanya ia tidak mendengar saat diajak bicara Tania, dan sekarang saat Tania sedang bicara sendiri Mira malah mendengarnya. Saudari satu-satunya Alex ini menjadi semakin curiga pada sekertaris Ayah mereka itu.
"Apa jangan-ja-"
Belum selesai Tania dengan ucapannya, pintu ruangan Papanya terbuka. Memunculkan sosok Papanya dan beberapa orang asing yang Tania duga adalah tamu Papanya.
***