Chereads / The History About Us. / Chapter 69 - Bagian 68.

Chapter 69 - Bagian 68.

"Maksud kamu apa sih? Kamu jangan bohong deh." kata Alex.

Saat ini Alex, Adit, Kenzo, dan Rachel sedang duduk di cafe itu. Mereka sedang membicarakan hubungan Kenzo, Adit, dan juga Rachel. Tapi sudah berulang-ulang dijelaskan, Alex masih saja menolak untuk paham. Ia tidak habis pikir karena kejadian seperti itu hanya terjadi dalam cerita novel saja. Calon Papa mertuanya itu memang pemain wanita.

Kenzo ingin berbicara, tapi seakan-akan tahu apa yang mau Kenzo katakan, Rachel segera mencegah Kenzo. Alex yang melihat itu menjadi bingung, ia ingin bertanya namun, tiba-tiba saja ponselnya berdering. Itu adalah panggilan dari kantor. Alex pun segera mengangkat telepon itu dan segera pamit permisi.

Tinggallah mereka bertiga di sana, Adit, Kenzo dan Rachel. Setelah kepergian Alex yang kembali ke kantornya, entah mengapa suasana di meja mereka menjadi sepi. Tidak ada yang berani mengeluarkan sepatah kata pun. Sampai pada akhirnya,

"Sebaiknya, kak Zozo gak usah bilang ke kak Alex." ucap Rachel tiba-tiba

Kenzo kaget dengan ucapan adiknya yang tiba-tiba, begitu pun Adit. Penglihatannya teralihkan saat mendengar ucapan Rachel.

"Ya, biarkan dia tau sendiri. Aku gak mau ada salah paham." putus Rachel akhirnya.

Kenzo dan Adit hanya bisa mengiyakan permintaan adik satu-satunya.

Keesokan harinya, seperti biasa Alex berangkat ke kantor. Saat sampai di loby kantor, laki-laki itu melihat sahabatnya sedang memainkan debu tanah menggunakan kakinya. Ia pun tersenyum dan langsung berjalan menghampiri Kenzo.

"Hei, ngapain lo di situ?" sapa Alex

Kenzo pun tersenyum tipis melihat Alex. Ada keraguan tersirat dimata laki-laki itu, namun Alex tidak melihatnya.

"Yuk masuk. Kita ke ruangan gue."

Saat sudah sampai, mereka duduk di sofa ruangan Alex. Mata Kenzo memperhatikan sekeliling ruangan megah itu.

"Kabar nyokap gimana, Lex." tanya Kenzo

"Dia baik. Kenapa?"

Kenzo menatap Alex sambil tersenyum. Tiba-tiba ia kehilangan keberanian yang tadi sudah dikumpulkannya.

"Jadi gini, Lex. Gue selaku kakaknya Rachel cuma mau ngigetin lo aja! Awas lo sampe nyakitin dia!"

"Just it? Gak ada yang lain gitu?"

Kenzo menggeleng sambil tersenyum pada Alex. Laki-laki yang menjabat sebagai wakil direktur itu pun memukul lengan sahabatnya sembari tertawa terbahak-bahak.

"Gaya lu, Ken! Gak cocok tau."

***

Hari semakin siang, tapi tidak sedikitpun Tania beranjak dari bangku sebuah cafe. Gadis berusia 28 tahun itu sepertinya sedang memikirkan sesuatu yang sangat rumit, sampai-sampai alisnya ikut berkerut. Gadis itu sedang memikirkan cara agar adiknya itu tidak mendahuluinya menikah. Menurut pengalaman teman-temannya menikah bukanlah hal gampang. Maka dari itu Tania tidak ingin adiknya merasakan hal itu terlebih dahulu.

"Permisi, pesanan atas nama Tania? Ini mba kopinya." kata pelayan itu ramah

Tania mengiyakan panggilan tersebut dengan malas, namun detik berikutnya ia terpesona dengan pelayan cafe itu. Tubuhnya atletis, rahang yang tegas, dan memiliki bulu mata yang cukup lentik.

Tapi sayang baru Tania ingin mengajak pelayan itu berbicara, orang itu sudah pergi terlebih dahulu. Kemudian dari meja kasir seseorang memanggil seorang pelayan. Lalu keluarlah seorang pelayan dari dapur. Rupanya itu adalah pelayan yang sama dengan yang mengantarkan minumannya Tania.

"Oh, jadi namanya Adit. Nama yang keren."

Tiba-tiba Tania mendapat sebuah ide yang sangat gila di kepalanya. Kemudian segera tersenyum dan keluar dari cafe tersebut.

Kalau kalian berpikir Tania langsung pulang, kalian salah besar. Sekarang gadis itu sedang berada di pintu samping cafe yang bertuliskan 'khusus staf'. Benar, saat ini ia sedang menunggu Adit keluar. Selagi ia menunggu, ia memperbaiki riasannya.

Tidak lama penantian Tania pun berakhir. Pemuda bernama Adit itu keluar dengan membawa kunci motor miliknya dan sebuah tas punggung yang ia tenteng. Laki-laki itu keheranan melihat Tania berada di sana. Dengan perlahan Tania mendekatinya.

"Hai. Kenalin, Aku Tania. Kamu Adit kan?"

Laki-laki itu hanya mengangguk kebingungan, lalu menjabat tangan Tania. Tersengat. Untuk pertama kalinya Adit tersengat saat bersalaman dengan perempuan. Memalukan!

"Ah, apa ada yang bisa saya bantu?" tanya Adit ramah

"Panjang ceritanya. Nanti aku jelasin di perjalanan. Sekarang kamu ikut aku, ya?!" kata Tania sedikit memaksa.

"Tapi mo-"

Belum selesai Adit berbicara, tangannya lebih dulu ditarik oleh Tania. Laki-laki itu hanya bisa pasrah menuruti keinginan Tania.

Mendengar penjelasan perempuan dihadapannya ini membuat Adit heran sekaligus kaget. Tiba-tiba ia di minta untuk menjadi calon suami pura-pura Tania. Terlebih lagi, sebagai gantinya Tania akan melakukan apa saja yang diminta oleh Adit. Bukankah ini gila? Perempuan waras mana yang ingin punya calon suami hanya pura-pura? Terlebih, nantinya Adit akan menipu keluarga Tania. Untuk membayangkannya saja membuat laki-laki itu merinding.

"Maaf, saya tidak bisa." kata Adit sambil berdiri menenteng tasnya

Kekecewaan jelas tergambar di wajah perempuan itu. Tapi hal itu tidak berselang lama, karena Tania langsung bangkit dari duduknya dan mengejar Adit.

"Telepon aku kalau kamu berubah pikiran." Tania tersenyum lalu menyelipkan sebuah kartu nama di tangan Adit kemudian pergi.

Adit melihat kartu nama itu, lalu melihat punggung Tania yang berjalan menjauh.

'Jadi nama cewek itu Tania. Bagus juga. Sayangnya dia agak 'gila'.'

***

"Bagaimana anda sepakat?" tanya Alex diakhir presentasinya

Saat ini ia, Papanya, dan Mira sedang rapat di sebuah hotel. Mereka sedang membicarakan soal perjanjian kerja sama. Tapi otak Alex tidak henti-hentinya terus memikirkan Rachel. Hanya gadis itu yang dapat mengalihkan fokusnya. Tidak lama kemudian terdengar suara tapukan tangan, yang artinya mereka menyetujui perjanjian ini. Yang artinya lagi, pertemuan ini segera berakhir.

Tidak lama kemudian, pertemuan itu telah benar-benar selesai. Langsung saja Alex buru-buru merapihkan berkasnya dan berlari keluar. Namun baru sampi didepan pintu, Papanya memanggilnya.

"Mau ke mana, Lex buru-buru banget?"

"Eh, iya Pa. Aku mau ketemu Kenzo dulu!"

Mira langsung menghentikan gerakan tangannya yang sedang membereskan berkas. 'Kenzo?! Jadi anak itu sudah kembali dari Bandung?' kata Mira dalam hati.

Setelah kepergian Alex, tinggal Mira bersama Arga. Mereka terlambat keluar karena harus membereskan berkas-berkas.

"Bapak duluan saja. Nanti saya panggil sopir untuk jemput bapak."

"Yakin? Kalau begitu saya duluan ya, Mir."

Arga berjalan menuju ke loby hotel mrlewati sebuah restoran dekat loby. Ada sesuatu yang menarik perhatiannya. Dalam restoran itu terdapat istrinya, Wina dan... tidak terlihat jelas karena tertutup tiang penyangga.

Baru saja Arga ingin menghampiri Wina, tapi handphonenya berdering. Di layar, tertera nama Wina. Ia pun langsung mengangkat panggilan tersebut dan membatalkan niatnya untuk menghampiri istrinya.

***