Chereads / The History About Us. / Chapter 70 - Bagian 69.

Chapter 70 - Bagian 69.

Sinar mentari telah menampakkan diri sejak satu setengah jam yang lalu. Semua orang sudah bangun dan memulai aktivitas paginya, kecuali satu orang. Arga, sejak ia terbangun dan tidak menemukan istrinya itu tidur di sampingnya, pria itu jadi tidak bisa melanjutkan tidurnya.

Satu jam pertama, ia mencoba untuk menghubungi istrinya. Bukannya terhubung dan langsung dijawab, yang menjawab adalah operator, yang artinya ponselnya sedang dimatikan. Arga masih berpikiran positif. Ia meyakinkan dirinya kalau istrinya kehabisan baterai ponsel.

Dua jam.

Tiga jam.

Tiga jam setengah.

Arga sudah tidak dapat bersabar. Pria itu bangun dari tempat tidurnya, keluar kamar, dan segera menuju pintu keluar untuk menunggu kepulangan istrinya itu. Arga takut sesuatu yang buruk terjadi pada Wina.

Ditengah-tengah kecemasannya, muncullah sebuah pikiran kalau istrinya itu selingkuh darinya. Namun, pikiran itu buru-buru ditepisnya. 'Gak-gak, Wina wanita baik-baik. Mana mungkin diberbuat begitu.' Sampai akhirnya waktu menunjukkan jam enam pagi, Arga menyerah dan memilih untuk bersiap-siap.

Saat bersiap-siap, pria itu sangat tidak fokus sampai ia memakai jam tangan terbalik. Untungnya, Tania, putrinya, memberi tahu kalau jam yang ia pakai terbalik. Putrinya itu langsung menyadari ada sesuatu yang tidak beres terjadi pada Papanya.

"Papa, ada apa? Cerita dong sama Nia " ucap Tania prihatin.

Mendengar itu, Alex yang sedang fokus membaca berkas pun mengalihkan perhatiannya dan menatap Papanya, Arga.

"Gak. Papa gak apa-apa." bohong Arga

Lalu tiba-tiba dari arah pintu keluar terdengar suara ketukan sepatu. Semua orang yang ada di meja makan pun mengalihkan pandangan mereka.

Ternyata itu adalah Wina. Wanita itu baru saja tiba dirumah dan seakan tidak bersalah ia melambaikan tangan ke arah anak-anak dan suaminya. Wajah Arga terlihat tidak suka dengan kelakuan Wina. Ia pun segera bangkit dari duduknya dan berjalan menuju ruang kerjanya.

"Kita perlu bicara, Wina." kata Arga sambil melewati Wina.

Pada saat ia melewati wanita yang tidak lain adalah istrinya, ia mencium sebuah aroma yang asing. Setau dirinya, istrinya itu tidak pernah mempunyai parfum beraeoma seperti itu. Seperti... Aroma laki-laki.

Dengan cepat, Arga meraih tubuh Wina dan mulai mengendus pakaian yang dikenakan oleh istrinya itu.

"Hei, apa-apaan sih kamu!" teriak Wina sambil mendorong Arga menjauh dari dirinya.

Arga yang sempat mencium aroma itu lagi kini bertambah marah. "Kamu habis dari mana, semalaman loh, Win kamu di luar!"

Wanita itu memutar bola matanya sambil melipat kedua tangannya di depan dada.

"Kenapa?"

Kemarahan Arga sudah tidak dapat terbendung lagi, pria itu membanting foto yang ada dimeja kerjanya. Namun, Wina saja tidak bereaksi apa-apa. Melihat itu, Arga pun menyerah dan membiarkan Wina pergi ke kamar dan berganti pakaian.

"Dari pada aku tidak mendapat kepastian, lebih baik aku tanya sama Jia."

***

Arga baru saja turun dari mobil dan sedang memasuki loby kantornya. Sedangkan Mira selaku sekertarisnya-sudah siap 15 menit yang lalu-, ikut berjalan dibelakangnya sambil membawa sebuah buku catatan ditangannya. Semua karyawannya membungkuk dengan penuh rasa hormat padanya. 'Sepertinya terjadi sesuatu dengan pak Arga. Apa beliau sudah tau?' pikir Mira. Karena biasanya bosnya itu paling ramah kepada karyawannya.

Mereka akhirnya sampai di depan lift, Mira segera memencet tombol 'ke atas'.

"Mir, batalkan semua janji saya dan tolong kamu panggilkan Jia." perintah Arga.

Dengan gerakan tangan yang cepat, Mira mencatat semua pesan Arga. Sebelum pergi, tidak lupa wanita itu membungkuk kepada Arga.

Selama di dalam lift, tidak henti-hentinya Arga memikirkan Wina. Meskipun dibilang pernikahan hasil perjodohan, Arga tetap menyayangi Wina apa adanya. Lelaki itu juga tidak pernah mempermasalahkan soal kekurangan atau kelebihan Wina.

Tapi apa yang dilakukan wanita itu sudah lakukan benar-benar diluar batas. Lelaki mana yang menginginkan istrinya berada di luar rumah sampai pagi hari? Terlebih lagi tadi ia sempat mencium aroma parfum lelaki dari tubuh Wina. Mau tidak mau muncullah berbagai pikiran negatif dalam benak Arga.

Tok.

Tok.

Tok.

Suara ketukan pintu membuat Arga tersadar dari lamunannya. Ia segera mempersilahkan orang itu masuk.

"Bagaimana? Apa sudah ada hasil?" tanya Arga.

Walaupun sudah terlihat berani di depan karyawan sekaligus teman istrinya itu, tetap saja, ada nada 'ketakutan' dalam pertanyaannya.

Jia segera menyerahkan sebuah amplop coklat dihadapan Arga.

"Ini adalah buktinya, pak. Bapak bisa menyimpulkan sendiri."

Arga hanya dapau menatap sebuah amplop coklat itu, tanpa berkutik. Demi apapun Arga sangat takut saat ini! Sampai Jia mengundurkan diri dari hadapannya pun Arga masih juga belum berkutik.

Lelaki itu menarik nafas panjang sebelum membuka amplop tersebut. Ketika ia membuka amplop itu, seketika dunianya runtuh melihat isi dari foto yang ada dalam amplop itu. Apa yang selama ini ia takutkan benar-benar terjadi. Seketika itu juga, kepalanya berdenyut dan pandangannya buram.

Untungnya, Mira memasuki ruangan untuk mengantarkan teh pada bosnya. Melihat bosnya seperti akan terjatuh, Mira dengan gerakan sigap menolong Arga dan segera memapah Arga menuju kamar pribadinya.

"Apa bapak baik-baik saja?" tanya Mira prihatin pada atasannya

"Iya, sepertinya saya butuh istirahat."

"Kalau begitu saya keluar ya, pak. Selamat istirahat."

Saat Mira ingin beranjak dari tempatnya berdiri, tangan Arga menahan Mira.

"Kamu disini saja, ada yang mau saya sampaikan."

Diam-diam, sejak tadi Wina menguping dan melihat itu semua. Ada perasaan sesak di dadanya, ketika ia melihat lelaki yang mencintainya bersama wanita lain.

Lalu tiba-tiba terlintas dibenak Wina untuk mengerjai Mira.

***

Sementara itu diruang kerja Alex, laki-laki itu saat ini sedang kebingungan sendiri, mengatur kata-kata yang pas untuk minta maaf kepada Rachel. Sungguh demi apa pun ia sangat gugup saat ini, sampai untuk duduk pun ia tidak bisa. Kerjaannya sedari tadi hanya duduk dikursinya dengan berbagai macam gaya, lalu berdiri dan kembali duduk lagi. Semakin ia berdiri dan duduk, semakin aneh gaya duduknya.

Tiba-tiba pintu pun diketuk dari luar, Alex langsung menduga kalau itu Rachel. Dengan cepat ia duduk di sofa ruangannya dan segera menyuruh orang itu untuk masuk.

Ternyata, harapan tidak sesuai dengan kenyataan. Orang yang tadi mengetuk bukanlah Rachel, melainkan Claudi. Gadis itu memasuki ruangan yang berbau mint dan berlari kearah Alex. Ekpresi wajahnya langsung berubah tidak suka ketika melihat gadis itu, tapi tetap membiarkan gadis itu memeluk dirinya.

"Lex, kamu sibuk gak? Kita dinner, yuk." rayu Claudi

Tanpa disadari di depan pintu yang terbuka Rachel sedang berdiri, mendengar percakapan mereka.

"Oh, hai Hel. Sini masuk, ada apa kamu kemari?" teriak Claudi antusias.

Rachel pun segera menghampiri dua orang itu, dengan tangan terkepal disamping menahan marah. Ia berpikir kalau Alex sengaja memanggilnya agar melihatnya bermesraan dengan Claudi.

"Permisi pak, ada yang bisa saya bantu?" tanya Rachel mencoba untuk profesional

Sekarang giliran Alex yang kebingungan harus menjawab apa. Tidak mungkinkan ia berkata kalau ia meminta maaf soal kemarin? Bisa-bisa Claudi akan bertanya macam-macam.

"Itu, saya minta laporan keuangan bulan lalu." jawab Alex dengan terpaksa

"Saya ambilkan dulu."

Rachel langsung berbalik meninggalkan Alex dan Claudi dalam ruangan itu. Mata Alex mengikuti langkah perempuan itu dan sepertinya Rachel sedang mengusap matanya. Walau singkat, akan tetapi tadi Alex dapat mendengar, kalau nada bicara Rachel bergetar. Ia takut gadis itu akan salah paham dengannya.

Sesudah Rachel keluar, Alex langsung mengejar Rachel tanpa menghiraukan Claudi.

Laki-laki itu berhenti di depan lorong dan melihat tidak ada Rachel di sana. Laki-laki itu pun langsung berbalik dan ingin kembali ke ruangannya saja.

Tapi pada saat akan kembali ke ruangannya, Alex samar-samar mendengar suara isakkan tangis seorang perempuan. Bulu kuduk Alex sempat berdiri, tapi ia meyakinkan diri dan mulai mengikuti arah suara tersebut.

Dari arah suaranya, sepertinya dari tangga darurat yang ada di dekat tempatnya berdiri tadi. Tanpa menunggu lama, Alex segera membuka pintu tersebut dan menemukan seorang gadis yang sedang menangis sendiri.

Alex langsung menghampiri gadis itu dan berlutut dihadapannya.

"Astaga, Rachel. Kamu kenapa?" kaget Alex begitu menyadari gadis itu adalah Rachel.

Rachel segera mengangkat wajahnya yang sedaritadi ia sembunyikan.

"Kamu... Sedang apa disini?" tanya Rachel sambil menatap mata Alex

Ada keresahan dalam mata laki-laki itu, tapi Rachel terlalu takut untuk menebaknya.

"Aku gak apa-apa. Mending kamu balik, nanti kak Claudi curiga." kata Rachel sarkas, sembari ingin pergi.

Sebelum Rachel benar-benar pergi, tangannya lebih dulu ditahan oleh Alex.

"Kamu cemburu?" ada nada senang dalam perkataan Alex

Rachel menghela nafas lalu menatap Alex malas, "Emang aku bilang kalau aku cemburu?"

Alex berusaha keras menahan senyumannya agar tidak terlihat.

"Kamu emang gak bilang, tapi dari sikap kamu kelihatan jelas kalau kamu itu lagi cemburu sama aku, ya kan?"

Sambil berbicara, Alex sambil berjalan mendekati Rachel, hingga gadis itu terhimpit di tembok.

"Gak. Gak ada ya. Apa-apaan sih kamu!" teriak Rachel sambil menorong kuat-kuat tubuh Alex agar menjauh dan setelah itu ia berlari menuruni anak tangga.

Alex yang habis di dorong oleh Rachel, bukannya marah melainkan tersenyum senang sambil memegang tempat bekas dorongan Rachel.

'Sepertinya aku telah menemukan pasangan sejatiku!'

***